ONE

3.1K 196 0
                                    

"Good Morning."
Suara Mrs. Bells menghentikan kegiatan kami. -tidak termasuk aku, maksudku.

Kurebahkan kepalaku diatas meja dengan tumpuan lengan kiriku. Tak ada niat sama sekali untuk mengikuti pelajaran. Lebih tepatnya aku tidak peduli.

Sejak kapan aku seperti ini? Sejak.. Ayahku pergi dengan wanita lain, dan ibuku meninggal. Ya lagi pula aku juga tidak peduli dan mengapa harus? pelacur itu -ibuku juga tak peduli padaku, dia bahkan mencoba membunuhku, ironis.

Rasa kantuk mulai menyerang saraf mataku, untuk saat ini, lebih baik aku tidur.

***

Lagi, pria dengan kulit putih pucat itu datang ke dalam mimpiku, dia selalu saja memperlakukanku layaknya seorang puteri.

"Rindu padaku?"
Kulit telapak tangannya yang pucat itu menyentuh pipiku, dingin. Wajahnya tidak terlalu jelas, namun yang kuyakini, dia tampan, dengan dua gigi yang runcing di kanan kirinya.

Aku mengangguk dan tersenyum semanis mungkin padanya, aku tahu dan sadar betul ini hanya mimpi, namun aku tidak mau terbangun lagi, aku lebih suka disini, dengannya.

Suara gaduh yang berasal dari meja sebelah membangunkanku dari mimpi yang indah tadi.

"Berisik."
Kulirik dia dengan ketusnya. Jilbert, dia hanya tersenyum. Menyebalkan.

Sifatku yang arogan, egois, pendiam, kasar dan sifat buruk lainnya membuatku tidak mempunyai teman. Aku tidak peduli, aku tidak butuh teman.

Tak ada yang mengiginkanku, termasuk kedua orang tua ku. Sekolahku hanya tinggal satu bulan lagi, untungnya biaya pendidikanku terjamin dengan uang simpanan nenekku dulu. Meski hanya sampai Sekolah Menengah Atas.

Setelah lulus apa yang akan aku lakukan? Aku tidak tahu, mungkin mati lebih baik. Jika saja aku tidak menyayangi nenekku, aku sudah bunuh diri sedari dulu.

Nenekku berpesan agar aku tetap hidup, apapun yang terjadi. Namun kali ini aku merasa sangat kosong.

***

Aku duduk di lantai tertinggi sekolahku, jarang ada siswa yang masuk kesini, jadi aku hanya sendiri, menatap gedung - gedung pencakar langit dan tanah yang terlihat sangat jauh dari atas sini.

Aku memejamkan mata, inikah batas ku? Haruskah aku menghianati janjiku pada nenek agar tidak mati?

'Tereshiyu'
Hm? Seseorang memanggilku.

'Jika kau tidak mengiginkan hidupmu, bagaimana kalau kau memberikannya kepada orang lain?'
Memberikan hidupku.. Kepada orang lain? Tidak buruk, kurasa.

Aku membuka mata, selangkah lagi saja aku hanya tinggal nama.
Secarik alamat ada di genggamanku, mungkin dari si 'pembisik' tadi. Akan kupikirkan tawarannya.

***

Aku, sekarang sudah benar - benar lulus. Tak ada hari senin menyebalkan, guru cerewet dan teman sekelas yang berisik. Kini aku bebas!

Langkah gontaiku membawaku menuju rumah sederhana yang kini terlihat seperti sarang pengemis, terlalu malas untuk membersihkan dan, aku tidak peduli, lagi pula tak ada yang mau mengunjungi rumaku.

Kurebahkan tubuh ku diatas kasur kapuk yang sudah lapuk dimakan usia.

Akhir - akhir ini dia tidak muncul di mimpiku, pria itu satu - satunya yang aku rindukan, meskipun hanya di mimpi. Aku hanya berharap dapat bertemu denganmu lagi.

19.03
Bosan sekali. Ah- alamat itu, kurasa jika aku datang sekarang, ini waktu yang tepat.

Aku bergegas memakai jaket hoody dan tas kecil berisi keperluan seadanya, alamatnya aneh, tak pernah kudengar ada jalan seperti ini.

Setelah 30 menit mencari - cari akhirnya aku sampai, mungkin ini tempatnya, banyak sekali orang disini, mereka semua memakai jaket putih panjang dan memakai hoody.

Aku berjalan melintasi kerumunan, semua orang memperhatikanku rasanya. Aku menunduk mempercepat langkahku.

Seseorang lewat disampingku. Bau ini, bau pria itu. Kulihat dia berjalan cepat berlawanan arah denganku. Aku harus mengikutinya.

Aku berlari memecah kerumunan orang - orang hanya untuk mengejar pria itu. Hanya dua langkah lagi aku bisa menggapainya.

'Gep'

"He.. Hey, tunggu."
Nafasku terengah - engah, menunggunya memperlihatkan wajahnya. Dia berbalik menatapku heran.

Dia. Benar. Pria. Itu.

___

Next?

020918
©beyuur

VAMPIROVE [Setzu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang