BAB 4

37 7 3
                                    

Five months later...

Sudah lima bulan berlalu semenjak aku menemani Zach membeli hadiah untuk Sania. Cowok itu akhirnya berhasil menjadikan Sania sebagai kekasihnya dan hubungan mereka masih bertahan hingga saat ini. Waktu kami semakin sedikit untuk sekadar have fun bersama, tapi sesekali Zach mengirimiku pesan singkat. Setidaknya dengan Zach yang melakukan hal itu berarti dia tidak melupakanku. Aku tahu kali ini dia benar-benar menyukai Sania dan menyayangi cewek itu, aku bisa melihat pancaran hangat dan kasih sayang di dalam matanya.

Minggu depan aku akan memulai Ujian Nasional sebagai ujian terakhirku sebelum lulus. Tidak terasa masa sekolah tiga tahunku sudah berakhir. Aku berniat melanjutkan pendidikan di luar negeri agar bisa membantuku melupakan perasaanku pada Zach. Sudah tiga tahun aku mencintainya dan semuanya masih tetap sama saja. Seandainya nanti aku tetap tidak berhasil move on setidaknya kami harus berjauhan.

Saat ini aku sedang sibuk belajar untuk mendapatkan hasil yang terbaik, aku tidak mau mengecewakan Mama. Aku harus membuatnya bangga dengan pencapaianku.

Tok tok.

Pintu kamarku terbuka menampilkan Mama di baliknya, "Sayang? Boleh Mama masuk?"

Aku tersenyum, "Masuk aja, Ma,"

Mama melangkah mendekat lalu meletakkan gelas berisi susu yang dibawanya ke atas meja nakas. Aku bangkit lalu duduk di sebelah Mama membiarkannya mulai menyisir rambutku. Aku tahu ada yang ingin dibicarakan Mama, oleh karena itu aku hanya diam menunggunya buka suara lebih dulu. "Kamu belajar untuk UN?" tanya Mama.

Aku mengangguk, "Iya, aku nggak mau buat Mama kecewa."

"Mama nggak minta kamu dapat nilai bagus, yang penting kamu udah berusaha keras,"

"Aku tetep mau buat Mama bangga sama hasil yang aku dapet nanti."

"Kamu keras kepala ya."

Aku tertawa pelan menanggapi ucapan Mama.

"Zach udah jarang ke sini ya, Ra?"

"Dia... Mungkin sibuk,"

"Sibuk sama pacarnya?"

Aku terdiam sejenak, "Nggak tahu deh,"

"Sabar ya, lepas aja kalau kamu mau menyerah, cinta kadang bisa tega. Dia menghianti kita yang telah berjuang sekuat tenaga untuk seseorang yang tak punya rasa yang sama."

Mataku memanas mendengar perkataan Mama, jika saja melupakan Zach mudah pasti sudah kulakukan sejak lama. Pada kenyataannya, rasa ini justru kian menguat. Membuatku hanya bisa memendamnya dalam hatiku. Tidak peduli meski perih, tetap acuh meski pedih.
Aku berbalik lalu memeluk Mama membiarkan isak tangisku pecah di pundaknya.

"Jangan nangis, anak Mama kan kuat. Berhenti okay?"

Aku berusaha menghentikan isak tangisku. Walaupun akhirnya berhenti tetapi air mataku tetap saja mengalir. Dadaku juga terasa sesak dan sakit. Mama memberi jarak lalu mengusap air mata di pipiku, "Sshh... Kamu istirahat ya? Tidur bisa membuat kita lupa rasa sakitnya walaupun hanya sementara. Mama akan meninggalkan kamar kamu sekarang, selamat tidur, Sayang." ucap Mama seraya mengecup keningku sebelum ia melangkah keluar.

Aku meminum susu yang dibawa oleh Mama, setelah habis aku merebahkan tubuhku di ranjang dan berselimut sampai dada. Kuharap saat aku bangun esok hari, aku bisa melupakan kesakitan ini. Sebenarnya aku terkadang heran, mengapa aku bisa sangat mencintai Zach? Mengapa aku tidak bisa menganggapnya sebagai sahabat biasa saja? Memang, hati tidak bisa memilih pada siapa ia akan jatuh cinta.



A & Z [SLOW UPDATE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang