BAB 13

44.4K 4.7K 357
                                    

"I want you to calm down, Sylvia," ucap Reiga untuk kesekian kalinya di pembicaraan teleponnya dengan Sylvia siang itu.

"Really, Reiga? Kamu beneran enggak mau kasih tahu aku siapa wanita itu?" balas Sylvia.

"What's the point?"

"Poinnya adalah kamu enggak mau ketemu sama aku karena wanita itu, Rei. Jadi aku berhak tahu siapa dia!"

"We're on a break, Sylvia. Karena aku merasa perasaan aku yang kebagi enggak adil buat kamu..." ucap Reiga, memijat-mijat keningnya.

Hening sebentar kemudian terdengar desahan nafas Sylvia, "Maksud kamu ada kemungkinan kita akan putus dan kamu memilih wanita itu, kan?" tanya Sylvia dengan nada sengit.

"Jujur... iya..." jawab Reiga.

"Fine..." nada bicara Sylvia merendah. "Aku hanya mau bilang kalau aku harap kamu ingat sama semua hal yang sudah aku lakukan untuk kamu, Reiga. Bye..."

Ya, tentu saja aku mengingat semua yang kamu lakukan untukku. Kamu enggak perlu mengulanginya setiap kita bertengkar! Seru Reiga dalam hati.

Perbincangan mereka-pun berhenti. Reiga mengamati layar ponsel-nya dan kemudian melemparnya ke atas meja kerjanya. Ia meletakkan keningnya di tangannya yang bertumpu di atas meja. Lama-kelamaan semua ini begitu memusingkan. Ia sungguh tidak tahu alasan mengapa Sylvia sangat ingin mengetahui wanita yang dijodohkan dengannya sementara ia merasa tidak ada gunanya memberitahukan hal itu.

Memangnya apa yang akan dilakukan Sylvia ketika mengetahui siapa wanita itu? Apakah Sylvia bermaksud melabraknya? No, no, no... Ini bukan opera sabun dan ia rasa Sylvia sudah sangat dewasa untuk tahu bahwa itu adalah hal yang memalukan.

"Arrrgghh...!!" Reiga meraung frustasi sambil memukul-mukul pelan keningnya dengan kepalan tangannya. Jika ia tidak ingat ia sedang di kantor, ia pasti sudah mengacak-ngacak rambutnya dan membuatnya berantakan. Sesuatu yang tidak bisa ia lakukan karena image rapih dan berwibawa yang sudah melekat kepada dirinya karena Sylvia yang selalu memintanya untuk berpenampilan seperti itu. Bahkan ia memakai 3 layers suit di cuaca Jakarta yang panas ini.

Terdengar ketukan di pintunya beserta suara sekretarisnya yang meminta ijin untuk masuk ke dalam ruangannya. Reiga segera merapihkan dirinya, menarik dan menghembuskan nafas panjang untuk mengendalikan dirinya. "Masuk," ucapnya, pura-pura merapihkan dokumen yang tersebar di meja-nya.

"Pak, ini proposal untuk kick-off party dengan para vendor. Baru saja diantarkan oleh bagian marketing," kata sekretarisnya sambil meletakkan beberapa file dokumen di atas meja Reiga.

"Oke, saya cek dulu..." mata Reiga langsung mencari nama Fantelco dari tumpukan dokumen tersebut.

"Baik, Pak. Saya sekalian permisi makan siang, ya Pak," ucap sekretarisnya yang kemudian berlalu pergi setelah Reiga memberi anggukan.

Sudah jam makan siang rupanya. Reiga tersenyum lalu berdiri dan membuka jas serta vest-nya. Ia juga melonggarkan dasi dan melipat lengan panjangnya. Jujur, ia bosan dengan segala makanan mahal yang dipilih oleh Sylvia, mumpung sekarang ia lagi bebas, ia bisa pergi makan siang sesukanya dengan para staf.

Senyum di wajah Reiga tambah melebar ketika membuka pintu ruangannya ia bertemu dengan Pak Cepi beserta rombongan dan menghampirinya, "Makan siang di mana hari ini, Pak Cepi?" tanyanya ramah.

"Wah, Pak Reiga benaran mau ikut merakyat lagi, nih?" tanya Pak Cepi.

"Ayam penyet panas-panas gini asyik kayaknya..." sambar salah satu stafnya.

Not A MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang