BAB 2

67.7K 5.9K 184
                                    


"Lo di mana, Hani Hapsari? Gue ada meeting setengah jam lagi tapi sampai sekarang gue belum lihat Jazz lo. Lama-lama gue pergi sendiri, nih!" Nila sewot di telepon sambil melihat jam tangannya dan menghentak-hentakkan sandal jepitnya di lantai berlapis ubin putih.

"Sabar, buuuuu. Lo tunggu depan kosan aja. Gue sama Phil tinggal belok nyampe, nih..." jawab Hani santai.

"Gue sudah dari tadi nunggu lo di depan kos, Han..." Nila frustasi dengan kelakuan temannya. Biasanya dia memang tidak peduli karena supervisor-nya bisa terbilang santai kalaupun ia datang telat, tapi hari ini dia ada meeting internal dengan CEO yang bisa gawat jika ia lewatkan. Jadi, sangat wajar jika ia tidak sabar.

Akhirnya Hani dan Phil muncul dengan Honda Jazz hitam-nya. Hani bahkan memberikan senyuman lebar ketika Nila meluncur masuk ke dalam mobil dengan wajah tertekuk.

"Tenang ajalah, kalau lo telat meeting kan ada Rudi yang bisa handle sementara," ujar Hani santai sambil memakai lipstick-nya lalu menyisir rambut bob sebahu-nya.

Hani is a very fashionable woman, bukan saja ia bekerja sebagai salah satu editor di majalah fashion dan gaya berpakaiannya, tapi juga karena otak kreatif-nya. Percaya atau tidak, hampir semua working dress yang ia pakai adalah hasil hunting di Pasar Baroe yang kemudian dia permak. She likes branded stuff juga sebenarnya, well, siapa yang enggak, tapi kalau tidak essential dia tidak peduli apakah itu branded atau tidak. Satu lagi, Hani tidak pernah mau mengenakan counterfeit branded stuff. Prinsipnya, if you can't afford the real one, then don't buy it.

"Gue mau meeting sama CEO, ya. Dan, harus berapa kali gue bilang kalau Rudi itu enggak satu departemen sama gue dan bikinin alasan gue telat bukan berarti handle sementara!" seru Nila dengan alis bertaut.

"Hahaha..." Phil tertawa renyah dari balik kursi kemudi. Suami-nya Hani yang berperawakan botak tipis, dengan postur tinggi dan otot yang menyembul kencang di balik kemeja lengan pendeknya ini memang paling senang menertawai Hani dan Nila yang sedang adu argumen seperti ini.

Mobil Jazz itu meluncur dari tempat kos-nya yang terletak di daerah Palmerah menuju tempat mereka bekerja di kompleks perkantoran yang sama di daerah Sudirman, hanya beda gedung dan perusahaan. Nila bekerja di salah satu perusahaan peralatan telekomunikasi, Hani bekerja di kantor majalah fashion dan Phil punya studio wedding photography yang ia buka bersama temannya. Bahkan Phil dan Hani pertama kali bertemu di Starbucks yang ada di kompleks perkantoran itu saat secara tidak sengaja minuman mereka tertukar. Nila menyebut pertemuan itu adalah meet cute ala drama Korea yang kesannya happily ever after. Yang ternyata memang benar karena setelah 2 tahun bersama dan kemudian menikah, Phil dan Hani are getting strong! Tiada hari tanpa Nila melihat morning kiss mereka, yang sejujurnya bikin Nila iri itu.

Nila sendiri mengenal Hani sedari pertama kali masuk SD dan selalu bersama sampai SMA. Kala itu, mereka langsung dekat karena menjadi teman duduk sebangku. Meskipun mereka tidak punya persamaan yang mencolok entah kenapa gelombang mereka selalu menyambung ketika mengobrol. Saat Nila mengalami hal buruk sewaktu di SD dan SMP, Hani-lah yang berusaha melindunginya. Hani jugalah yang membantu Nila bangkit dari pengalaman buruknya sehingga waktu Nila duduk di bangku SMA ia menjadi lebih percaya diri.

Ketika kuliah, mereka memilih universitas yang sama meski berbeda jurusan. Nila mengambil jurusan hukum, sementara Hani mengambil jurusan seni rupa dan design. Bahkan sampai kantor-pun berada di kompleks perkantoran yang sama. Bisa dibilang Nila bersyukur mempunyai Hani yang selalu mendukungnya. Dan, ia juga bersyukur persahabatan mereka bisa bertahan lebih dari 20 tahun.

Not A MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang