Chapter 12: Ending

61 6 1
                                    

Kasus percobaan pembunuhan yang terjadi di Opera setelah pertunjukan dari sekolah itu membuat geger seluruh kota Bekasi.

Begitupun SMAN 20 karena korban dan pelaku adalah siswa dari sekolah mereka.

Yang paling mengejutkan bahwa pelaku adalah Bryan. Siapa yang sangka bahwa pria pendiam dan pemalu itu yang baru saja membuat sebuah prestasi yang membanggakan adalah seorang pembunuh yang keji. Dan juga dalang di balik 2 kasus yang sedang di usut oleh pihak sekolah.

Orang tuanya pun tidak menyangka jika anaknya menjadi seperti itu. Tapi, mereka sadar akan satu hal. Anak mereka menjadi seorang pembunuh karena kurangnya kasih sayang dari mereka dan juga sang orang tua juga sering kali berkelahi di depan Bryan hingga membuatnya frustasi dan melakukan hal keji itu.

Walaupun ia terkena tusukan dari gunting Rico dan pukulan yang keras dari Rizal dan Lim, Bryan masih dapat di selamatkan dan ia langsung melalui jalur pengadilan pada saat ia sudah kembali pulih.

Bryan di kenai pasal berlapis tentang pembunuhan, pembunuhan berencana, perlindungan anak, pembunuhan berantai hingga ia terpaksa di vonis mati dan tidak mendapat perlindungan anak.

Kasus ini viral dimana-mana dan membuat SMAN 20 mendadak terkenal dimana-mana karena kasus tersebut. Namun, pihak sekolah tutup mulut karena menjaga nama baik sekolah.

Rico yang terkena luka tembak segera di larikan ke rumah sakit dan berhasil diselamatkan dengan sedikit operasi untuk mengambil peluru yang bersarang di tangannya dan juga di jahit.

***

Pada saat Bryan menghadapi eksekusi. Orang Tua, Kepala Sekolah, pelatih dari eskul Edukasi, Lim Rizal dan Rahmat hadi untuk menyaksikan eksekusi tersebut.

Bryan hanya diam begitu saja tanpa bicara sedikitpun kepada mereka yang melihat eksekusi itu.

Bryan meminta bahwa ia tidak perlu di kenakan penutup kepala. Ia ingin sekali melihat tembakan peluru itu mengenai dirinya.

Jika ingin tahu apa yang Bryan inginkan?

Dia hanya ingin MATI.

Dia ingin meninggalkan dunia yang sangat menyakitkan ini.

Dunia yang membuatnya hidupnya tidak tenang, frustasi, di rundung rasa bersalah, dan lain-lain.

Ia tidak peduli bagaimana nanti di sana pada saat ia sudah mati. Yang terpenting ia terlepas dari masalahnya.

Masalah yang membuat hidupnya selalu tertekan.

Pada saat para eksekutor siap menembak, ia tersenyum. Ia tertawa sedikit hingga akhirnya ia tertawa terbahak-bahak bagaikan orang gila yang membuat mereka yang melihat proses eksekusi merinding ketakutan termasuk orangtuanya yang tidak menyangka sifat anaknya akan menjadi seburuk itu.

"HAHAHAHAHA."

"BUNUHLAH AKU SEKARANG!!!!"

"AKU TIDAK KUAT HIDUP DI DUNIA INI."

"DUNIA YANG PALING AKU BENCI!!!."

"BUNUH AKU!!"

DOORRR.

Peluru pun di tembakan dan mengenai bagian jantung Bryan hingga ia ambruk dan tewas seketika dengan kondisi yang mengenaskan. Mata yang terbuka dan mulut yang tersenyum lebar.

Orang tuanya hanya menangis tersedu-sedu melihat kondisinya yang sangat mengenaskan.

"Pak, bu, ini akibatnya dari kurangnya kasih sayang, kekerasan dalam rumah tangga, dan orang tua tidak harmonis. Anak akan menjadi tertekan dan menjadi seseorang yang mengerikan yang dapat merugikan bahkan membahayakan lingkungan sekitar. Ia hanya perlu ketenangan, perlu kasih sayang yang tidak pernah ia dapat selama ini. Dan karena ia tidak mendapatkannya, ia melakukan segala cara agar mendapatkan sebuah kepuasan yaitu membunuh seseorang yang membullynya atau sebagainya." Ujar sang Kepala Sekolah memberikan nasihat.

"Saran saya jika kalian memiliki anak kembali, rawatlah dan sayangi dia. Jangan sampai anaknya bernasib sama dengan sang kakak yang hidupnya sudah hancur berantakan."

"Iya pak, kami akan usahakan sebaik mungkin. Ini jadi cambukan dan karma bagi kami karena selalu bertengkar."

"Baiklah, semoga dia tenang di alam sana."

Kepala Sekolah izin untuk pergi dari sesi eksekusi itu diikuti oleh sang pelatih Edukasi. Rizal, Lim, dan Rahmat melangkah maju mendekati orang tua Bryan.

"Pak, bu. Kami minta maaf jika kami memiliki salah kepada Bryan." Ujar Rizal dengan tutur kata yang sopan.

"Tidak apa nak, kami juga tahu kalian membela diri agar tidak terbunuh oleh anak kami. Justru, kamilah yang meminta maaf."

"Tidak apa bu, kami sudah melupakannya."

"Tapi maaf bu, apakah cermin ini dapat kami hancurkan? Cermin ini sudah di salahgunakan oleh Bryan untuk mengurung jasad yang ia bunuh untuk menghilangkan jejak. Tapi, apakah jasad para korban dapat di keluarkan?" Ujar Lim tiba-tiba sambil memperlihatkan cermin itu kepada kedua orang tua Bryan.

"Cermim ini tidak bisa di hancurkan. Karena ia akan kembali seperti semula. Jasad yang disana pula juga tidak bisa di keluarkan karena portal masuknya tidak bersifat menghisap mereka keluar. Harus ada seseorang yang membawa semua jasad itu keluar. Namun, itu sangat beresiko karena bisa saja portal itu tidak dapat terbuka kembali."

"Baiklah, apakah sebaiknya kami kubur saja?" Saran Rahmat.

"Ya, hanya itu satu satunya cara. Setidaknya, tidak ada lagi siapapun yang tahu cermim itu. Walaupun itu turun temurun, tapi cermin itu sudah sangat membahayakan. Kami rela untuk mengubur cermin itu."

***

Pada pemakaman Bryan telah usai, Rizal, Lim, dan Rahmat segera mengubur cermin itu di samping makam Bryan.

"Selamat tinggal Bryan. Semoga kau tenang disana." Ujar Rizal dengan nada rendah.

Mereka bertiga meninggalkan makam Bryan. Akhirnya, semua masalah itu sudah selesai. Cermin itu telah terkubur bersama Bryan dan mungkin tidak ada lagi yang tahu cermin itu selain mereka bertiga

Tamat.

Alhamdulilah tamat juga cerita saya ini hehe. Di tunggu ya cerita lainnya.

Terima Kasih...

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang