Seperti pelangi. Memilki warna yang indah, selalu memberkan semua orang kebahagaiaan dengan kehadirannya. Lukisan kehidupan yang sangat di impikan setiap orang. Pembiasan cahaya seharusnya melewati jalan lurus namun berbelok arah dan menghasilkan keindahan. Dedaunan terlihat basah. Matahari seperti malu- malu untuk menampakkan dirinya. Awan putih masih menyelimuti langit biru.
Perempuan itu menyandarkan tubuh rampingnya pada sebuah jendela. Jendela tersebut menghadap kearah barat. Pemandangan sawah terhampar luas. Jilbab merahnya berkibar terhempas oleh angin sejuk.
"Dingin Nur, nanti kamu sakit" suara seorang laki-laki separuh baya menyuruh perempuan itu berhenti menikmati keindahan ciptaan sang pecipta.
"Nur senang disini pak. Kedamaian selalu Nur rasakan. Nur sangat betah berlama-lama di depan jendela ini" perempuan itu menjawab dengan sedikit berpuitis.
"Hidup itu harus di nikmati, jangan kau jadikan beban. Bapak sudah tidak berhak lagi padamu. Semuanya sudah bapak serahkan pada Hamid suamimu"
"Do'akan Nur, semoga selalu kuat menghadapi semua ini"
Kebahagiaan terus di perlihakan oleh Nurmala. Perempua manja yan tidak pernah mau mengurus rumah. Membantu orang tuanya. Hanya menunggu keinginan sendiri. Pekerjaan rumah bisa dia kerejakan.
"Bapak tahu kamu menyesal" Laki-laki itu menggantungkan perkataannya
"Nur kesini hanya kangen sama jendela ini pak. Bapak jangan berpikir macam-macam. Nur sudah bahagia bersama Hamid"
"Bukan begitu Nur, tapi.."
"Nur tidak mau melihat bapak berpikir aneh tentang keluarga Nur. Kalau begitu Nur pulang saja. Do'akan saja semoga Nur kuat"
Langkah pasti namun pelan. Berat rasanya meninggalkan rumah tempat ia menghabiskan masa anak-anak sampai remaja. Langkahnya terhenti berharap ada panggilan dari sang bapak. Nur tahu bapaknya sangat menyayanginya. Nurmala kini sudah berkeluarga, tanggung jawab sepenuhnya ada pada suaminya Hamid.
Perempuan itu terus melangkah. Menyusuri jalan-jalan setapak. Hatinya terus didera rasa sakit, perempuan itu berada diantara dua jalan. Antara melepasakan dan bertahan. Pematang sawah dia lewati. Melangkahkan kaki kerumah terasa berat baginya.
Perjalanan yang di lalui semula belok kanan di ujung pagar rumah kemudian lurus lalu akan menemukan jalan besar. Namun jalan yang diambil oleh Nur adalah rute yang lebih jauh. Harapannya tidak lain adalah untuk benar-benar mencari ketenangan setelah apa yang di alminya sekarang ini. Hamparan sawah telah di lewatinya sampai dia menemukan jalan raya. Hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang. Perempuan itu seolah ada yang dicari. Kepalanya celingukan berharap apa yang dicacarinya berada di sana.
"Kamu lewat sini?"suara laki-laki kembali menyapanya
"Hanya ini yang bisa aku lakukan"
Laki-laki itu memandang Nur dengan lekat. Seolah sangat berharap banyak kepadanya. Pengorbanan yang dilakukan Nur tidak pernah di ketahui oleh siapapun. Termasuk pengorbanannya menempuh jarak yang lebih jauh hanya sekedar pulang kerumahnya.
"Ayuk naik. Kita pulang"
Tanpa penolakan atau bantahan Nur mengikuti saran laki-laki tersebut. Menaik motor yang di bawa oleh laki-laki tersebut. Laki-laki itu adalah Hamid suaminya Nurmala. Wajah tidak rela terpasang oleh Nur. Namun karena sudah menjadi kewajiannya atas tangung jawab dan pilihan hatinya maka Nur harus menanggung semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Teen FictionKUMPULAN CERPEN "Pesan Dari Surga" "Hiduplah seperti air yang bisa mengisi ruang, menghilangkan haus dan membuat orang bisa bertahan".Sebuah pesan chat yang datang begitu saja. Apa maksud dari pesan chat tersebut?. Pertanyaan itu terus memburu di ke...