Chapter 7:

50 8 3
                                    

Mirror
Chapter 6: Cancel

***

Bryan berada di sebuah di sebuah lapangan datar dan sangatlah gelap. Namun, ia dapat melihat bayangan aneh di sekilingnya dan menjerit menyebut namanya dengan suara yang menakutkan.

"Bryan lepaskan kami."

"Kami ingin bebas dari sini."

"Kami meminta maaf padamu. Kembalikan hidup kami."

Bryan sangat panik karena melihat banyak sekali manusia yang seperti zombie mendekati dirinya. Ia juga merasa pundaknya di tepuk oleh seseorang.

"Lepaskan aku Bryan."

"Rico? Tidak, aku tidak bisa semua ini Rico."

"Kau lihat semua ini? Kau menghancurkan hidup mereka. Hidupku juga. Mengapa kau melakukannya?"

"Ahhh aku tidak bisa mengatakannya."

"Tapi kau harus bisa. Dan kau harus mengeluarkanku."

Tiba-tiba sesosok pria berjubah hitam pekat bertopeng mendekatinya dengan langkah yang sangat aneh.

"Bryan, kembalikan hidupku. Aku minta maaf padamu."

"Lihatlah Bryan, semuanya meminta maaf padamu. Mereka hanya ingin keluar. Begitu juga denganku."

"Tidak."

"Aku tidak bisa."

"Tidak..."

***

"TIDAKKKK."

Bryan bangkit dengan segera. Nafasnya tersengal-sengal. Namun, sesaat kemudian pikirannya mulai kembali dan ia terbelalak melihat banyaknya orang yang mengelilinginya dan ia berada di sebuah kasur yang bewarna biru.

"Syukurlah kau sudah sadar Bryan." Ujar seorang pria yang menghampiri Bryan.

"Eh? Rizal?" Ujar Bryan kaget

"Aku menemukanmu sedang berusaha untuk bunuh diri."

***

Rizal pada saat itu ingin menyebrang di zebra cross. Namun, ia melihat Bryan sedang bediri sambil tertawa di tengah jalan. Rizal pun segera berlari untuk menyalamatkannya. Namun, karena langkahnya tidak sampai. Rizal pun mengambil ancang-ancang untuk melompat.

Rizal melompat dengan cepat berusaha mendorong Bryan dan berhasil. Namun, Bryan jatuh dengan posisi kepala terlebih dahulu mengenai tanah. Hal ini membuat darah bercucuran dari bawah kepala Bryan.

"Bryan?"

"Hei sadarlah Bryan!!"

Rizal berusaha menyadarkan Bryan. Namun, hal itu sia sia karena Bryan sudah tidak sadar. Dengan cepat, Rizal menelpon ambulans untuk meminta bantuan.

***

"Begitulah ceritanya."

Bryan hanya menunduk. Ia benar-benar malu di hadapan semua orang yang mengelilinginya.

"Maafkan aku, pikiranku benar-benar kacau. Jadi, entah kenapa niatan bunuh diri itu terlintas dalam pikiran." Ujar Bryan yaang benar-benar menyesal.

"Tenanglah Bryan. Jika kau memiliki masalah, silahkan saja bicarakan kepada kami. Bisa saja kami akan memberikan solusi untuk masalahmu." Ujar Rizal yang memotivasi Bryan.

"Ya, aku akan berusaha. Terima kasih." Ujar Bryan yang kembali dengan senyumannya.

Seorang perawat datang dan memperingatin untuk yang tidak berkepentingan tidak di perbolehkan masuk.

Dengan terpaksa, beberapa anggota eskul Edukasi keluar dan hanya menyisakan Rizal dan pelatih dari Edukasi.

"Aku pergi sebentar Bryan." Pamit Rizal.

Rizal pun membuka pintu dan keluar menuju lorong rumah sakit.

"Kau tidak apa-apa Bryan?" Tanya pelatih.

"Tidak apa kok kak."

"Baiklah, saya akan memberi waktu istirahat untukmu. Tapi, segeralah kembali jika kau sudah sembuh. Kau adalah pemain inti disini karena kau yang akan memainkan piano sendiri di hadapan semua orang."

"Ya kak aku mengerti, aku akan berusaha."

***

Rizal keluar dari dalam rumah sakit dan berjalan sekitar di koridor luar. Tidak di sangka bahwa hujan akan turun dengan derasnya. Padahal tadi hanya mendung saja. Rizal membeli sebuah Black Coffe dari sebuah toko dan mengesapnya untuk menghangatkan tubuhnya yang dingin karena terpaan angin hujan.

"Hmm, sebaiknya aku urungkan saja niatan ini. Dia sangat rapuh." Batin Rizal.

Rizal pun mengambil Hp miliknya di saku celana. Ia pun segera menelpon seseorang melalui Hp miliknya.

"Halo?"

"Halo, ini aku Rizal."

"Oh Rizal, bagaimana hasilnya? Apakah kau bertemu dengan Bryan?"

"Aku bertemu dengannya. Tapi, ia sedang berusaha bunuh diri dengan cara menabrak dirinya."

"Apa?? Apakah itu benar?"

"Tentu saja, ini bukan main-main."

"Hmm, jadi apakah kau tetap melanjutkan investigasi?"

"Tentu saja tidak, kondisinya yang sangat tidak memungkinkan itu akan membuat pikirannya akan hancur jika aku bertanya kepadanya soal 2 kasus yang sedang pecahkan itu."

"Hmm baiklah. Karena kau sudah di anggap dispen, maka selamat menjalani hari dispenmu."

"Hmm baiklah. Tapi, aku memiliki satu rencana."

"Rencana? Apa maksudnya?"

"Akan aku jelaskan besok. Mungkin saja ini akan berhasil."

"Huff baiklah, lakukan yang terbaik demi terpecahnya 2 kasus ini."

"Tentu saja."

Rizal pun menutup telepon itu dan menaruh Hp miliknya kembali ke saku celana. Ia melanjutkan mengesap Black Coffe yang berada di genggamannya.

"Hmm cermin itu, mengapa tidak bisa kubuka ya?" Batin Rizal bertanya-tanya.

Pada saat Bryan sudah dalam kondisi tidak sadar, Rizal melihat sebuah cermin yang masih saja di genggam oleh Bryan. Ia pun mengambil cermin itu dan berusaha membukanya.

"Eh kenapa tidak bisa terbuka?"

Rizal berusaha membuka sekuat tenaga. Tetapi, cermin itu tidak mau terbuka. Ia pun pasrah dan menaruhnya di saku jaket Bryan.

"Hmm cermin yang benar-benar aneh."

Bersambung
Wah akhirnya selama juga saia dari maut dan ancaman introgasi Rizal haha.

Ditunggu kelanjutannya ya.
Harap vote dan komen.

Terima Kasih...

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang