Part 8

58 1 0
                                    

~Sejadah Cinta
Oleh: Nia Daniati
*Part 8
--
Berjubah jelap, berpeci hitam, kak Rahman terus berjalan ke arahku. Aku tertegun, mataku sayup, tangan dan kakiku dingin sedingin salju, hatiku tak karuan. Dia melangkah ke arahku dengan ekspresi wajah kosong, mengacuhkan suasana hatiku yang gundah, aku berusaha bersembunyi di tengah-tengah kerumunan santri. Meski begitu, aku bahagia bisa melihatnya kembali. Langit dan lembayu berseri, bergemuruh mewakili isi hatiku.
Usai acara itu, kak Rahman lenyap dari pandanganku. Aku mengingatnya, hari ini adalah momen bersejarah dalam hidupku.
--
Tanggal 6 September 2015, aku menyelesaikan study di Aceh. Hari ini adalah wisuda pertamaku.
Aku memakai toga berwarna hitam, sleber biru melingkari dada dan bahuku, kalung wisuda lengkap dengan mendali berbentuk logam kecil dan pipih, topi wisuda berwarna hitam pula, semua lengkap ku kenakan.
Ayah dan Ibu menemaniku, persis seperti mimpi yang ku ceritakan pada Ibu waktu itu. Di ruang megah, Ayah dan Ibu menatapku penuh dengan keridhoan. 
Sesekali ku lihat bendungan kristal terjun dari sudut mata keduanya. Mereka tersenyum semberingah, haru dan bahagia.
Perjuanganku tejawab oleh waktu, aku akan berjalan menelusuri setiap takdir yang telah Allah gariskan untukku. Alhamdulillah, bibirku tak keluh menyebut asmaNya.
---
Setelah hari ini, aku akan memulai segalanya dari awal. Namun terusterang, hingga detik ini perasaanku kepada kak Rahman tak dapat ku bendung juga. 
Ada beribu tanya yang melintas dalam benakku. Aku berusaha keras bersifat biasa, membuang semua puing-puing rindu yang ada.
Namun, sekeras apapun aku melakukannya, rinduku semakin membuncah, dadaku sesak, aku tak dapat berbohong pada diri sendiri.
.
Aku telah melewati hari-hari dan malam panjangku dalam getirnya cobaan hidup. Ah duhai, dari sekian banyak pria yang Allah ciptakan di muka bumi, mengapa hanya kak Abdurrahaman yang ditakdirkan untuk bertahta di hatiku?
--
Tak lama menunggu, beberapa jam usai wisuda, aku dan kedua orangtuaku bergegas menuju bendara Sultan Iskandar Muda Aceh, setelah dua hari sebelumnya semua barang-barang telah ku kemas rapi.
''Nak, bagaimana jika setelah ini kau menikah saja?'' Ibu mendadak bertanya padaku.
''Udahlah, Bu. Toh usia dedek pun masih muda.'' Aku merebah manja di bahu mungil Ibu. Ibu merangkul lenganku dengan tangan hangatnya bersama suasana waiting room yang sejuk, memecahkan kegundahan jiwaku dalam pangkuan Ibu.
--
Setelah tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Dadaku kembali berdetak kencang, seperti ada seseorang yang tengah menantiku di kejauhan sana.
Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sejadah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang