Buku Bersampul Biru Langit

5 0 0
                                    

📒
.
.
Nada merebahkan badannya. Memijat kening. Menatap ke atas atap kamarnya yang putih bersih. Nada baru saja kembali dari mengantar Alila pulang ke kosnya. Jaraknya lumayan jauh dari kosnya sendiri. Namun masih bisa berjalan kaki. Kedua bola mata Nada perlahan-lahan meredup. Nada melirik jam dinding yang tergantung kokoh di dinding kamarnya. Pukul 14.15. Masih ada waktu untuk terlelap sebelum adzan ashar dikumandangkan. Semakin sayu. Meredup. Dan mata Nada sempurna terpejam.
.
****
Di sudut lain. Seorang laki-laki baru saja keluar dari gerbang kampus. Mendekati parkiran. Menuju sebuah motor matik berwarna merah campur hitam. Laki-laki itu Mendadak Terhenti. Seperti melupakan sesuatu. Seperti baru mengingat sesuatu. Dia membuka ranselnya. Mencari-cari sesuatu.  Mengobrak-abrik ranselnya. Tatapan dan tangannya lincah mengotak-atik buku-buku yang ada di dalam ranselnya. Tapi barang yang dicarinya tak kunjung ia dapatkan. Tatapannya kini terhenti pada sebuah buku. Buku bersampul biru langit. Laki-laki itu mengambil buku itu. Mengerutkan keningnya. Bingung. Matanya menyipit.
"buku siapa?" tanyanya dalam hati.
Ingin mengetahui pemilik buku itu. Laki-laki itu hendak membuka sampul buku berwarna biru langit yang kini sedang di genggamnya.

"woi! " tiba-tiba seseorang memukul pundak laki-laki itu dari belakang. Laki-laki itu mengurungkan niatnya membuka buku tadi. Memasukkannya lagi ke dalam ranselnya.
"masih disini Za? " tanya laki-laki yang menepuk pundaknnya tadi.
"ini mau pulang. Tadi habis kumpul HMPS" balas laki-laki yang akrab di sapa Aza itu.
"Nanti malam datang kan? " tanya laki-laki berkemeja itu kepada Aza.
"InsyaAllah" jawab Aza.
"iyaudah saya duluan iya. Assalamualaikum." pamit laki-laki yang biasa di panggil Dian. Teman kelas Aza.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh" balas Aza.
.
Siang yang cukup panas di parkiran kampus. Aza mengibas-ngibas kemaja putihnya sambil menunggangi motornya. Menyalakan motor. "bismillahirrahmanirrahim... " lirihnya. Dan berlalu meninggalkan parkiran.

....
Dikamar kos sederhana.
"drrrt... drrrrt... drrrrt... "
Suara getaran terdengar di samping Nada terlelap.  Baru beberapa menit saja Nada memejamkan matanya. Sudah ada suara yang mengganggu istirahatnya. Nada enggan membuka mata. Tapi tangannya bergerak mencari benda pipih berbentuk persegi panjang asal suara getaran itu. Benda itu berhenti bergetar. Nada memperbaiki posisi tidurnya. Matanya masih enggan terbuka.

"drrrt... Drrrt... Drrrt" handphonnya kembali bergetar. Nada terpakasa membuka mata. Dia mulai penasaran siapa yang menelpon ke kartunya ini. Nada membuka mata. Menerka-nerka siapa yang menelpon. Terkaaanya tertuju kepada dia, yang biasa nelpon ke nomor ini kan dia batin Nada. Nada mulai gugup. Berharap. Bahwa dia benar yang menelponnya. Dengan antusias Nada meraih hp.nya. menatap ke benda pipih itu penuh harap. Dan mulai mengeja sebuah nama yang tertulis di panggilan yang sedang masuk itu. Mata Nada membesar. Bibirnya membentuk perahu kecil.

"Deg! "  jantung nada berdebar. Hatinya berdesir. Benar. Dia menelpon. Setelah dua bulan lamanya tanpa kabar. Nada seperti menemukan melodinya kembali. Tapi tiba-tiba wajahnya meredup. Seperti ada yang mencegahnya
"Tidak!. Tidak boleh! " hatinya perang. "Aku tidak boleh mengangkatnya." Terkadang Nada memang sengaja tidak mengangkat telpon darinya. Meskipun terkadang rindunya begitu memuncak. Alasan Nada sederhana. Hanya ingin menjaga rasa. Agar rindunya tidak terlalu manja. Dan mencoba mengembalikan rasa hanya kepada. Nya.
...
Nada kini hanya menatap kosong ke layar pipih itu. Tak kunjung di angkatnya. Dia membiarkannya bergetar di genggamannya.
Akhirnya berhenti bergetar.

"trrrrrt" pesan masuk

"Assalamualaikum Nad"
.
"kenapa tak diangkat?"
.
"bukunya sudah sampai mana ditulis? "
"N(ada)ku hilang.... "
.
Hati Nada semakin berdesir. Tak tahu harus dia balas pesan itu atau tidak.
"kamu kemana aja? " ingin rasanya meluncurkan kalimat itu ke dia. Tapi Nada tentu saja tidak akan mampu melakukannya.
"buku? " Nada memikirkan sebuah buku. Mengingat-ngingat sebuah buku yang terakhir diberikan dia kepadanya.
.
.
.

"setiap kali kamu mau bercerita. Dan tidak seorangpun kamu dapati untuk bercerita. Berceritalah disini. Suatu saat aku ingin membacanya."
Aza mengerutkan keningnya. Setelah membaca lembaran pertma buku bersampul biru langit itu.

"Temanmu. Fatih... "
tertulis di pojok paling bawah buku itu.
Tak ingin terlalu kepo. Aza menutup buku itu.
"pasti punya gadis ceroboh tadi pagi itu" batinnya. Di amatinya buku biru langit itu. Membolak baliknya. Manis. Bukunya terlihat manis. Seperti pemberian. Dari orang yang spesial. Tiba-tiba persaanya seperti tergelitik untuk membukanya lagi. Melihat ke lembaran-lembaran selanjutnya. Tapi diurungkannya. Menghelai nafas. Dan meletakkannya di atas meja belajarnya. Besok harus dia kembalikan. Tekadnya.

N(ada)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang