2. Si lelaki penjaga wudhu

138 5 0
                                    

Dulu sebelum ataupun setelah sampai pada dia pergi, tidak akan ada yang berubah kecuali aku yang harus berubah. Mungkin
-Hafshah Hana Aish-

***

2 years leter..

"Assalamu'alaikum...! Hana...!" teriak seseorang yang berasal dari rumah tetangga Hana, siapa lagi kalau bukan Lizi.

"Waalaikumussalam... kenapa Li?" Tanya Hana saat ia sudah akan menjalankan motornya.

"Han, malam ini aku nginap di rumah mu ya? Mama sama papa gak ada, tau sendiri mereka kemana" ujar Lizi mendekati tempat Hana berada.

"Ya Allah Li, pake ngomong segala biasanya juga main nyelonong aja"

"Ye kan aku gak enak sama kamu, setelah perjalanan kamu selama tiga minggu ke luar kota kamu berubah lebih lembut ngomongnya"

"Oh, jadi dulu itu aku kasar banget gitu? gak ada yang berubah dari aku Han, cuma kemaren itu ibu kasih liat ke aku orang-orang yang dibilang beruntung itu gak juga dibilang gak beruntung gak juga, ntar malem deh aku cerita gimananya ya, aku mau ke toko buku"

"Ngapain Han? biasanya kamu anti kalau ke toko buku, langganan kamukan ke toko alat lukis?"

"Hahaha aku mau beli buku tentang wanita-wanita inspirasi, kamu bantu ibu aja di dalam, ibu bikin kue"

"Eh? beneran? wahhh makan besar kalau gini aku"

"Kamu emang udah besar, yaudah kalau ngomong terus kapan berangkatnya aku"

"Hahaha, oh iya Han hati-hati ya?"

"Iya, Assalamualaikum..."

"Waalaikumussalam.."

Hana pun berlalu dengan motor maticnya, sudah tiga minggu lebih lebih ujian Nasionalnya berlalu, mereka di liburkan sekolah sampai nanti acara perpisahan mereka.

Setelah dua tahun berlalu, Hana menjadi wanita yang dingin, irit berbicara untuk orang-orang yang tidak dekat dengannya, namun tetap ia memunculkan prestasi-prestasi yang tidak terduga jika dilihat sifatnya yang begitu.

Dia menjadi siswa berprestasi di kelas bahkan juga di sekolah, ia mengikuti lomba-lomba yang di adakan jika bukan sekolah yang mengadakan, karena jika sekolah otomatis ia akan diberi tanggung jawab menjadi panitianya.

Pada dua tahun tersebut pula, Hana masih dihantui rasa yang terdahulu. Ia menyesali kebodohannya yang terlalu mudah percaya perkataan orang tersebut, ia yang terlalu mencintai hingga ia juga sanggup mempermalukan dirinya sendiri walau tidak di depan orang ramai cukup di hadapan orang tersebut, sudah membuat Hana sangat dipermalukan mengingat masa lalunya itu. Namun satu yang tidak dapat Hana lupakan, rasa itu mungkin masih ada.

Itu menyiksa batin Hana, Hana berusaha untuk tenang dan tatap menjadi Hana yang tidak tersentuh "Dulu sebelum ataupun setelah sampai pada dia pergi, tidak akan ada yang berubah kecuali aku yang harus berubah. Mungkin" Kalimat itu menjadi penguat Hana untuk tidak cengeng dengan rasanya sendiri.

"Alhamdulillah sampai" ujar Hana setelah sampai di toko yang ai tuju. Hana memasuki toko tersebut, dan mencari-cari rak kumpulan buku yang ia cari. Hana bersemangat melihat-lihat buku yang tersusun rapi di rak-rak, sekekali ia menarik buku yang membuat matanya tertarik dan membaca sampulnya.

Tidak lama setelah menelusuri toko buku yang luas itu, Hana menemukan kumpulan buku Islami, banyak judul buku, hingga akhirnya ia menemukan buku tentang Rasulullah. Ia teringat seseorang yang menyandang Nama Nabi Muhammad, yaitu Reyhan.

"Kayanya ini boleh deh" ujar Hana bermonolog, sebelum tangannya sampai di buku itu tangan seseorang lebih di depannya, dan_

"Astaghfirullah... wudhu ku"kaget laki-laki tersebut, karena kaget Hana menoleh dan tatapan bingung karena laki-laki yang hendak mengambil buku yang sama dengannya tadi beristigfar sebanyak-banyaknya sambal memahari dirinya sendiri, "Aneh sumpah" Batin Hana masih dengan tatapan bingungnya.

"Ada yang luka ya?" akhirnya Hana duluan yang mengajaknya berbicara.

"Gak, cuma wudhu saya jadi batal dan saya akan di tusuk dengan paku api neraka"

Hana bergidik ngeri dengan kalimat terakhir yang di keluarkan laki-laki tersebut. Hana menyelidik laki-laki tersebut. Tidak terlalu tinggi walau lebih tinggi laki-laki tersebut daripada Hana sedikit, hidung yang lumayan mancung, kulit yang putih bersih "Ini cowok mulus banget kulit wajahnya, perawatan? yang bener aja, ya Allah" batin Hana. Kepala yang di tutupi topi, terlihat rambutnya hitam legam, genggot tipis di dagunya dan celananya? "Dia abis dari lokasi kebanjiran? tapi di mana, rasanya tadi gak ada berita banjir di daerah sini" batin Hana lagi.

"Sudah perhatiinnya? pandangannya di jaga, sudahlah batalin wudhu saya eh.. malah seenaknya liatin, untung gak bayar kalau banyar kamu udah banyak kenanya, cuma kamu sudah dapat dosa aja" Ujarnya memergoki Hana yang memperhatikannya.

"Eh? kepedean sekali, aku gak liatin kamu" ujar Hana mengelak,-"Kamu habis dari lokasi banjir ya? atau celana kamu yang kependekan karena kamu yang ketinggian?" Tanya Hana tanpa dosanya melihat celana laki-laki tersebut menggantung di atas mata kakinya, "kenapa aku ngurusi pakaian orang ya? Terserah dialah mau pakai apa" batin Hana.

"Astaghfirullah.. katanya gak liatin taunya malah sendiri yang menunjukin habis liatin orang" perkataannya membuat Hana bungkam dan merasa malu tertangkap basah sudah tidak bisa lagi mengelak, bukan laki-laki itu yang kebanjiran melainkan Hana yang kebanjiran, kebanjiran keringat.

"Eh? ehmmm, bukan begitu, aku cuma berniat jika benar ada lokasi banjir yang memakan banyak korban aku kan bisa turut membantu, makanya aku tanya di mana lokasinya" alasan Hana untuk mengelak, "Panjang sekali kalimat ku" batin Hana. Mencoba menjadi peduli dengan yang lain.

"Aku dari rumah dan tidak ada lokasi banjir di musim kemarau yang hujan jarang seperti ini" kata laki-laki itu, dengan pandangannya ke arah rak-rak buku di hadapannya.

"Gak sopan banget, ngomong aja sambil baca buku" batin Hana.

"Oh ya kamu tadi mau ngambil buku ini" tunjuk laki-laki itu pada buku yang mereka ingin ambil sebelumnya,-"ambil aja" ujarnya lalu pergi.

"Eh? mau kemana?" tanya Hana dengan polosnya ia mengejar laki-laki tadi dan menyentuh tangan laki-laki itu membuat yang punya tangan menegang merasakan sentuhan lawan jenis karena ia sangat menghindari sentuhan bahkan lawan jenis yang menyentuhnya, hanya ibu dan kakaknya.

Laki-laki tersebut langsung menghempas tangan Hana dan beristighfar sebanyak-banyaknya lagi, "Astaghfirullah... Astagfirullah... Astaghfirullah..." geram laki-laki itu, ia menarik nafas lalu mengehembukannya secara kasar,-"Ya Allah.., kamu tidak seharusnya menyentuh saya, kita tidak halal untuk bersentuhan, karena kam/" kalimatnya terputus karena Hana memotongnya.

"Maksud kamu? Haram? masa sentuhan Haram, aku kan bukan terbuat dari babi, aku juga gak pengang anjing, aku juga bukan alcohol, aku juga bukan ganja atau narkoba atau sabu-sabu, aku juga buk/" kali ini ucapan Hana yang terpotong. "Kenapa aku jadi cerewet gini" batin Hana, karena ia sendiri bingung dengan dirinya sendiri.

"Iya memang kamu bukan semua yang kamu bilang tadi, tetap aja kita tidak boleh bersentuhan, dan bahkan..." laki-laki itu melihat keselilingnya yang lengang karena rak buku tempat mereka sekarang yang paling sudut,-"bahkan kita tidak boleh di tempat sepi seperti ini"

Hana malah refleck kembali menyentuh tangan laki-laki itu.

"Argh! Astaghfirullah... Dibilang jangan menyentuh saya" laki-laki itu malah berteriak kesal dan berusaha melepas pegangan Hana pada lengannya, "Ya Allah maafkan hamba yang meninggikan suara, dan maafkan hamba telah menyentuh wanita ini, tapi bukan hamba yang menyentuh dia tapi dianya yang nyentuh hamba" batin laki-laki itu berdoa memohon ampunan dari Allah. "Di sini gak ada hantu, cuma adanya setan jika kamu terus menyentuh saya, kita gak halal untuk bersentuhan jika kita tidak menikah" ucapannya lancar keluar begitu saja, sehingga yang mendengarnya baper seketika.

Posisi mereka sudah seperti semula bahkan laki-laki itu manambah jaraknya, "Jadi maksudnya kita harus nikah dulu gitu?"

***

Istiqomah Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang