Manhattan, New York. Sebuah kawasan yang penduduknya cukup padat, juga dengan aktivitas yang padat. Sebenarnya bukan tempat yang bagus untuk melarikan diri dari penatnya hidup. Tapi seorang gadis keturunan asli dari Korea Selatan mencoba untuk menulis garis hidup yang lebih baik di kota besar ini. Masa depan siapa yang tahu?
Sinar matahari menyapa lewat sela-sela kain yang menutupi jendela kamarnya. Sebuah sapaan hangat yang ia dapatkan dari kota yang baru ditempatinya sejak malam kemarin. Perlahan matanya terbuka, merasakaan kehangatan sinar yang mengetuk kelopaknya. Masih dengan posisi meringkuk sambil memeluk boneka rillakuma yang belakangan menjadi teman tidurnya, matanya terbuka sempurna bersamaan dengan ia yang bernafas stabil dan teratur. Jam digital di sampingnya menunjukkan pukul delapan pagi, ia bangun terlambat satu jam dari alarm yang dipasangnya malam tadi.
Badannya ditegakkan, duduk dengan selimut yang tadinya menutup tubuhnya hingga batas bahunya langsung terjatuh menumpuk di pangkuannya. Sejenak menguap pelan sebelum meregangkan tangannya yang masih terasa pegal.
Dengan wajah mengantuk, ia pun beranjak dari tempat tidurnya. Melangkahkan kaki telanjangnya keluar dari kamarnya dan masuk ke kamar mandi yang tepat ada di samping kamarnya."Kenapa mereka tidak memasangkan pintu yang langsung bisa menembus ke kamar mandi dari kamarku?" pikirnya saat berjalan menuju ke kamar mandi.
Wajahnya ia basuh, melihat pantulan dirinya dari cermin setelahnya. Mulai dari rambutnya yang tergerai hingga batas pinggangnya, wajah polos tanpa make up yang terdapat bulir-bulir air yang menyisa, serta tubuh bertinggi 163cm yang terbalut tshirt longgar dan celana pendek katun yang nyaman, semuanya terlihat normal seperti perempuan seumurannya pada umumnya.
"Baik, Zoe... hidupmu yang baru dimulai di sini. Semangat!" ujarnya pelan sambil menepuk-tepuk kedua pipinya pelan dan berjalan keluar dari kamar mandi.
Hari ini ia berencana untuk menyapa tetangga-tetangga barunya di flat ini. Flat dengan empat lantai dengan lantai pertama yang menjadi lobby flat itu dan hanya 6 kamar dengan luas kamar yang berbeda tiap lantainya. Ia menempati lantai dua dimana ada tiga kamar di sana dengan ukuran yang lebih kecil dibanding lantai tiga dan empat. Sepengetahuannya dua kamar di sampingnya ditempati oleh seorang laki-laki berumur di awal dua puluhan dan seorang laki-laki yang seumuran dengannya di kamar lainnya.Kemudian di lantai tiga, dengan kamar yang lebih besar terdapat satu orang wanita berumur di pertengahan dua puluh dan laki-laki yang masih di bangku kuliah di kamar lainnya. Dan di lantai empat, hanya ada satu penghuni yang menempati kamar terbesar di flat ini yang katanya ia adalah orang terkenal. Semua informasi itu ia dapatkan dari orang yang menjual kamar flat ini kepadanya yang merupakan pemilik flat sebelumnya.
Zoe, gadis di akhir umur dua puluhnya yang telah ditempa kerasnya hidup ini berharap lembaran baru hidupnya di kota ini dapat terisi dengan hal-hal indah dan menyenangkan, menutup lembaran lama hidupnya yang tidak berwarna.
.
.
.Tangannya kini sibuk dengan adonan macaroon yang hendak dipanggangnya. Zoe berencana untuk memberikan macaroon sebagai salam atas kedatangannya sebagai penghuni baru di flat ini. Dengan alunan musik dari ponselnya, kegiatan memasaknya siang ini jadi lebih menyenangkan. Macaroon dengan berbagai macam warna dan tentunya rasa yang manis kini telah tersusun di sebuah nampan besar, masih hangat karena baru saja diangkat dari oven.
Beberapa kotak kertas kecil yang berjajar di meja pun telah dopenuhi dengan masing masing lima buah macaroon di dalamnya. Zoe pun membawa lima buah kotak itu keluar dari kamar flatnya. Memutuskan untuk berkunjung ke semua penghuni flat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
White
Художественная прозаSaling mencintai dengan begitu banyak kesalahan. Didasari oleh warna putih sebagai lambang kemurnian, kebaikan, dan kehampaan. Karena 'putih' adalah awal dan alasan dari segalanya. Anders yang hidupnya sempurna tapi tidak dengan hatinya bertemu deng...