Yaku menatap malas layar ponselnya yang sejak tadi tak kunjung berhenti untuk berdering.
Di antara ribuan manusia, kenapa justru Anna yang menelfon? Apa Tuhan hanya menciptakan dia saja? batin Yaku malas ketika melihat nama orang yang menghubunginya barusan.
Ini sudah pukul delapan malam tapi Yaku masih bertugas sampai jadwalnya selesai. Dia meletakkan ponselnya ke atas meja lalu memijit kepalanya yang terasa agak pening.
Suara pintu terbuka membuat Yaku menoleh. Dia melihat seorang perawat yang sedang berjalan ke arahnya.
"Yaku, kau dipanggil Master. Dia menunggumu di lantai empat" ujar perawat itu.
Yaku merubah posisi duduknya menjadi tegap ketika laki-laki bertubuh tinggi itu sudah ada di hadapannya sambil membawa papan berisi list pasien.
"Tumben sekali kau terlihat tampan?" gurau Yaku.
Perkataan Yaku tadi membuat Oikawa langsung tersenyum manis bak seorang model kelas atas. Yaku yang melihat senyuman berbahaya itu langsung menutup wajahnya dengan jurnal miliknya dan pergi meninggalkan Oikawa yang masih tersenyum manis.
"Aku memang selalu tam- Oi ... Yakkun!" teriak Oikawa penuh murka ketika melihat Yaku sudah tidak ada di hadapannya.
.
.
.
.
.
Anna memutar mutar ponsel kesayangannya. Dia masih menunggu balasan pesan dari laki-laki yang ditunggunya dari sore.
"Padahal kau sendiri yang menyiruhku menunggu di sini jam lima, tapi sampai sekarang belum juga datang!"
Sudah tiga jam Anna menunggu Yaku di depan kampus. Setiap 30 menit sekali, Anna pasti menghubungi Yaku tapi tidak sekali pun dia mendpat jawaban.
"Apa dia lupa dengan janjinya sendiri? Ini kan-"
"Ulang tahunmu yang ke 20 tahun?"
Anna yang mendengar suara tenang itu langsung menoleh dan bangkit dari duduknya.
"Kenapa lama sekali? Tidak lihat aku menunggumu? Sudah 2 jam .. Ah tidak!" Anna melirik jam tangannya, "ini sudah tiga jam," lanjutnya lagi.
"Kau tahu? Aku sudah menunggu mu lama sekali, dan sekarang sudah jam sepuluh malam, lalu kita mau apa jam segini? Aku sudah kelaparan karena menunggu mu! Kau! Menyebalkan!"
Yaku yang sejak tadi mendengar Anna mengomel hanya bisa menutup telinganya, berpura-pura tidak mendengar adalah keputusan yang bijak dari pada ikut tersukut emosi.
"Yaku! Aku me-"
".... Nyukaimu," lanjut Yaku dengan cepat.
"Amit-amit, kata siapa! Justru aku membencimu!" Anna sedikit memajukan bibirnya, layaknya wanita yang sedang mencibir.
"Membenci itu dilarang, kau harus menyayangi siapa pun yang ada di sekitarmu, Anna."
Anna bergeming. Enggan menjawab perkataan Yaku yang benar apa adanya.
"Kau bukan anak-anak lagi yang bisa merajuk sesuka hati. Setidaknya harus bisa sedikit menenangkan diri sendiri." Yaku mengusap sayang pucuk kekasihnya itu .
"Baiklah, aku antar kau pulang saja. Aku yakin kau sedang kesal denganku sekarang." Yaku menarik lengan Anna, namun kekasihnya tetap bergeming. Dia menolak untuk kembali dan meminta Yaku untuk duduk di sebelahnya.
"Temani aku sebentar saja," pinta Anna.
Yaku melirik jam tangannya dan tersenyum aneh. Beberapa detik kemudian dia mengusap kepala Anna penuh sayang lalu beralih ke telinga.
"Aww!" pekik Anna. "Kenapa kau menjewer ku hah!"
"Ini sudah malam, ayo pulang ... jangan lama-lama di luar, kau bisa sakit." Yaku berjalan mendahului Anna yang masih memasang wajah masam.
"Jika saja kau bukan kekasihku, maka sudah kupastikan akan kubuang ke segitiga bermuda!" gerutu Anna.
"Aku mendengar itu sayang," ujar Yaku santai dengan kekehan kecil.
Tbc
.
.
.Oke, Januari ku selesai ....
Kayaknya pendek banget ya -_-
Oke maaf ...Date : senin, 10-09-18