[2] Diam

117 17 1
                                    

Aku memposisikan pas tempat dudukku disamping Yuni. Lalu meletakkan tasku dibelakangku. Kemudian mengambil buku pelajaran, buku tulis dan alat tulis.

"Hai, kamu Yuni kan?" setelah menghela nafas, aku mengulurkan tanganku padanya.

Gadis itu seketika diam, mencoba menoleh, yang tadinya sedang mengumpati dirinya dibalik kepalanya yang bertempelan dengan meja juga tangan. Dia seperti kurang vit.

"Iya," singkat yang ia jawab. Namun, dia tak membalas uluranku.

Tapi tetap, wajahnya tertutup terus oleh poninya itu.
Aku pun mengangguk. Mungkin, dia sudah tahu namaku. Ya pasti ya.

Aku sempat terkejut, melihat dimeja ada banyak sekali coretan, juga ditembok samping Yuni. Mulai dari, gambar, tulisan, hingga rumus Matematika. Apakah tidak kena marah?

Lalu aku kembali fokus kepada Bu. Jinan, yang sedang menerangkan pelajaran Matematika.

"Baiklah, ada yang bisa menjawab soal ini?" tanya Bu. Jinan.

Waduh, Matematika? Aku paling lemah kalau soal hitung-hitungan. Aku harap, bukan aku orang yang nantinya, ditunjuk.

"Baiklah.. Mmm.. Yuni? Boleh maju kedepan?" pinta Bu. Jinan kepada Yuni. Yuni pun bersigap berdiri dari kursinya, lalu berjalan kearah papan tulis.

"Tolong, kamu jawab ya? Bisa kan?" Bu. Jinan memberikan spidol tersebut ke Yuni, beliau berharap, Yuni bisa menjawabnya.

Yuni mengambil spidol papan tulis, tapi tangannya sangat kaku saat ingin diangkat, lalu memegangnya ditangan kirinya. Hm, aneh, kenapa ditangan kiri?

"Yahh, pake tangan kiri? Tangan kanannya kudisan ya?" tiba-tiba ada seruan yang meledek Yuni. Semua ikut tertawa.

"HAHAHA"

Kejam.

Justru ada yang ikut-ikutan..

"Tau nih, kidal sih.. Pake tangan kanan lebih sopan tau.. Diajarin ortunya kagak sih?!"

"Iya, ntar tintanya jadi berceceran lagi.. Haduh, kasihan dong yang piket,"

Seketika aku jadi terdiam. Jadi tahu, alasan mengapa teman-temannya, sejak tadi, sudah membisikki Yuni & Yuni juga menjadi tertutup. Mungkinkah, karena itu?

Yuni pun diam, tangannya berhenti menjadi menulis jawaban. Dia kembali menaruh spidolnya. Ingin rasanya, Yuni kembali kekursi atau kabur dari kelas dan memilih tenang dalam kesepian.

"Sstt.. Sudah-sudah, Yuni, tolong dijawab ya.. Kalian juga, ngomong yang sopan. Yuni, Tidak apa-apa pakai tangan kiri. Lanjutkan saja," kata Bu. Jinan memaklumi.

Tetapi, Yuni berhasil menjawab dengan benar. Padahal baru dijelaskan. Tapi, dia bisa menjawab. Sejak tadi, setahuku, dia tak memperhatikan Bu. Jinan, selama menerangi pelajaran. Wah, aku takjub, dan salut. Walaupun, ia menulis dengan tangan kirinya. Hingga spidol berceceran, mungkin, efek dari tangan kiri. Ia jadi harus memerlukan tisu.

"Wah, benar jawabannya. Silahkan, kembali duduk..," puji Bu. Jinan. "Tuh, kalian harus contoh-in, Yuni. Dia saja, bisa menjawab..," beberapa murid menggaruk tengkuknya, ada juga yang pura-pura bersiul dan tak mendengar.

Yuni balik kekursinya, sebelumnya ia mengucapkan terima kasih, lalu duduk seperti biasa dengan posisinya tadi. Baru pertama kali, aku melihat perempuan seperti Yuni.

Tapi, masalah tangannya yang berceceran terkena spidol membuatnya, jadi susah menghapus. Ku keluarkan tisu basah, yang aku bawa dari rumah, kata Mama harus sedia bawa. Lalu ku langsung membersihkan tangan Yuni yang berceceran spidol.

Yuni tertegun. Dia hanya diam saja saat tahu tanganku meraih tangannya tanpa bilang-bilang.

Akhirnya, aku bilang padanya..

"Kalau kamu perlu tisu basah ini, buat kamu saja.. Aku tak masalah kok. Aku bangga sama kamu, karena rela menulis jawaban didepan, dengan tangan kiri, sampai berceceran spidol," kataku. Dia hanya diam. Tapi, dia bisa mencerna perkataanku tadi. Setidaknya, itulah rintangan yang Yuni hadapi.

***

Oke, ini sudah jam istirahat, tetapi, Yuni belum juga bergerak keluar kelas. Sejak tadi, aku dikerubungi siswa yang ingin berkenalan. Banyak yang menawarkan, ada yang mau memberitahukan isi sekolah, berteman, dll..

Tidak disangka, mereka sangatlah baik. Meskipun, mungkin tidak dengan Yuni. Yang merasa, dirinya tidak baik, dimata teman-temannya itu.

"Nad, ayuk, kekantin!" ajak Oddy, teman sebangku sebrangku. Dia cowok berambut agak gondrong, salah satu ketua kelas dikelas ini.

"Mmm, lo duluan aja deh, Dy. Aku nyusul," jawabku sambil menaruh buku pelajaran tadi ketas.

"Yaudah, gue sama Zaki, nunggu lo dikantin ya," katanya mengingatkanku. Dia Zaki, rambut rapih, hitam lebat, dan agak sipit. "Tau kan, kantin dimana?"

"Iya, nanti tinggal tanya aja, udah kalian duluan aja, gakpapa. Tapi, agak lama ya," jawabku.

"Ohh, oke,"

Semua murid sudah berhamburan keluar kelas. Memilih mencari mangsa untuk perut mereka yang sudah mengamuk.

Tapi, tidak dengan, Yuni. Gadis yang tertutup. Pendiam. Bahkan, menyendiri. Itulah, alasanku menolak tawaran teman-teman yang lain, untuk keluar kelas. Karena ingin mencoba mengajak Yuni.

"Yuni, kita.. Kekantin yuk!" ajakku sambil menepuk pundaknya. "Mm, aku gak tau kantin dimana. Sekalian, tolong.. Ajak aku keliling sekolah, boleh?"

Aku harap, Yuni merespon, dan mau. Tapi, dia sama sekali tidak menjawab, atau pun bergerak?

"Iya, boleh," eh, sebentar.. Yuni menjawab.. Boleh? Dia mau! Seperti jawaban setelah berabad-abad.

"Ma-makasih..," ucapku senang.

Dia langsung mengajakku keluar kelas. Namun dia malu sekali sepertinya, jika keluar kelas.

"Hei, ayo.. Gak usah malu, Yun," aku menarik-narik lengan Yuni.

Akhirnya, Yuni memberanikan dirinya, tapi sambil menunduk, dan jalan dengan perlahan. Dia juga mulai membuka mulutnya.

"Diujung sana, ada toilet dan musholla, terus, kalau dilantai 2 kelas 8A sampai C, sedangkan dilantai 3 kelas 7A sampai C,"

Saat diatas, selain kelas 8 & 9, ada berbagai macam ruang, seperti, ruang komputer, ruang untuk ekskul, aula, dll.. Kalau ekskul, bergiliran gantian tiap harinya. Ada tulisan tiap hari Senin-Sabtu nama-nama ekskul yang dilaksanakan. Mulai dari, art, menulis, sains, dll.. Berbeda ekskul tiap harinya. Aku jadi tahu, harus ikut ekskul apa.

"Ngomong-ngomong, kamu.. Ikut ekskul apa Yun?" tanyaku sambil melihat keruang ekskul.

Tapi, tidak ada jawaban kali ini. Yuni diam. Padahal, sejak tadi, dia bersedia, menjawab pertanyaanku yang lumayan..

"Yuni..?" tanyaku sekali lagi sambil menyentuh pundaknya. Sepertinya, dia melihat sesuatu didalam ruangan yang membuatnya bengong.

"Hh, ya, ada apa?" jawabnya yang agak kaget.

"Kamu.. Ikut ekskul apa?" tanyaku lagi.

"Aku.. Gak ikut, ekskul apa-apa..," jawabnya agak tersenyum miring.

"Lho, kenapa? Bukannya.. Gak boleh ya? Kalau, gak ikut ekskul?" aku kaget saat mendengar jawabannya.

"Dulu.. Aku pernah, ikutan diseni, jadi.. Gitaris. Tapi, aku keluar, karena.. Suka dimarahin sama, kakak senior dan kakak dari ekskulnya yang ngajarin.. Katanya, aku main senarnya salah, pakai tangan kiri.. Cara mainku salah, suka keliru, dan susah. Akhirnya, aku dikeluarin," ceritanya.

"Kenapa? Gak boleh kah, pakai tangan kiri? Harusnya gak ada larangannya kan? Hmm..," dia hanya mengedikkan bahunya.

"Gak coba ikut, ekskul lain Yun? Kan, masih banyak yang lain?" tanyaku memaksanya agar mau, ikutan ekskul lain. Mungkin kah ini alasannya juga karena merasa malu?

Reach (The Story Of Lefty Hand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang