<3 <3 <3
<3 <3 <3
<3 <3 <3
Beberapa tahun yang lalu terjadi sebuah wabah penyakit yang menyebabkan banyak orang meninggal, jatuh miskin dan sengsara. Pada saat itu dataran Big East yang semula merupakan dataran subur berubah seketika menjadi dataran kering gersang, sumber mata air mongering tiba-tiba, lahan pertanian berbatu dan berpasir, binatang ternak dan hewan buas banyak yang mati kelaparan pun si empunya. Pada masa sulit tersebut manusia tidak lagi memedulikan keluarga, saudara bahkan orang yang dikasihinya. Asal bisa makan dan bertahan hidup apapun akan mereka lakukan, mencuri, merampok, membunuh bahkan menjual sanak keluarganya sendiri. Termasuk seorang ayah yang sangat miskin dengan kesadaran penuh menjual kedua anak laki-lakinya pada keluarga kaya sebagai budak untuk sekedar mengisi perut yang meronta-ronta kelaparan. Kedua saudara itu pun berpisah dan tidak lagi diketahui keberadaannya sampai sekarang, entah masih hidup atau sudah mati menjadi mayat tak berarti dan dimakan oleh sekumpulan burung bangkai yang meneriakkan rasa lapar mereka diangkasa yang kelabu. Keluarga lain pun tidak kalah miris, menjadikan anak gadisnya sebagai seorang gisaeng misalnya hanya untuk mempertahankan perut tetap kenyang. Kenyataan pahit yang dulu merantai Big East perlahan-lahan memudar seiring berjalannya waktu, namun disudut-sudut yang terlupakan oleh penguasa dan pemerintahaan masih terjadi kekerasan serupa namun tak sama. Siapa yang membawa senjata dialah yang berkuasa. Ironi memang.
Hidup berdasarkan naluri untuk membunuh, mempertahankan hidup menjadi pilihan sebagian orang. Menindas yang lemah menjadi pilihan hidup beberapa orang, salah satunya yang terjadi disebuah daerah bernama Bollero.
Duak!
Petani tua itu jatuh pingsan seketika ketika dada kurusnya dihantam telapak kaki berlapis baja.
"Cuh!" seorang pemuda yang membuat si petani tumbang meludah mengenai petani yang sudah tidak sadarkan diri itu, "Dasar tua Bangka merepotkan! Aku hanya ingin anak gadismu menemaniku di atas ranjang malam ini! Aku tidak perlu kasar kalau kau menurut sejak tadi." Matannya yang jelalatan menatap seorang gadis yang menangis ketakutan dalam diam di sudut gubug. Pemuda berwajah bengis itu menghampiri si gadis, baru beberapa langkah terdengar jeritan ketakutan dari si gadis. Kepala pemuda berwajah bengis itu sudah terlepas dari tubuhnya, darah membanjiri gubug reot itu.
"Sampah kecoa semacam itu tidak pantas hidup!" katana panjang berlumuran darah itu kembali disarungkan. Wajah menawan pelaku pemenggalan sadis itu menatap si gadis yang tengah menangis ketakutan. "Aku hanya membunuh sampah! Kau tidak perlu takut! Rawat saja ayahmu, belikan obat atau ramuan agar keadaannya tidak selemah itu." Tanpa ekspresi sosok menawan itu melempar 5 keping emas pada si gadis.
"Kau terlalu baik, Jae! Untuk apa kau memberinya uang? Yoochun tidak akan menyukainya!" ucap pemuda lain berwajah manis.
"Play boy sialan itu akan kehilangan kepalanya bila dia berani menegurku, Junsu!" pria –berwajah cantik- yang dipanggil Jae itu berjalan keluar meninggalkan gubug jelek itu tanpa berkata apa-apa lagi.
"Hei, jangan memanggil kakakmu dengan sebutan kasar seperti itu! Lagi pula kau akan membuat gadis itu trauma seumur hidup." Komentar Junsu yang mengikuti Jae keluar dari gubug. "Dia cukup manis ku kira."
"Hmmm..."
"Kau tidak suka pada perempuan ya?"
"Mereka merepotkan dan berisik! Aku tidak suka hal yang merepotkan dan tidak efektif!" komentar Jaejoong terdengar dingin _selalu seperti itu.
"Kau tahu Jae? Beberapa hari yang lalu aku mendengar kabar bahwa Jenderal menyebalkan itu akan menjebloskan kita ke penjara bila kelompok kita masih sering membuat onar."
KAMU SEDANG MEMBACA
YunJae One Shoot Fantasy Repost
Fanfic"Siapa yang melakukannya padamu?" tanya Yunho, suaranya tinggi penuh amarah. Jaejoong menggelengkan kepalanya pelan, "Mereka mengira aku seorang perempuan, mereka hendak memerkosaku tetapi aku sudah membunuh mereka." Jelasnya. "Mereka... orang perta...