"Kepeleset," dalih Yuni.
"Beneran?" aku memastikan ia tak berbohong.
"Iya..,"
Tapi tetap saja, terdengar dari kata bohong "iya," yang terdengar dari biasanya seperti panjang. Pasti, bohong. Ah tapi, aku juga tak boleh negative thinking. Aku tak ingin Yuni jadi tak merasa nyaman, akan pertanyaan yang aku lontarkan.
***
Sejak kejadian tadi pagi, Yuni menjadi tertutup lagi, padahal, kemarin, aku sudah melihat dia, ada kemajuan dan keyakinan. Tapi, kini dia tak mau untuk bicara atau apa pun itu. Seperti ada rasa putus asa.
Pikiran Yuni dihantui oleh kertas yang ada dikamar mandi tadi. Yang membuatnya sakit hati juga putus asa..:
Lo gak akan bisa ngelakuin apa yang lo mau, lo kan, kidal. Tangan yang gak baik malah dipakai, gak sopan amat sih.. Lo tuh gak pantes sekolah disini, tangan lo dipakai yang bener! Jangan ajarin yang gak sopan lo sama adek kelas! Emang yakin, bisa ngelakuin yang lo mau? Gue sih, kagak.. -RG.
Kertas yang sudah dibuang Yuni ketong sampah itu. Terus terngiang-ngiang dikepalanya. Dia merasa putus asa. Benar-benar down. Dia agak stress.
Ya Allah.. Apa iya, aku gak pantes? Tanyanya kepada diri sendiri dalam hati. Saat ditengah pelajaran, Yuni mau meneteskan air mata.
Aku melirik Yuni, aku segera mengambil tisu wajah, dari dalam tasku. Ya ampun, hampir saja, Pak Darman melihat Yuni menangis. Untung pandangannya segera teralih kemurid lain.
"Sudah sudah, ini, jangan nangis dong.. Ada apa Yun?" tanyaku yang berbicara kecil dan pelan agar tak terdengar.
"Sst, Nad!" panggil Oddy, yang tepat disebrang kursiku. Sepertinya, dia memperhatikan Yuni juga.
"Apa?"
"Itu, Yuni kenapa?" tanyanya, yang tahunya ikut khawatir juga.
Aku mengedikkan bahuku. Aku juga masih tidak tahu, mengapa, Yuni bisa tiba-tiba menangis dipelajaran. Memang, sejak tadi, dia melamun terus.. Atau menempelkan kepalanya diatas meja. Seperti ada masalah.
Oddy pun meng-iyakan saja. Lalu dia kembali fokus belajar, menghadap kedepan.
"Ma-maaf.. Aku, aku gak.. Akan nangis lagi kok," katanya berjanji. Dia juga mencoba menghentikkan kesedihannya. Meski dia masih merasa sakit.
Aku segera mengambil tisu yang aku selalu bawa ditas. Lalu ku berikan seluruh isi tisu itu, beserta isi dan tempatnya.
"Ambil aja, buat kamu, jika kamu nangis atau sedih, udah ada yang siap hapus air matamu," kataku sambil tersenyum.
Yuni menatapku dengan tak sangka, senyumnya perlahan merekah, "Ma-makasih, Nad..,"
***
A-aduh, aku udah gak kuat! Batinku. Yang sejak tadi ingin ketoilet. Akhirnya jam pulang tiba. Ini saatnya...
Seusai dari toilet, aku melihat gerombolan anak murid, yang ramai-ramai berlari kearah mading, hingga aku terjatuh saat mau keluar dari toilet, dan menimpa tong sampah yang akhirnya, ikut terjatuh dan isinya sampai keluar. Hanya sebuah kertas saja, yang tidak tahu kenapa ingin ku ambil, karena, tumben sekali, ada kertas yang dibuang ditoilet..
Saat aku membaca beberapa baitnya.. "Tunggu, ini.. Semacam surat yang mau menjatuhkan diri seseorang? Ya ampun, kejam banget dia.. Jangan-jangan, udah ada yang baca lagi.. Kasihan..," ucapku. Tapi saat aku melihat diujung surat itu ada tulisan "RG" Apa maksud dari RG? Apa itu nama orang, yang bersingkat RG?
"Eh, iya aku harus segera balik kekelas,"
Saat aku mau balik kekelas, ingin mengambil tasku, justru telah sepi oleh para murid, hanya saja, masih ada beberapa tas murid, yang sepertinya masih dibawah, melihat mading itu. Tapi, aku tak tertarik. Yuni juga, sepertinya, sudah pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reach (The Story Of Lefty Hand)
RandomPernah gak sih? Punya teman yang kidal? Pasti kepikiran dia suka nulis dengan tangan kirinya. Sebenarnya apa orang kidal punya bakat? Meski dalam kekurangannya? Ini kisahku bersama seorang gadis left-hand (kidal), sayangnya itu selalu menjadi hambat...