Saat jam istirahat aku melarikan diri dari kelas, memilih menetap diruang seni, yang sepi tak ada siapa pun, mendengarkan lagu yang diputar dari playlist-ku.
Disini lebih aman, suasana sunyi, tak kan terdengar apa pun dari luar, karena agak kedap suara. Terkadang musik dari playlist itu suka mendukung mood saat ini.. Sama yang seperti aku rasakan.. Ada ketenangan yang aku rasakan dalam musik. Lantunan nada yang mendukung dalam mood.
Karena setelah istirahat juga, akan ada pelajaran seni, dan belajarnya disini. Kemungkinan, akan membuat sesuatu.
***
Hari ini pelajaran Seni membuat sketsa wajah, nanti akan ada 2 orang yang dipilih berpasangan, nah jika 2 orang itu sudah terpilih, masing-masing harus menggambari wajah temannya sendiri, nanti secara bergantian menggambarnya.
Tapi beberapa murid merasa kaget disuruh membuat sketsa wajah. Mereka pasrah saja, jika gambarnya tak sebagus yang dikira. Belum lagi aku..
"Gambar harus dengan pensil 2B ya! Oke, ini ibu pilih acak ya.. Gak sesuai absen," kata Bu. Lala.
"Bu, cewek sama cewek, cowok sama cowok kan?" tanya Fia.
"Iya Fia,"
Tapi saat nama-nama itu disebut, namaku belum juga ter-sebut, oleh siapa, semuanya yang sudah dipanggil langsung duduk dekat yang dipanggil, dan..
"Yang terakhir.. Hmm.. Sisanya ini, Yuni sama Nadila ya?"
Mataku menjolak, dan mulutku menganga, sekejap tubuhku keringat dingin. Duh, mana mau Yuni denganku? Aku tak yakin juga, dia mau menggambar wajahku ini, apalagi melihat kearahku. Itu mustahil..
"Baiklah, silahkan bergabung dengan teman kalian,"
Karena aku tahu, pasti Yuni tidak ingin menghampiriku, aku yang menghampirinya. Melihat dirinya yang menopang dagunya krarah lain, wajahnya sudah menunjukkan tidak ikhlas atau dia senang dengan kehadiranku. Jika ia sedang marah, dia terlihat sangat pendiam dan dingin. Bisa jadi melebihi dinginnya es diantartika.
"Hai, nanti.. Aku dulu yang gambar ya," kataku singkat.
"Oke, mulai dari sekarang ya, waktunya sejam ya, yang paling bagus, ibu akan kasih hadiah," seru Bu. Lala.
Semua pun jadi bersemangat, dan berusaha untuk memberikan sketsa yang bagus. Tapi, tidak denganku, aku justru takut, jika gambarku jelek, akan membuat Yuni semakin marah. Aku harus berusaha. Meski mood tak mendukung..
Bu. Lala membagikan kertas khusus untuk gambar. Yaitu, kertas Concord, yang memiliki tekstur bergelombang. Tapi, bagus jika membuat sebuah arsiran seperti dari sketsa wajah, cocok untuk gambar dengan memakai pensil 2B.
Tapi, aku susah untuk menggambar dirinya yang justru melihat kearah depan dan samping kirinya terus menerus. Tak sedikit pun ia menyapaku atau bahkan menoleh sedikit pun. Sedangkan yang lain sslinf gambar dan pasang muka dihadapan temannya.
Aku juga.. Nggak enak menyuruhnya menoleh. Rasanya tak enak, seperti ada yang janggal dan berat untuk bicara sepatah kata.
Seperti yang sudah diajarkan Bu. Lala minggu kemarin, dimulai dari buat pola wajah tersebut. Tapi justru aku membuat pola wajah samping, dan aku tidak bisa. Belum lagi, kalau misalkan, Yuni berubah posisi.. Huft..
***
Setengah jam menghabiskan waktukku untuk membuat sketsa wajah Yuni dari samping, ya ampun, benar-benar jelek. Aku tidak berani memperlihatkannya apalagi mengungkapkannya. Belum lagi, hidungnya yang terlihat kecil dan agak aneh, seperti bukan hidung pada umumnya. Aku agak kesal membuatnya, dan menyesal. Ini, sama saja namanya, aku akan mendapatkan nilai jelek. Aku membalikkan kertas itu agar tidak terlihat oleh Yuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reach (The Story Of Lefty Hand)
DiversosPernah gak sih? Punya teman yang kidal? Pasti kepikiran dia suka nulis dengan tangan kirinya. Sebenarnya apa orang kidal punya bakat? Meski dalam kekurangannya? Ini kisahku bersama seorang gadis left-hand (kidal), sayangnya itu selalu menjadi hambat...