"Matanya indah ya, hitam, alisnya juga tebal."
"Ia Mas seperti mata kamu, tapi alisnya mirip alisku."
"Ia alisnya persis seperti alis kamu ya, nanti besarnya juga bakalan cantik seperti kamu."
"Tapi bibir sama hidung persis Mas, jadi miripnya sama Mas."
Ehemmm
Mendengar suara deheman dari arah balakangnya, Hanif yang tengah menggedong bayi, langsung berbalik dan menoleh kearah pintu, melihat ibu Zubaidah sedang berdiri memperhatikan interaksi mereka.
"Mama sejak kapan di situ, kok gak masuk kedalam Ma?"
"Terus mama gak kebagian mirip apa-apa, semua mirip kalian." Ucap ibu Zubaidah menghiraukan pertanyaan Hanif putranya. Setelah berkata seperti itu, Ibu Zubaidah langsung masuk kedalam kamar rawat Afifah dan duduk di kursi samping tempat tidur.
Hanif dan Afifah hanya bisa terkekeh melihat wajah pura-pura cemberut ibu Zubaidah, saat mengatakannya.
Afifah memang sudah melahirkan tiga hari yang lalu. Akhirnya Afifah melahirkan bayi perempuan, setelah tiga hari balik dari rumah sakit kontrol terakhir mereka. Proses yang cukup sulit dan menegangkan namun terbayar lunas setelah tangisan bayi mungil itu terdengar. Alhamdulullah tidak perlu di induksi maupun operasi juga.
Rasa syukur dan haru menyelimuti hati mereka setelah kelahiran sang buah hati yang telah di nanti-natikan. Senyum bahagia senantiasa menghiasi wajah mereka, melihat bayi mungil itu terlahir kedunia. Aisyah putri, nama yang indah juga telah diberikan.
"Gimana keadaan kamu sayang, udah enakan badannya?" Tanya ibu Zubaidah kepada Afifah, sambil mengupas buah apel diatas nakas dan memotongnya kecil, lalu menyuapkan kepada menantunya itu.
"Alhamdulillah ibu, jahitannya uda gak terlalu ngilu lagi, dibawa jalan juga udah enakan." Jawab Afifah setelah ia mengunyah habis buah di dalam mulutnya.
"Syukurlah sayang, tapi jangan terlalu banyak gerak dulu biar jahitannya cepat kering, jahitan kamu kan lumayan banyak sayang. Harus banyak makan buah dan sayur juga supaya cepat pulih. " Ibu Zubaidah mengusap lembut rambut Afifah dengan sayang.
"Terimakasih Ibu, dari awal kehamilan sampai Afifah melahirkan ibu sudah banyak mengajari dan membantu Afifah. Afifah sangat bersyukur punya ibu mertua sebaik ibu, hiks ... ". Isak tangis haru keluar dari mulut Afifah. Sangat wajar memang, mengingat ia yang sudah yatim piatu. Kasih sayang dan perhatian dari ibu mertuanya sangatlah besar artinya.
"Hustt ... kamu jangan menangis, malu sama Aisya. Udah jadi emak-emak kok cengeng", ucap Ibu Zubaidah sambil mengusap ujung matanya dengan jilbab yang ia kenakan.
'Mama ... mama, melarang menantunya menangis padahal dirinya sendiri juga sudah banjir air mata.' Batin Hanif yang juga ikut berkaca-kaca melihat adegan ibu mertua dan menantu itu. Betapa beruntungnya dia dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya itu sangat saling menyayangi.
Tak perlu ada adegan pilih aku atau ibumu seperti didalam sinetron-sinetron yang sering ada di televisi itu."Udah dong adegan mertua dan menantunya, kita kan sebentar lagi mau pulang. Mas mau urus administrasi ke bawah dulu", ucap Hanif sambil meletakkan bayi Aisya kedalam pangkuan Afifah.
"Apaan sih mas, emang main drama pakai adegan-adegan segala."
"Udah sana, kamu pergi cepat-cepat, gangguin ibu sama Afifah saja."
Hanif hanya menyengir mendengar omelan kedua wanita yang dicintainya itu, sambil berlalu dengan cepat. Takut kena damprat dia.
*****Hanif, Afifah, Ibu Zubaidah serta si mungil Aisyah sudah sampai di rumah sejak satu jam yang lalu. Aisyah tengah terlelap, sementara Afifah tengah asyik memandangi wajah mungil putrinya itu.
tok ... tok ...
"Afifah kamu sudah tidur?"
"Belum Bu, Ibu masuk saja pintunya gak di kunci, Bu."
"Ini ibu buatin susu, kata dokter baguas buat ASI kamu. Ibu kemaren sudah konsultasi sama dokter laktasi kamu."
"Terimaksi bu," ucap Afifah sebelum ia meneguk susu buatan ibu mertunya itu hingga tandas.
"Susunya enak banget bu, rasanya beda"
"Yang benar kamu, setau ibu semua susu rasanya sama". Kening ibu Zubaidah mengerut mendengar perkataan menantunya itu.
"Rasanya beda, karena ibu yang buat. Rasanya lebih enak karena dibuat dari tangan ibu yang penuh cinta."
"Halah ... kamu ini bisa saja. Gombalan kamu itu gak mempan sama ibu." Ibu Zubaidah mengelak, padahal pipinya sudah bersemu merah, senyumnya merekah. Menantunya ini memanglah sangat pandai mengambil hatinya.
"Afifah ... kamu tahu kenapa Ibu ingin kalian menamakannya Aisya Putri." Ibu Zubaidah berkata sambil mengelus-elus pipi Aisya. Sesekali ia terlihat menggeliat merasakan sentuhan dari neneknya.
"Kenapa bu?"
"Karena selain nama Aisya adalah nama salah satu wanita solehah yang merupakan istri Rasulullah, nama itu juga sama persis dengan nama istri pertama ayah mertuamu. Aisyah putri wanita yang paling baik dan yang paling solehah yang pernah ibu temui."
"Ha?"
Ibu Zubaidah tersenyum melihat wajah heran menantunya."Hanif pasti tidak pernah cerita, terlihat dari raut wajahmu."
"Ia bu, Afifah baru dengar dari ibu,"
"Ia meninggal saat melahirkan, bayinya juga tidak selamat. Dia kakak kandung ibu, nak"
"Kakak kandung ibu?"
"Ia nak, Kami cuma dua bersaudara. Yatim piatu yang diasuh oleh adik ayahnya ibu, kakek Darto. kakeknya Hanif."
"Jadi kakek Darto bukan ayah kandung ibu.
Ibu Zulaika tersenyum, lalu melanjutkan ceritanya.
"Singkatnya, setahun setelah kakak ibu meninngal, ibu menikah dengan ayah mertuamu atas permintaan dari kakek Darto. Dijodohkan."
"Kapan-kapan ibu ceritakan lengkapnya, yang jelas ibu ingin Aisyah tumbuh jadi perempuan yang ceria, ramah, penyayang dan solehah seperti nenek nya, almarhum kakaknya ibu."
"Aamiin. Ia Bu, terimakasih. Aisya putri nama yang indah."
"Ya sudah, kamu istirahat ya. Kamu harus tidur untuk persiapan begadang nanti malam"
"Siap bu, dilaksanakan".
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Berembun
RomanceAfifah dan Hanif adalah sepasang suami istri yang terpaksa berpisah karena sebuat tragedi. Afifah dan hanif memiliki seorang putri bernama Aisyah. Setelah 10 tahun berpisah dan mengalami banyak kepedihan akhirnya Afifah bisa kembali pulang. Tetapi h...