Ketukan di pintu kamar Abel diiringi dengan suara ibunya yang setengah berteriak membawa Abel terbangun dari alam mimpinya membuat kelopak mata yang dibingkai rambut-rambut lentik terbuka secara perlahan, mata bulat dengan netra sekelam malam milik Abel mengerjap-ngerjap secara perlahan menyesuaikan cahaya yang memasuki celah-celah ventilasi udara yang berada di atas jendela di dalam ruangan kamar Abel."Bangun nak," ucap Rigel sambil membelai lembut rambut Abel.
"Ada apa, Bu?" Abel memeluk pinggang Rigel sambil berbaring.
"Mandilah dahulu lalu turun ke bawah," Rigel tersenyum menatap Abel lalu menyibak selimut yang menutupi tubuh Abel, Rigel menarik lengan Abel yang melingkar di pinggangnya agar berdiri lalu menggiring Abel berjalan kearah pintu kayu yang berada di dalam kamarnya, tepatnya adalah sebuah kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur.
"Setelah selesai, datangi Ibu di dapur, Nak," ucap Rigel setengah berteriak sambil menutup pintu kamar Abel.
"Iya, Bu," sahut Abel dari dalam kamar mandinya sambil setengah berteriak.
Abel mengisi bak mandi dari kayu dengan air hangat kerena musim tahun ini sudah memasuki musim penghujan membuat udara terasa dingin.
Saat merasa air hangat sudah cukup memenuhi bak mandi, Abel mulai menangalkan pakaian yang melekat di tubuhnya meletakan pakaian kotor itu di keranjang di samping pintu kamar mandi.
Abel memasukan tubuhnya ke dalam bak mandi yang berisi air hangat menengelamkan tubuh mungilnya, hingga sebatas bahu membuat rambut panjangnya yang terurai ikut basah.
Abel mendesah pelan saat tubuhnya terendam air. Kedua telapak tangannya menampung air dan membasuh wajahnya. Abel termenung ia ingat dulu kakek moyang Abel membuat alat yang dapat menampung air dan menyaring air hingga dapat digunakan. Akibat ulah manusia pada zamannya terdahulu air tercemar dan tidak dapat digunakan lagi.
Setelah merasa cukup puas membersihkan tubuh Abel mengambil kain bersih untuk menutupi tubuhnya.
Abel berjalan keluar dari kamar mandi berlalu kearah lemari pakaian berpintu kayu dengan ukiran bunga Dendalion lalu memilih baju yang akan dikenakannya.
***
"Ibu, apa yang ingin Ibu katakan?" Abel berjalan kearah Ibunya yang berada di dapur tampak sibuk membuat sesuatu Abel memperhatikan Ibunya yang tengah memasak, meski sudah berkepala tiga Ibunya tetap cantik dan terlihat lebih muda dari usianya.
"Oh, kau sudah selesai. Sarapan dulu nanti Ibu katakan," Rigel menatap putri semata wayangnya dengan lembut, Abel terlihat cantik dengan onepice putih selutut bertali spageti dibalut dengan blezer biru tua nampak cocok dengan wajah mungilnya dan ditambah rambut hitamnya dikuncir kesamping. "Baiklah, Bu," Abel menatap menu sarapan hari ini yang disajikan Rigel untuknya sup labu yang nampak lezat untuk dinikmati.
"Abel, Ibu ingin kamu berikan berkas ini pada Ayah mu di kantor," Rigel berkata setelah Abel selesai menyantap sarapanya, Rigel yang duduk di depan Abel menyerahkan berkas itu kearah Abel, "Ayah mu berada dikantor pusat, Ibu harus melakukan sesuatu. Jadi, Ibu tidak bisa mengantarnya".
"Baik Bu, aku akan mengatarkanya kepada Ayah," Abel menatap ibunya dan beranjak dari meja makan. Rigel tersenyum lembut Abel memang selalu dapat diandalkan oleh Rigel maupun Lukas, Abel anak yang lembut dan baik hati.
"Baiklah aku pergi dulu, Bu," Abel berjalan keluar rumah di mana ia merasakan angin dingin yang menerpa tubuhnya, "Hati-hati Abel!" Rigel menatap Abel dari depan pintu rumah di mana terlihat Abel melangkah manjauh dari pekarangan rumah.
"Iya Ibu, aku pergi dulu," Abel berjalan meninggalkan halaman rumahnya dan Rigel yang masih berdiri di depan pintu menatap punggung mungil Abel yang perlahan menghilang, "Aku harap tidak terjadi sesuatu yang buruk," Rigel entah mengapa merasa akan ada sesuatu yang terjadi cepat atau lambat ia tidak tahu yang pasti ia berharap saat itu terjadi Abel baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCOVIO HEART
RomanceKetika murka alam semesta memporak-porandakan peradaban manusia, menghancurkan setiap sumber kehidupan sehingga hampir tiada tempat bagi umat manusia untuk menata kembali kehidupannya. Mungkinkah umat manusia bertahan hidup atau menyelamatkan perad...