Sorenya, Park Jimin main ke rumahku.
Aku tidak tahu apa yang salah dengan otak laki-laki itu sehingga dia datang ke rumah, tapi kala aku menemukan kehadirannya di depan pintu, nyatanya aku senang-senang saja.
Ibu langsung memelesat masuk kembali ke dalam rumah setelah menyajikan sepiring kue kering juga segelas besar es teh lemon, beliau meninggalkanku berduaan bersama Park Jimin di teras rumah.
Dan, jika aku dapat jabarkan seluruh perasaanku saat ini, rasanya itu tidak mungkin. Begitu banyak perasaan yang bercampur aduk dalam rongga dadaku juga mengacak-acak isi perutku. Rasanya ..., kebanyakan dari mereka ---perasaanku--- didominasi oleh perasaan gugup.
Duduk bersama Park Jimin dan menikmati waktu bersama ....
Hal pertama yang aku rasakan ketika Jimin duduk di sebelahku adalah,
bahu besarnya yang bertubrukan dengan bahu milikku menebarkan aroma citrus manis yang melesak masuk ke dalam indra penciumanku.
Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan aroma laki-laki itu yang menyengat penghiduku, tapi yang jelas ialah aku sangat menyukai aromanya.
Jimin membicarakan banyak hal.
Suaranya begitu merdu.
Sesekali aku mengangguk, mendengarkan. Lantas, tersenyum juga menopang dagu sembari menatap ke arahnya.
Satu pikiran yang muncul dalam benakku tatkala iris mataku tak sengaja bertumbukan dengan kedua bola mata jernihnya adalah;
Kenapa Tuhan begitu tidak adil?
Kenapa Dia membuat makhluk seindah ini baru menemuiku di saat aku menginjak usia di angka 21 dan bukannya dari dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 A LONER [JIMIN-YUNA] ✔
FanfictionKetika detik telah berubah menjadi menit dan hari telah berganti menjadi minggu, hingga tak terasa banyak waktu telah kau lalui, pernahkah kau bertanya kepada dirimu sendiri, untuk apa dan untuk siapa kau hidup?