T H E 🌞 E N D

437 25 28
                                    

"Hm, kenapa Flo dan Tasha lama?" aku mengeluh pada Reyna dan Alice. Mereka pun menggeleng kepadaku tanda tidak tahu.

"Coba telpon mereka deh." ujar Alice. Aku mengambil HP ku yang ada di atas meja, lalu mulai mencari kontak Flo.

"Halo?" sambungan telponku akhirnya diangkat oleh Flo. Aku pun me- loud speaker suara Flo.

"Hai! Kita lama ya? Sebentar lagi pulang kok."

"Cepetan pulang Flo." timpal Reyna.

"Iya, iya, bentar lagi. Ini udah otw, bentar lagi sampai kok. Kita juga udah beli makanan buat makan malem."

"Oh, ya udah, hati-hati ya." ucapku sebelum menutup telpon lalu meletakkan HP ku kembali ke meja.

"Mau aku buatin smootie?" tawarku, kebetulan tadi aku membawa strawberry. Jadi kami bisa meminum smootie bersama saat Flo dan Tasha pulang.

"Mau!" seru Reyna dan Alice kompak, aku tertawa. Setelah itu aku berjalan menuju ke dapur, mengeluarkan buah strawberry yang kubawa tadi dan juga mengeluarkan bahan-bahan lainnya.

"Girls! Gak papa 'kan kalau aku mau pakai blender punya Tasha?" seruku dari dapur. Tadi aku dan teman-temanku berkumpul di ruang tamu milik Tasha. Tempatnya memang luas dan juga nyaman jika dibuat kumpul-kumpul. Sedangkan dari dapur ke ruang tamu tersekat oleh tembok.

"Udah, gak papa!" seru Reyna, aku kembali fokus untuk mencuci strawberry tadi di wastafel, lalu mulai berkutat dengan alat-alat dapur lainnya.

Setelah beberapa menit kemudian, aku membawa smootie hasil buatanku ke Ruang Tamu tapi Alice juga Reyna tidak ada di sana.

Aku meletakkan nampannya di meja, aku baru sadar kalau suara-suara mereka bahkan sudah tidak terdengar sewaktu aku masih di dapur.

"Loh? Girls! Kalian dimana?!" seruku sambil mencari mereka ke ruangan yang memungkinkan mereka ada disana.

Aku keluar rumah, ternyata motor Tasha sudah terparkir rapi. Jadi berarti Flo dan Tasha juga sudah sampai di rumah. Sampai akhirnya aku mencari ke halaman samping rumah Tasha dan,

"Tada!"

Aku terkejut karena teman-temanku berteriak kencang. Tetapi ada satu hal lagi yaitu ada Allen yang sedang membawa balon ada juga beberapa teman-temannya.

"Hai Elsa." sapa Allen.

"Oh, hai." balasku. Aku melirik ke belakang Allen, teman-temanku mengangguk-angguk padaku. Walaupun aku tidak tahu apa maksud mereka. Setelah itu mereka semua meninggalkanku, jadi hanya tinggal aku dan Allen saja.

"Al? Kenapa bawa balon? Aku gak ulang tahun kok hari ini."

Allen terkekeh, "Bawa dulu Els." kata Allen sambil memberikan balon-balon itu padaku.

"Hahaha, buat apa?" tanyaku, tapi wajah Allen berubah jadi lebih serius.

"Aku mau ngomong serius, dengerin ya." ucap Allen lembut. Aku terkejut dengan sikapnya hari ini.

"I-iya, oke."

"Aku tahu, kalau kamu menyukaiku."

Hah? Wait, jadi dia tau? Siapa yang udah beritahu si Al?

Aku menunduk malu, pikiran negative mulai bermunculan di otakku. Segala pikiran terburuk yang pernah aku pikirkan itu, aku tak mau jika akan menjadi kenyataan. Bahkan balon yang diberikan Allen pun tak sengaja terlepas dari genggamanku.

"Look at me, Elsa."

"Sorry Al. Aku gak maksud gitu, aku janji bakalan lupain rasa itu. Aku lebih milih kita berteman aja dari pada nanti akhirnya kita bakal diem-dieman. Aku tahu kalau-"

"Elsa, aku belum selesai bicara." tegas Allen, membuatku langsung mengatupkan bibir.

"Elsa, kau tahu 'kan sebentar lagi kita udah kelas 12? Kita bakal disibukin banyak tugas dan juga ujian, lalu rencana untuk lanjut kuliah juga mengurus keperluan yang dibutuhkan lainnya, dan pada akhirnya kita harus menghadapi UNAS," Allen berhenti bicara sejenak.

Aku mengangguk mengiyakan perkataannya. Jujur saja aku sedang membendung air mataku. Masih bisa kutahan karena aku sedari tadi belum berani untuk menatap Allen langsung.

"Jadi, karena itu aku mau kamu untuk menunggu sedikit lebih lama lagi. Kau mau 'kan Els?" tanya Allen.

"Aku juga punya perasaan yang sama. Jadi intinya, aku mau kita fokus dulu di kelas 12 ini. Aku minta tolong, jangan pernah lupain rasa itu Els, tunggu aku. Jangan lepasin perasaanmu sama kayak kamu lepasin balon-balon itu tadi."

Seketika aku langsung menatap mata Allen, tidak terlihat suatu kepura-puraan disana.

"Al?"

"Aku serius. Aku janji bakal nunggu kamu sampai lulus. Jadi kamu harus janji untuk nunggu aku juga ya?" tanya Allen sambil tersenyum. Oh, aku rindu senyumnya yang hangat itu.

Tapi air mata yang ada di pelupuk mataku sudah tak dapat lagi kubedung. Aku senang, bahkan aku sekarang merasa kesusahan untuk bernafas.

"Don't cry," ucap Allen sambil menunduk, mensejajarkan wajahnya ke wajahku. Aku mengangguk, aku sulit untuk mengeluarkan kata-kata.

"Oke, jadi janji?" Allen menaikkan jari telingking kanannya ke arahku. Aku pun juga menautkan jari telingkingku padanya.

"Iya janji." aku tersenyum begitu juga Allen.

"Tapi, aku mau ngomong ini sekarang. Aku tahu kalau setiap orang butuh yang namanya kepastian. Aku gak mau kamu kepikiran. So, Elsa. Would you be mine?" tanya Allen.

Aku terharu, dia sampai sepeka ini. Aku tahu jika dia ingin menegaskan hubungan ini.

Maka dari itu dia menyebut kata mine dan bukannya kata my girlfriend.

Intinya, kami sudah mengetahui perasaan masing-masing. Tapi kami tidak akan melakukan hal-hal selayaknya orang berpacaran. Kita tetap lebih mendahulukan untuk fokus di kelas 12 esok. Saling menunggu untuk datangnya hari kelulusan.

"Okay, I would."




▶▶◀◀

Tadaaa! Udah selesaii. Baper aku tuh, Al peka :') Gimana? Hehe. Maaf kalau menurut kalian endingnya absurd.

Kok udah selesai aja si? Iya jadi aslinya aku nulis ini itu semacam kek short story gitu. Makanya ini cuma ada 11 part hehe.
Jangan lupa vommentsnya dong, di part-part terakhir huhu.

Aku mau bilang terima kasih ke kalian yang udah baca cerita ini dan udah tinggalin vomments ❤
Nanti bakalan aku revisi lagi kalau ada waktu luang.

Kasih bonus si Al pas mantai hehe.

Kasih bonus si Al pas mantai hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dah!

[4.9.18]

Mine ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang