Yaku Morisuke
Dia duduk di hadapanku dengan wajah bahagia sambil memegangi bunga yang baru saja kuberikan sebagai tanda ucapan selamat ulang tahun. Tidak ada kalimat yang keluar sebagai tanda terima kasih. Dia memaki habis-habisan karena aku telat mengucapkannya. Benar-benar gadis bersumbu pendek.
Meski wataknya seperti itu dia tetaplah gadisku, wanitaku, kekasihku. Gadis yang berhasil menghancurkan dinding pemisah yang membuatku malas berurusan dengan para wanita. Anna gadis yang telah kupilih untuk menemani perjalanan hidupku sejak masa sekolah sampai akhirnya Tuhan akan merenggut nyawaku. Ya, begitulah inginku.
Aku tidak menyangka dia yang akan kunikahi. Mendiang ibuku pernah berkata kalau dia salah satu ciptaan Tuhan yang paling cerewet. Syukurlah selaput gendang telingaku tidak sampai pecah setiap kali mendengar celotehan darinya.
Ibu, kau benar-benar ingin menjadikan dia sebagai menantu sekaligus anak perempuanmu kan?
Akan kukabulkan.POV END
.
.
.
Anna merapikan beberapa buku yang ada di hadapannya, menarik senyum simpul saat mendapati sebuah bunga dan selembar surat yang ada di atas meja.
"Kau terlihat sangat bahagia hari ini, ada apa?" tegur salah satu teman Anna yang oenassran dengan sikapnya sejak tadi.
"A-ah, tidak ... i-ini hanya bunga yang tadi kubeli ketika melewati toko bunga di samping kampus," jawab Anna dengan wajah sedikit memerah, sedangkan Yimura yang melihat wajah malu milik Anna hanya bisa menahan tawa. Secepat kilat Anna meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah kata pun.
.
.
.
Di pertengahan malam, tepatnya di dalam sebuah rumah sakit. Oikawa dan Yaku masih setia duduk di ruangan mereka sambil memandangi laporan kesehatan milik pasien.
Oikawa menghela nafas, sungguh hari ini dia sangat lelah karena banyaknya pasien yang harus di tangani.
"Yaku, kau baik-baik saja? Aku lihat pasienmu lebih banyak hari ini." Oikawa terlihat khawatir pada sahabatnya. Sejak yadi pagi Yaku belum makan apa pun kecuali susu yang sudah habis dua gelas.
Yaku tersenyum mendengar perkataan Oikawa. Tumben sekali sahabatnya itu peduli, biasanya dia hanya akan menyiyir perihal kesibukan Yaku. Merasa iri, merasa tersaingi, dan merasa dia akan kalah. Selalu begitu setiap hari.
"Memang sangat banyak, tapi hari ini aku sedang bahagia. Jadi semua rasa lelah itu hilang dengan sendirinya," ujar Yaku.
"Mana ada yang seperti itu? Lelah bisa hilang hanya karena bahagia? Mustahil," cibir Oikawa. "Lalu bagaiman adengan pasienmu yang itu?"
Yaku mengubah posisi duduknya memandangi langit-langit
"Dia ... Semakin membaik. Tapi kemarin dia sempat pingsan karena mencariku keluar. Padahal aku sudah meminta Akaashi untuk menggantikanku."
"Lalu?"
"Anak itu menelponku, memaksa agar aku kembali kerumah sakit."
"Apa yang (name) katakan?"
"(Name) menyuruhku pergi, dia bilang nyawa pasien itu lebih penting."
"Tapi dia sempat cemburu, karena dia pasien yang paling manja."
Oikawa tertawa ketika mendengar penjelasan Yaku barusan, rupanya calon istrinya itu sangat pencemburu.
"Selain itu ...." Yaku menggantung kelimatnya
"Kenapa"
"Anna memintaku mengambil cuti selama 10 hari untuk pernikahan kita."
Mendengar perkataan itu Oikawa langsung menutup buku yang sedang dia baca. Yaku menatap Oikawa dengan tatapan bingung.
"Aku tidak mau menggantikanmu! Ingat itu Yaku-kun!" omel Oikawa yang langsung pergi meninggalkan Yaku.
"Yak! Oikawa!" teriak Yaku malam itu benar-benar diabaikan oleh Oikawa.
"Pasienmu menyebalkan, dan mereka sangat cerewet!"
Sungguh Oikawa sudah menolaknya mentah-mentah. Apa yang akan Yaku lakukan jika partner kerjanya sudah menolak sebelum dimintai pertolongan.
__________________________
To be continued ...
Maaf baru sempet up date 🙏Date : 07-12-18