CHAPTER 2 : SIAPA DIA?

80 13 12
                                    

"Kita tidak akan menemukan jika tidak mencari. Begitu juga dengan mimpi. Kita tidak akan pernah mencapainya jika tidak mencoba"

Kejadian tadi siang membuatku semakin penasaran dengan gadis itu, dalam dugaan awalku dia orang kota. Aku tersenyum membayangkan ketika aku berjabat tangan denganya dan berkenalan nama lengkap, nama panggilan dan hal-hal lain. Semoga ini jalanku agar bisa pergi ke kota Jakarta yang aku idam-idamkan selama ini. Sekarang, aku sangat senang membaca buku-buku sejarah. Misal sejarah nasional ataupun dunia. Aku ingin tak hanya kebiasaan membaca ini menjadi fatamorgana saja, melainkan aku ingin berkunjung langsung ke tempat yang aku baca itu. Ketika menemui tulisan tentang kebudayaan Jakarta, ingin rasanya bertemu dengan yang namanya Ondel-ondel. Ya, boneka besar dari kayu yang didandani lucu oleh orang betawi. Unik sekali.

"Neng?" suara ketukan pintu itu membuyarkan khayalanku. Iya itu Emak. Aku segera membukakan pintu

"Gelang punya siapa itu Neng?" Emak melihat gelang yang sedang ku pandangi, kemudian menceritakanya padanya tentang kejadian sewaktu pagi di sawah itu. Rasa penasaran ini membuatku bertanya tentang wanita itu pada Emak, namun ternyata Emak pun tidak tau. Hmm, sudah kuduga dia anak baru di Kampung Naga ini.

"Mak, Aku penasaran sama perempuan itu dan aku mau ngembaliin gelang ini besok. Aku mau tunggu dia di sawah."

*********

Embun masih membasahi rumput, aku sudah berlarian menuju sawah. Jangan ditanya lagi, pastinya sekarang aku tidak malas-malasan seperti kemarin lagi. Aku sudah mencuci baju sejak setengah empat subuh, dilanjutkan masak nasi di tungku untuk sarapan dan separuhnya dibawa ke sawah. Aku sudah cantik, hendak bertemu dengan teman baru yang mengajaku ke kota. Yeay

"Bi Nani, perempuan itu udah dateng belum?" tanyaku penasaran kepada Bi Nani, dia tidak menengok ke arahku, fokus pada padi-padi kuning itu. Hanya menjawab singkat. "Belum Neng."

"Oh yaudah deh Bi." Aku melanjutkan kembali ngegebot sawahnya, sesekali ku tengok ke arah kanan kiri depan belakang. Untuk memastikan si wanita itu datang. Tapi, batang hidungya pun tidak keliatan sampai sekarang.

Adzan berkumandang matahari sudah tonggak di kepala, sekarang waktu Dzuhur tiba, belum ada sedikitpun tanda-tanda wanita itu datang ke sawah ini. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah, melaksanakan Sholat Dzuhur dulu.

Sambil bergegas jalan menuju pulang, kuraih gelang itu di saku dan memandanginya dengan penuh harapan, bahkan sesekali mengelus-ngelus bacaan I want to travel around the world yang ada pada gelang itu.

BRAKKK, aku tersungkur jatuh, gelang itu melompat jauh tepat tenggelam ke lumpur sawah. Ahh.

Saat ku tengok, itu Dodi. Menyebalkan sekali saudaraku ini.

"Sal, kalo jalan pakai mata dong, tuhkan gelangnya jadi jatoh." Aku geram, sebal sekali.

"Mana ada jalan pakai mata. Salah besar kamu. Mata digunakan untuk melihat, bukan untuk berjalan. Dodi, itu gelang punya orang lain kenapa si kamu selalu buat ulah. Aku gak mau tau gelang itu harus ada sekarang juga, cepetan cari Dod."

Kali ini air mataku jatuh mengalir, merasa bersalah dan sangat bersalah. Takut gelang itu benar-benar hilang gara-gara aku dan takut itu sangat berharga bagi perempuan itu.

"Yeh maaf-maaf. Nanti habis Dzuhur ya nyari nya, aku sholat dulu. Kamu juga Sal." Jawaban Dodi yang santai, lagi-lagi membuatku tidak jadi menjambaknya. Ahh tapi aku sebal dengamu Dodi.

Aku tertegun memandangi sekeliling halaman kebun, dengan air mata yang menetes sesekali aku basuh. Ku lihat Doni membelakangiku lalu meninggalkanku untuk sholat berjamaah Dzuhur di langgar. Bayanganya semakin lenyap jauh dari pandanganku. Aku pun ikut pulang.

Mimpi dalam KehilanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang