Bab 5

12.3K 1.4K 80
                                    

Aku hanya seorang laki-laki yang terkesan cuek di matamu. Namun kenyataannya aku hanya tidak tahu cara yang tepat untuk membuatmu bahagia tanpa luka.

"Barra mana?" tanya Shaka yang pagi-pagi sekali sudah datang ke apartement tempat tinggal Bitha bersama keluarga kecilnya.

"Bang Shaka, apa-apaan sih. Masih pagi udah rusuh banget." ucap Bitha tidak suka karena dengan seenaknya kakak laki-lakinya itu langsung saja masuk dan berjalan menuju kamar di mana Barra masih terlelap.

Perjalanan jarak jauh yang sangat melelahkan, membuat mereka semua masih terlelap di pagi ini. Andai saja Shaka tidak datang, Bitha pastinya masih terlelap di samping Barra tentunya.

"Dia belum bangun? Ya ampun."

"Masih jet lag kali. Makannya sekali-kali ke Jerman. Diajak ke sana nggak pernah mau sih." gerutu Bitha membiarkan Shaka melakukan segala hal sesuka hatinya.

"Walau jet lag bukan berarti nggak sholat subuh kan. Gimana sih itu suami lo. Udah tua bukannya inget mati, malah inget cari duit aja kerjaannya."

"Barra... " panggil Shaka berteriak. "Bar... Bangun woy!!" panggilnya berulang kali sampai tubuh Shaka masuk ke dalam kamar tidur di mana Barra berada.

Bitha yang melihat tingkah kakaknya itu tidak bisa menahannya sedikitpun. Pasti ada tujuannya Shaka datang pagi-pagi begini. Entah ada masalah apa dengan Barra, yang jelas Bitha malas ikut campur.

"Iya. Iya. Besok gue transfer." suara Barra membalas teriakan Shaka yang menggema di dalam apartement tersebut.

"Alah lo janji mulu. Bayar kali hutang lo yang udah berbulan-bulan. Gimana bengkel gue mau dapat untung kalau adek ipar, sepupu, ponakan, semuanya pada servis tapi nggak pernah bayar." sambung Shaka kembali yang kini mengikuti Barra menuju dapur di mana Bitha sedang duduk memegang gelas yang berisi setengah gelas air putih.

Tanpa banyak bicara, Barra mengambil gelas tersebut. Lalu meneguknya hingga tandas. Namun sayangnya setengah gelas air putih itu tidak berhasil menghilangkan rasa kantuknya.

Tubuh yang lelah setelah perjalanan panjang, serta banyaknya masalah yang ia pikirkan saat ini sangat mendukung tubuhnya untuk meminta istirahat lebih.

"Iya, gue bayar Bang. Lo tenang aja. Semuanya gue lunasin. Mobilnya juga baru gue jual, jadi... "

"Apa? Lo jual? Mobil itu gue modif susah payah lo jual gitu aja. Gila. Bilang-bilang dong kalau lo mau jual. Kan gue nggak perlu repot-repot modif."

"Bang, kalau dimodif lakunya lebih mahal. Gimana sih?"

"Ya tapi, semua aksesoris yang gue pakai untuk mobil itu yang terbaik. Tapi... Akh, emang ngeselin ya lo!!" makinya kesal. Dia melirik Bitha mencoba untuk memberitahu bagaimana tingkah suaminya yang menurut Shaka menyebalkan. Namun Bitha seolah tidak ambil pusing. Dia tidak mau ikut campur masalah laki-laki.

"Kalian kenapa sih? Masih pagi, tapi ribut. Dan sekarang gue juga dibawa-bawa. Gue aja nggak tahu kalian bahas tentang apa." sahut Bitha agak kesal.

"Dia ini jual mobil lo, Bitha. Dan lo nggak tahu apa-apa. Kalian itu suami istri atau bukan? Suami jual mobil, istrinya nggak tahu. Jangan sampai istri jual diri, suaminya juga nggak tahu."

"Bang Shaka!!!" bentak Bitha.

"Lagian, gue baru tahu hubungan kalian makin ancur aja. Pantas selama ini Abi nggak mau tinggal bareng kalian. Lebih milih tinggal sama Bunda. Ternyata begini kehidupan kalian yang sebenarnya. Gila. Kalau Ayah tahu, abis kamu Bitha!!"

"Bang Shaka sok tahu deh, Abi tuh bukan nggak mau tinggal sama aku. Tapi dia cuma mau pergi ke sekolah lebih dekat. Kalau tinggal di rumah Bunda, dia gampang ke sekolahnya. Kalau di sini kan jauh."

After 15 years MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang