6. Cinta?

96 5 0
                                    


Setelah melalui pembicaraan kedua keluarga yang baru bertemu dan diskusi panjang di dalam keluarga, akhirnya diputusnya. Hana meminta waktu untuk menjawabnya karena ia masih ragu antara ikhlas menerima dan terpaksa menerima.

Jika ia menikah maka ia harus merelakan mimpinya. Namun satu yang ia bingungkan, ia tidak yakin dengan mimpinya, "Aku punya mimpi ya?" batin Hana. Hana meresa ia tidak punya mimpi, atau ia belum memiliki mimpi yang benar-benar menjadi tujuan dalam hidupnya, karena ia baru akan memulai mencari dan mempelajarinya.

Hana belajar banyak dari penjelasan Maryam padanya. Tentang penyempurna agama, dan ibadah yang paling panjang. Ia baru tau jika romantisme hubungan dalam ikatan pernikahan itu mendatangkan pahala berbeda dengan hubungan yang ia jalin tanpa ada ikatan halal pernikahan seperti dengan masa lalunya.

Hana yang baru mulai belajar makin ngencar mendengarkan penjelasan ayahnya, ibunya, dan saudara laki-lakinya tentang agama tentang ibadah. Ia yang pernah merasa sudah terlambat ia belajar agama dengan benar-benar dipatahkan oleh ibu dan ayahnya. Bahwa belajar agama tidak akan ada kata terlambat jika nafas masih kau hembuskan dan matahari masih terbit dari upuk Timur.

"Tobat dan Hijrah anak ku" itu yang selalu ayahnya katakan padanya. Hana remaja bukan anak yang nakal dan bukan pula anak yang taat. Ia hanya menjalankan dengan kata terpaksa oleh paksaan orang tua.

"Ibu sarankan sholat istiqharah, minta jawaban dari Allah" Maryam menyarankan anaknya yang masih terombang ambing jiwanya. Tidak ada yang mampu merubah seseorang jika tidak seseorang itu yang ingin berubah.

Hana menuruti kata-kata ayah dan ibunya. Hingga setelah beberapa hari Hana berpikir panjang ia mendapatkan jawabannya.

"Ayah ibu Insya Allah Hana sudah bisa jawab"

"Alhamdulillah kalau begitu kita undang keluarga pak Hasan kemari"

Selang satu hari dari pernyataan Hana pada kedua orang tuanya, kedua keluarga kembali berkumpul untuk mendengar jawaban dari Hana. Ia hanya menjawab dan berdoa itu adalah yang terbaik, walau cinta itu tidak ada atau belum ada.

"Maaf Hana membuat menunggu lama atas jawaban ini, hingga menunda lebih dari sepekan dan hari ini Insya Allah Hana akan memberikan jawaban, semoga Allah pun ridho dengan jawaban Hana, Ayah dan ibu pun ridho dengan jawaban Hana. Dan Hana menjawab..." Hana memberikan jeda sebentar dalam kalimat jawabannya, hingga melanjutkan,-"Insyaa Allah Hana menerima, dan maaf Hana bukan wanita yang baik seperti wanita di nama depan Hana, dan Hana harap Bang Afnan mau membantu Hana setidaknya mendekati seperti wanita dinama depan Hana itu" ujar Hana, kalimat panjang yang ia ucapkan itu membuat teperangah Irsyad, Maryam, dan Hanafi. Pasalnya Hana yang jarang bicara banyak dapat menyusun kata rapi seperti yang barusan Hana sampaikan.

"Insya Allah..." jawab Afnan.

"Masya Allah, Alhamdulillah, Allahu Akhbar" ujar semua yang mendengar penuturan Hana dan jawaban dari Afnan.

***

Menepati permintaan dari Irsyad yang tidak memberikan waktu lama dalam masa ta'aruf keduanya, ditetapkan Afnan dan Hana akan menikah seminggu setelah hari Hana menjawab Khitbahan Afnan akan dilangsungkan acara akad yang dilaksanakan di masjid Al-Huda. Bertepatan pada Hari jum'at sebelum sholat jum'at dilaksanakan.

Acara akad itu dihadiri keluarga terdekat, dan teman-teman dari kedua belah pihak. Afnan yang tidak ragu dengan niatnya melafaskan ijab qabul dengan lancer dan langtang.

Mahar yang Hana ajukan bukanlah mahar yang sulit dan mahar yang mahal, ia hanya meminta seperangkat alat sholat dan sebuah kitab suci Al-Qur'an. Hana bermaksud bahwa itu tidaklah memberatkan dan ia minta diajarkan membenarkan sholatnya dan mebenarkan bacaan Al-Qur'annya.

Jika tidak dari didiri sendiri mengikhlaskan maka siapa yang akan mengikhlaskan, Hana menyadari kesalahan masa lalunya, dan rasa? Jangan tanyakan pada mereka yang pernah patah hati itu apalagi wanita. Memang tidak terlihat apa-apa seakan biasa saja, namun hanya diri itu dan Allah lah yang tau bagaimana menyusutnya rasa yang pernah ada itu. Walau belum hilang setidaknya, "Aku akan mencoba melupakan dan jatuh cinta lagi pada takdir ku" batin Hana.

"Dek? kamu ngapain di sini?"

"Ha? Eh?"

"Ha eh ha eh, abang nanya kamu ngapain di sini?"

"Ya menurut abang?"

"Minum sambil ngemil+melamun, gak kekamar gitu bersih-bersih"

"Udah tadi"

"Astaghfirullah ini beneran bocah, lambat amat koneknya"

"Maksudnya?"

"Sudahlah, cepat habiskan cemilan sama minum mu jangan mubazir"

"Iya iya tau"

Hanafi berlalu meninggalkan adiknya sendirian duduk di pentri dapur bersama minuman dan cemilannya. Hana meninggalkan kamarnya setelah ia mandi dan bersih-bersih, ia malu harus satu kamar dengan orang baru atau lebih tepatnya suaminya. Ia bingung akan menjawab apa jika ditanya atau diajak mengobrol jadilah ia memilih keluar kamar setelah suaminya memasuki kamar mandi menggantikannya.

***

Di tempat lain, atau lebih tepatnya di dalam kamar. Seorang laki-laki tengah mencoba menenangkan jantungnya dengan membaca Al-Qur'an ia akan mendapatkan ketenangan itu.

Setelah acara resepsi selesai sebelum waktu magrib ia tidak memiliki waktu yang panjang untuk menyapa istrinya karena memang ia tidak di sandindingkan. Pada saat ada kesempatan untuk bersama,

"Astaghfirullah..." batin Afnan, jika ada orang lain selain istrinya yang keluar kamar mandi dengan kaos putih panjang dengan celana piyama abu-abu serta ada handuk hitam yang melilit rambutnya dan melihat reaksi Afnan yang tidak bersuara namun wajahnya berubah terkejut mungkin akan membuat orang tersebut tertawa. Pemandangan di depannya yang membuat Afnan kaget sendiri dan malu. Ia sering melihat wanita dengan rambut tergerai, ia juga pernah melihat wanita dengan kaos putih, "Ya karena tidak sengaja", Afnan yang selalu menjaga pandangannya agar tidak hilang hafalannya, namun pemandangan kali ini tidak mendatangkan dosa hanya saja, "Tidak baik untuk jantung ku".

Setelah pandangan mereka bertemu keduanya kompak menundukkan pandangan dan Hana menganggukkan kepala tanpa kalimat bahkan kata lalu berlalu meninggalkan Afnan yang berdiri di depan pintu kamar mandi.

Afnan berniat menunggui istrinya kembali ke kamar istrinya dulu, sambil duduk di meja belajar istrinya.

"Nah ini kamarnya Hana dan jadi kamar mu juga, dan kamar Hana ini tembus langsung ke kamar atau ruang kerjanya Hana di sebelah"

"Baik ayah terimakasih telah mengantarkan saya"

"Tak masalah kau menantu pertama ku, semoga kau benar-benar bisa membantu Hana menjadi lebih baik"

Afnan hanya menganggukkan kepalanya, "Baik Ayah akan siap-siap ke masjid sholat Isya berjamaah, kau ikut?"

"Tentu, saya akan bersiap"

Afnan mengingat-ngingat bagaimana kejadian-kejadian hari bahagianya itu, mengingat keputusannya yang cepat tentang pernikahan ini dengan seorang wanita yang bahkan sangat muda berbeda, perbedaan umur Sembilan tahun, namun malah lebih terlihat dewasa Hana daripada dirinya. Padahal Hana juga anak terakhir, jika teori anak terakhir itu manja.

"Ya Allah istiqomahkan cinta ku hanya pada_Mu, Ya Rabbi landaskan cinta ini karena asma mu"

***

Istiqomah Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang