Bab 14: Frustrasi

15 8 1
                                    

Coba, ya, kalau kamu jadi aku. Pertama aku dicuekin selama lima hari (nggak dicariin maksudnya gitu), terus dijanjikan dan disuruh menunggu di depan komputer dari jam tujuh pagi sampai lewat tengah malam! Habis itu, belum juga sempat kangen-kangenan, eh, sudah ditinggal. Bayangkan! Ba-yang-keeeen! Bayanginnya aja udah kesel banget!

Meskipun kelelahan, aku langsung melakukan conference call dengan semua sahabatku. Malam minggu begini, biasanya mereka belum tidur.

Tawa Mika merebak ke mana-mana ibarat bendungan bocor waktu aku menceritakan kejadian barusan itu. "Kayak janji kontributor gitu loh! Janji standarnya, kan, gini: "Iya, Mik! Ini lagi gue buat nih! Gue selesain nih sekarang! Malem ini gue kirim! Beneran, nih, gue kirim nih sekarang!" Kenyataannya, hmmm, gimana, ya? Terkadang artikel bulan Januari dikirimnya baru Februari. Mereka pikir mungkin website kita ini hanyalah website kecil yang bersahaja gitu kali, yah? Yang pembacanya pengertian kalau lagi nggak ada artikel...."

Lee ikutan tertawa. "Iyaaaa.... Itu kayak janji tukang jahit gue gitu...." Lee memang sering vermak ini-itu dan jahit sana-sini untuk kepentingan gayanya. "Janji standarnya gini nih: "Yah, jadi hari Kamis malem, lah, Mas." Yakin gitu intonasinya. Kenyataannya mah janji tetap dilanggar. "Belum jadi, Mas... Lagi banyak pesenan. Hari Senin setelah maghrib, lah, paling." Lah, gimana coba kalau bajunya mau gue pake Sabtu? Makanya kalau bikin janji sama tukang jahit, gue sih mendingan bohong. Misalnya, kalau bajunya mau gue pake tanggal 30, gue bilang untuk dipake tanggal 14. Soalnya tukang jahit lebih sering salah perhitungan daripada benernya!"

"Udah bagus bukan kayak janji politisi ya, Lee. Kebanyakan sih bikin janji cuma asal bikin aja. Yang penting kepilih dulu." Tawa Emma lepas.

"Makanya, Nik, jangan terlalu berharaplah. Ini anak kecil. Janji aja dulu, mikir belakangan. Yah, mikirnya nggak panjang, lah. Hidup lo akan terasa lebih baik deh daripada percaya sama orang yang suka bikin janji-janji palsu." Tawa CK lebih beradab. Aku yakin dia sedang tersenyum kece.

Aku mangkel. Aku sudah berusaha untuk tidak mengirimkan email untuk Collin karena tak mau dianggap sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit protes, sedikit-sedikit ngambek. Tapi, aku benar-benar nggak bisa berhenti memikirkan hal ini. Dan semakin dianalisa, tangisku semakin dasyat. Akhirnya aku memutuskan untuk menuliskan uneg-uneg di dada.

Dear Collin,

Kenapa sih barusan kamu ninggalin aku tanpa pamit? Aku bingung....

Terus, kenapa tadi pagi kamu nggak ngirim SMS? Malahan ngebiarin aku nungguin kamu seharian di depan komputer.... Kamu, kan, bisa kasih kabar kalau nggak bisa online... Masa sih kehabisan pulsa terus? Atau kamu beneran lupa?

Hubungan kita ini nggak mudah untuk aku.... Kita, kan, jauh.... Mau komunikasi aja kok rasanya susah banget sih.... Setiap kali lagi chatting, internet kamu lebih sering putusnya.... Peraturan kamu juga banyak banget.... Aku nggak boleh telepon kamu, nggak boleh lihat foto kamu.... SMS sering nggak dibales akibat kehabisan pulsa....

Tapi kamu harusnya tahu, aku tetap mau usaha.... Aku ngebatalin janji sama temen-temen aku supaya bisa sama-sama kamu.... Aku tuh berkorban, baby.... Kok kamu nggak menghargai usahaku sih.... Aku sampe nggak bisa berhenti menangis.... Aku cape.... Yang sebetulnya lebih nyakitin karena kamu bahkan nggak inget aku baru pulang dari luar kota.... Lima hari, kan, lama.... Kamu bahkan nggak merasa kehilangan aku....

Aku bukannya marah, tapi aku sedih. Bukannya aku mau mengikat kamu di kursi komputer. Bukan juga aku nggak mau mengerti kamu kalau kamu juga punya hobi dan kehidupan kamu sendiri.... It's just..., rasanya sakit. Aku kangen kamu.... Kamu ngerti nggak, sih? Pernah nggak kamu coba mengerti aku? Ini pertama kalinya aku merasa nggak berarti karena harus ngeliatin layar komputer seharian, ngarepin ikon profil kamu berubah warna, menandakan kamu online. Rasanya nggak masuk akal....

You just don't care about me, do you? Hubungan kita ini buat kamu cuma iseng, ya? Atau gimana sih....

Now I sound pathetic. :(

-Niki

Emosiku naik lagi. Menangis pada saat ini adalah pelepasan yang tak terhindarkan. Aku menangis hingga tertidur. Kelelahan.

Just Wanna Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang