Bagian XIV

310 24 5
                                    

Aku publish lg buat ngejar target, hehe..

Monggo baca lagi:)

###

Attaya memulai hari ini dengan tumpukan kertas didepannya. Kebetulan jadwal latihan bertarung untuk hari ini selepas makan siang, Aki selalu mendesaknya untuk cepat menyelesaikan kisah mimpi. Jadi daripada bermalas-malas ria, Attaya mengisi waktu luangnya dengan melanjutkan tulisannya.

Sebenarnya selain memikirkan tumpukan kertas yang menggunung ini, Attaya juga memikirkan tentang kemarin. Tentang cahaya yang menyelimutinya. Yang anehnya adalah tadi pagi saat Attaya bangun dari tidurnya-pingsannya- Attaya merasa tubuhnya lebih ringan dengan semangat yang berkobar didalamnya. Inginnya cepat-cepat berlatih dan menyelesaikan tugas menulisnya. Anehkan?

Mungkin karena pengaruh ia bermimpi berdebat lagi dengan mamanya, jadinya Attaya bersemangat seperti ini. Ahh.. Harusnya Attaya tidak memusingkan itu. Masih ada banyak hal yang harus ia pikirkan. Jadi daripada memikirkan yang tidak-tidak. Lebih baik Attaya mulai bersiap dengan gunungan kertasnya.

Attaya mulai membuka dan membaca gulungan-gulangan kertas itu. Kertas yang ia minta dari semua rakyat dunia mimpi beberapa hari lalu. Aki bilang, harapan-harapan dari rakyat dunia mimpi ini bisa membantu Attaya untuk menyelesaikan ceritanya.

Kebanyakan, isi-isi kertas itu adalah harapan tentang hidup mereka yang berakhir bahagia. Satu-dua ditambah dengan keinginan mereka seperti mempunyai rumah permen dan coklat agar bisa memakannya setiap hari. Beberapa lainnya ingin berjodoh dengan sang putri, Dvl.

Attaya terkekeh, inikah imajinasinya yang telah menyusahkannya sekarang.

Lalu Attaya membuka gulungan kertas yang diikat dengan pita merah. Kertasnya tidak selusuh kertas-kertas lainnya. Tulisannya lebih rapih dan juga terdapat cap kerajaan yang juga berwarna merah.
Tunggu, cap kerajaan? Apakah ini dari raja Hat.

Saat Attaya membaca isi suratnya, mata Attaya langsung membulat. Kakinya langsung membawa tubuhnya mencari Aki.

*-*

Padang lapang itu lengang seketika. Cuitan burung-burung terbang, ikan-ikan yang sedang menyelam dan aktivitas hewan-hewan diatas pohon langsung terhenti. Kalau boleh ditambahkan deru angin disekitarnya pun memelan, seakan ikut merasa kaget setelah Attaya melepas anak panahnya.

Panglima Had, Zee, Devan bahkan Attaya sendiri juga kaget saat melihat bidikannya tidak melesat sedikitpun. Beberapa buah apel yang dibawa oleh hewan-hewan diatas pohon, berturut-turut berjatuhan ke atas tanah.

Refleks Attaya melihat kedua telapak tangannya, mendapati sedikit sinar dari garis-garis kehidupannya. Apa yang sudah terjadi padanya?

Had berdehem, "sepertinya kau berlatih keras semalaman Attaya, sekarang simpan busur panahmu dan angkat pedangmu. Kita bertarung."

Attaya melotot kaget, mungkin memang aneh saat dirinya melakukan semuanya dengan baik. Tapi mungkin ini hanya kebetulan saja kan? Nasib baik sedang berpihak kepadanya hari ini. Kalau begitu, Had harusnya tahu dan mengerti. Bukannya malah mengajaknya bertarung menggunakan pedang.

Demi apapun pedang bukanlah benda kesukaannya. Untuk mengangkatnya saja Attaya tidak kuat.

"ngg.. Aku rasa aku harus berlatih memanah lebih lama lagi Had, mungkin tadi hanya kebetulan saja, dan kebetulan tidak ada dalam dua kali kan?"

"untuk seseorang yang tidak percaya dengan kata kebetulan, kau sudah membohongi dirimu sendiri Attaya. Panahnmu sangat bagus untuk seorang pemula Attaya, hebat. Tapi baikalah kalau kamu ingin berlatih lagi. Sekarang coba kau panah daun yang baru saja gugur dari pohonnya, atau burung yang terbang cepat dilangit."

Mimpi (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang