Kota Svalbard saat ini sedang dinaungi oleh awan berwarna kelabu yang memudarkan seluruh langit cerah siang itu. Tetesan air bening jatuh menghunjam bumi, membawa hawa dingin menembus melewati pori-pori kulit hingga masuk menusuk tulang. Aroma tanah kering yang seketika basah oleh butiran air laut dari awan menciptakan nuansa menenangkan yang begitu khas.
Rigel, wanita paruh baya itu menghampiri putrinya yang tengah duduk termenung sambil menatap langit mendung dari balik jendela perpustakaan yang berada di dalam rumah mereka.
"Abel," Rigel menepuk lembut pundak Abel, membuat Abel sontak terlonjak dari lamunannya.
"Oh Ibu... Kau membuat jantungku bekerja tidak sehat," Abel berseru lirih sambil mengusap dadanya diikuti dengan matanya yang bulat besar tampak terbuka lebar.
Rigel tertawa pelan mendengar penuturan putrinya sambil mengambil tempat duduk tepat di sebelah Abel, "Maafkan Ibu sayang. Apa yang sedang kau lamunkan putriku?" Rigel menatap Abel dengan matanya yang memancarkan kehangatan sambil mengusap pelan puncak kepala Abel dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Aku... hanya sedang memandangi tiap tetes air hujan yang jatuh dari langit, Bu."
Rigel menatap kearah jendela, ikut memandangi tetes demi tetes air bening yang jatuh membasahi bumi. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya, memasukkan udara sejuk ke dalam rongga paru-parunya lalu menghembuskannya, "Suasana yang nyaman," ucapnya sambil memejamkan mata dan tersenyum lebar.
Abel melirik kearah Ibunya lalu tersenyum sambil mengangkat kedua tangannya, memeluk Ibunya dari samping dan menyandarkan kepalanya di pundak Ibunya, "Sangat nyaman."
Ibu dan anak itu melontarkan beberapa candaan sembari tertawa lepas menyiratkan kebahagiaan.
"Lanjutkan lagi literasimu," Rigel melirik kearah Abel yang masih setia menyandarkan kepalanya.
Mendengar kalimat ultimatum dari ibunya, Abel langsung menegakkan posisi duduknya dan kembali membaca buku yang berada dipangkuannya.
"Tanyakan apa saja yang sulit kau pahami."
"Baik," ucap Abel bersikap serius saat sedang belajar.
Rigel tersenyum melihat tingkah putrinya. Ia mengamati mimik wajah Abel. Dahi putrinya terkadang terlihat berkerut-kerut seolah sedang berusaha menyelami setiap patah kata yang tersirat di dalam buku yang berada di dalam genggaman kedua tangan indahnya.
Beberapa jam telah berlalu, matahari perlahan bergeser naik hingga mencapai puncaknya. Abel menoleh ke arah Ibunya yang dengan penuh kesabaran telah menjawab setiap pertanyaan demi pertanyaan yang terlukis rapi di dalam benaknya.
"Sudah selesai membacanya?" tanya Rigel kepada anaknya.
"Sudah," Abel menutup bukunya dan tersenyum kearah Ibunya kemudian beranjak dari bangku lembut yang menjadi alas duduknya tadi, kakinya yang indah melangkah dengan perlahan menuju rak buku berwarna putih, memasukkan buku yang berada di genggaman tangannya ke dalam barisan buku di atas rak yang bertuliskan dua patah kata yaitu, kata selesai dibaca. Dua patah kata itu ditulis dengan tinta berwarna hitam di atas secarik kertas berwarna putih berukuran sedang yang di tempel sedemikian rupa hingga menyaru bersama warna rak yang putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCOVIO HEART
RomantizmKetika murka alam semesta memporak-porandakan peradaban manusia, menghancurkan setiap sumber kehidupan sehingga hampir tiada tempat bagi umat manusia untuk menata kembali kehidupannya. Mungkinkah umat manusia bertahan hidup atau menyelamatkan perad...