Part 3

122 37 25
                                    

"Ara lo udah makan bakso 2 mangkok, sekarang mau pesen es campur juga. Lo itu kesurupan, apa gimana sih?" Manda menatap Ara dengan heran, pasalnya Ara telah menghabiskan porsi makanan yang cukup besar.

"Ara kan nanti mau ulangan fisika, jadi harus banyak makan biar otaknya ngga lola."

"Alah ngomong doang lo mah. Kalo kata kids jaman now tuh 'belum makan bego, udah makan malah jadi dongo' dan lo termasuk ke dalam kategori itu." Ucap Lifi dengan nada menyindir.

"Iiihhhh. Kok Lifi ngomongnya gitu? Ngga baik tau." Ara memajukan bibir dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ya lagian lo aneh. Kalo mau ulangan itu yang diisi otaknya bukan perutnya."

"Berani taruhan? Pasti nanti pas ulangan fisika lo malah berkelana ke alam mimpi gara-gara kekenyangan." Lanjut Lifi dengan nada pasti.

"Tau ah, Lifi mah ngeselin. Manda juga, sebagai sepupu yang baik harusnya belain Ara dong!"

"Gue mah netral aja Ra, males berurusan sama kalian berdua." Manda terlihat lelah menghadapi sifat sepupu dan sahabatnya.

"Iihhh. Manda mah gitu. Tau ah, Ara kesel." Ara bangkit dan meninggalkan kantin sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Woy, Ara! Lo mau kemana? Bayar dulu ini pesenan lo!" Ara tak menghiraukan teriakan Lifi. Lifi mendengus kesal, ia memutar kepalanya, menatap Manda dengan tatapan intimidasi. Manda yang di tatap seperti itu menelan ludahnya susah payah. Seakan mempunyai kemampuan telepati, Manda mengerti arti dari tatapan Lifi.

"O-oke. Bi-biar gue yang bayar." Ucap Manda takut-takut.

"Bagus." Baru saja Lifi bernafas lega, suara seorang cowo yang sangat ia kenali mengusik ketenangan gendang telinganya.

"Ehh, ada neng Lifi!" Cowo berkacamata hitam itu menghampiri meja Lifi dan Manda, dengan senyum pepsodent dan gaya sok cool yang mengundang tatapan aneh dari semua pengunjung kantin.

"Ternyata bener ya, kalo belum makan itu bikin ngga fokus. Buktinya, abang lagi liat neng Lifi jadi ibu dari anak-anak kita." Ujarnya sambil senyum-senyum gaje.

Cowo itu adalah Angga, manusia yang mempunyai predikat tak tau malu sedunia. Se-absurd apapun kata yang ia ucapkan, ia tak pernah merasa malu sedikitpun. Seperti sekarang ini, ia bahkan masih bisa menunjukan wajah tengil beserta senyum 5 jarinya. Sunggung 'menjengkelkan' batin Lifi.

"Jayus banget sih lo. Please, jangan gangguin gue hari ini, gue lagi males berurusan sama 'Generasi Bocah Ngapa Ya' macem lo." Sudah cukup Lifi berurusan dengan manusia langka sejenis Ara, ia tak mau menghabiskan tenaganya untuk meladeni Angga yang bisa di bilang satu spesies dengan Ara.

"Duhh, neng Lifi kalo lagi jutek kok malah tambah imut-imut gemesin gimana gitu. Jadi makin cintah sama neng."

"Najisin banget sih lo. Jangan panggil gue pake sebutan 'nang-neng-nong', gue bukan lagunya Ahmad Dani. Dan lagi, ngapain lo pake kacamata hitam di sekolah? Mau jadi kang pijit keliling disini?"

"Abang itu lagi belajar jadi cowo cool, biar kaya Edward Cullen. Soalnya tadi ada anak baru di kelas abang, mukanya datar banget kaya tembok, untung ganteng. Ya, walaupun masih gantengan abang kemana-mana. Tapi sebagai antisipasi pertama, abang harus tetep keliatan lebih ganteng dari dia makanya abang ngerubah penampilan jadi kaya gini. Gimana, udah kaya Edward Cullen kan?" Lifi memutar bola matanya malas, andai Indonesia bukan negara hukum, mungkin sekarang Lifi sudah menjahit mulut Angga. Lifi terlalu pusing mendengarkan celotehan unfaedah yang dipaparkan oleh Angga.

Manda yang sedari tadi hanya diam sambil menahan tawa, kini mulai tertarik dengan topik pembicaraan Angga.

"Ada anak baru dikelas lo? Namanya siapa Ngga?" Tanya Manda penasaran.

"Namanya Devan, Devan Januar Aditama."


















































Terimakasi buat kalian yang udah nyempetin waktu baca cerita aku. Vote dan komen kalian sangat berarti buat aku.

01092018

CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang