Reiza Al Fatih Musthafa

239 15 22
                                    

Reiza Al Fatih Musthafa kerap disapa Eza. Seorang laki-laki berumur dua puluh empat tahun. Anak dari empat bersaudara, lahir dari keluarga militer.

Ayahnya Mahfud Ahmad Musthafa adalah mantan anggota Komando Pasukan Katak (KOPASKA) sedangkan kakak pertamanya Iskandario Musthafa juga berprofesi sebagai Perwira KOPASKA selain itu kakak keduanya Marfuq Abraham Musthafa memilih menjabat sebagai Brigadir Jendral Polisi, tak luput juga kakak terakhir dan satu-satunya putri keluarga Musthafa turut serta bersama saudaranya menjadi Abdi Negara dengan jabatan Wakil Wali Kota di kota asal suaminya.

Eza sendiri juga merupakan Letnan Kolonel Asren Danjen Kopassus berbeda dengan ayah dan kakak pertamanya, Eza lebih memilih turun tangan dalam dunia TNI AD.

Bukan karena desakan orang tua ataupun keluarganya yang mayoritas berkecimpung dalam dunia militer, namun sejak kecil Eza memang begitu menyukai dunia kemiliteran. Dimulai dari seragam dan perlengkapan ayahnya, kisah yang diceritakan bundanya tentang perjuangan Sultan Fatih dalan merebut Konstatinopel, dan film kemerdekaan yang selalu diputar setiap tahun menjelang kemerdekaan NKRI. Bagi Eza dunia militer itu sangat keren dan juga prinsipnya yang mengatakan bahwa "NKRI harga mati" itu patut untuk diapresiasi.

Sore itu cuti liburan pertamanya setelah 1 tahun menjabat sebagai Letkol Arsen Danjen Kopassus, Eza memilih untuk jalan-jalan santai di taman kota dekat rumahnya dengan baju santai ala rumahan. Training warna kuning, kaos warna putih dan earphone yang melekat di telinganya.
"Ahh biarlah, memang ketika di arena aku pejuang tapi dirumah aku hanyalah anak bunda yang rindu kasih sayang" batinnya dalam hati menertawakan penampilannya barangkali akan dijadikan bahan lawakan jika kepergok oleh bawahan Eza.

Setelah lari-lari kecil mengintari taman kota sebanyak 10 kali, Eza memilih untuk duduk di bangku taman depan air mancur sembari mendengarkan Murotal Al-Qur'an suara Muzammil Hasballah.

Ketika air mancur reda sepersekian detik Eza menemukan sosok perempuan membaca buku berbalutkan gamis coklat.
"Masya Allah, dan sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang akan kau dustakan" batin Eza sembari tetap memandangi perempuan tersebut.
Tak lama setelah itu air mancur kembali mencuat menghalangi pemandangan yang Eza perhatikan dari tadi seolah tahu apa yang sedang Eza pikirkan. "Astagfirullahaladzim Ya Allah, zina mata Za, zina" ucap Eza berulang kali.

Eza memang dilahirkan dalam keluarga militer namun hal itu tak membatasi Eza untuk belajar Ilmu Agama mengingat Bundanya sendiri merupakan seorang ibu rumah tangga dan juga Ustadzah Ashiyah Musthafa. Hal ini membuat Eza juga menjunjung tinggi akhlak dan akidah sebagaimana yang Bundanya sampaikan dan mementingkan Allah diatas segala-galanya.

Eza beranjak dari tempat duduknya berniat untuk menghampiri perempuan yang telah mengalihkan fokus Eza atau lebih memilih memandangnya dari kejauhan seperti yang ia lakukan tadi. Namun setelah mengintari air mancur yang Eza dapatkan hanyalah bangku kosong tak berpenghuni. Dilihatnya sekeliling taman berniat untuk mencari perempuan yang tadi, tapi yang Eza temui malah sosok laki-laki yang mungkin terlihat lebih tua beberapa tahun darinya berjalan dengan merangkul perempuan bergamis coklat tadi.
"Ahh ternyata sudah punya suami" gumam Eza lirih.

***

"Bunda" Seru Eza lembut sambil merangkul perempuan setengah baya itu dari belakang.

"Apa ih dek, kamu itu udah umur dua puluh empat masih kayak anak kecil" Ucap Ashiyah sembari menaruh selai strawberry kesukaan Eza di roti tawar yang ia pegang.

"Makasih Bunda" celetuk Eza langsung menyerobot roti dari tangan bundanya dan menarik kursi lalu memakannya.

"Itu tadi milik bunda adek" gerutu Ashiyah

"Loh kirain buat adek, hehe" Ucap Eza sambil cengengesan.

Ashiyah hanya geleng-geleng kepala mendapati tingkah putra bungsunya. Hari ini Ashiyah sarapan hanya ditemani oleh putra bungsunya itu mengingat suaminya yang dari tadi pagi sudah berangkat lari-lari dan ketiga putra putrinya yang sudah berumah tangga.

"Dek, buah itu nanti anterin ke rumah Riski ya" perintah Ashiyah dengan suara yang lembut

"Buat apa Bun? Tumbenan" sahut Eza setelah meneguk segelas jus melon.

"Tadi kata Riski mau buat tugas praktek bahasa inggrisnya, paman sama budhe kan gak ada jadi Riski gak bisa beli takutnya salah pilih yang asem"

"Ohh oke" jawab Eza singkat.

Kata bunda kemarin, paman dan budhe Eza memang sempat berkunjung dua hari yang lalu berniat untuk menitipkan Riski untuk menginap sementara di rumah. Mengingat paman dan budhe akan berpergian ke luar kota untuk perjalanan bisnis selama satu minggu. Yah dasar Riskinya aja yang bandel, katanya malu udah kelas satu SMP gak berani tinggal di rumah sendiri, ginikan hasilnya jadi bingung kelimpungan kesana kemari. Jarak rumah Eza dan Riski memang gak terlalu jauh cukup sepuluh menit sampai dengan bersepeda, tapi bolak balik kesana kemari tentu akan melelahkan dan menghabiskan banyak waktu sedangkan sekolah Riski sendiri berlawanan arah dengan rumah Eza.

***

"Assalamualaikum" Seru Eza sambil mengetuk pintu rumah Riski.

"Waalaikumussalam, widih hormat ndan" sorak Riski yang keluar dari samping rumahnya mengeluarkan sepeda lipat warna hitam miliknya.

"Nih titipan kamu nih dari Bunda" jawab Eza sembari mengamati depan rumah Riski yang seingatnya tahun lalu masih berbentuk tanah lapang namun sekarang sudah berubah menjadi rumah bercat biru dengan halaman yang cukup lebar tersebut.

"Yoi, makasih bang. Pengertian banget nih" seru Riski sambil mengambil tas plastik dari tangan Eza.

Kini tatapan Eza Asyik mengamati tiga orang yang keluar dari rumah biru itu. Dua orang perempuan dan laki-laki yang Eza temui kemarin sore di taman kota, satunya lagi seorang perempuan yang tak ia kenali. Dari sudut pandangnya, tampak laki-laki itu merangkul perempuan yang tak ia kenali tersebut, sedangkan perempuan yang sempat Eza temui kemarin sore sedang duduk mengikatkan tali sepatu.

"Hoyy bang liatan apa nih" Celetuk Riski yang membuyarkan fokus Eza

"Ah diem bentar lu" Gerutu Eza

"Oh liatin kak Umay" batin Riski.

"Kak Umay, dicariin abang gue" Seru Riski dengan suara lantangnya yang seketika membuat perempuan itu mendongak sekilas ke arah Riski dan Eza namun setelahnya menundukan pandangan lagi.

"Ahh lu sembarangan amat, dasar bocah" gerutu Eza kesal sambil menjitak kepala bocah tersebut yang diikuti cengiran meringis kesakitan dari Riski.

"Kak aku udah siap, aku berangkat dulu" ucap perempuan itu sambil berdiri dan bersalaman dengan dua orang laki-laki dan perempuan yang masih berangkulan itu.

Tanpa sadar senyum Eza mengembang, sembari mengamati perempuan tadi yang telah hilang ketika belok ke arah gang.
"Ahh kak, berarti kakaknya toh" batin Eza dengan senyum manis khas yang masih terukir di wajahnya. Eza berniat untuk tidak kehilangan kesempatan ini dengan bermaksud untuk segera mencari tahu tentang perempuan itu dan menjadikan nya sebagai penggenap iman Eza.
"Duhh penggenap iman ya" ucap Eza lirih sambil senyum senyum sendiri malu dengan perkataan yang baru saja ia ucapkan tersebut.

-Dia Penggenap Imanku-


Mohon masukannya, jika ada typo atau hal yg kurang ngena di hati.
Maaf Author sebenarnya juga tak terlalu paham dunia kemiliteran, jika ada yg salah mengenai posisi jabatan atau penugasan dan lainnya kritik dan saran sangat dibutuhkan.

⛔Murni Imajinasi Author⛔

Dia Penggenap ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang