Musim gugur, dan itu artinya Jung Jaehyun harus berdamai dengan cuaca Inggris yang menyebalkan.
Kalau hujan saja sudah cukup buruk, maka hujan ditambah angin yang menerbangkan payung dalam genggaman adalah yang terburuk untuk pemuda Jung tersebut. Ia tidak hanya harus menyelamatkan dirinya sendiri dari guyuran hujan, kameranya juga harus ia lindungi jika tidak ingin kehilangan sumber mata pencaharian.
Gerutuan tak henti-hentinya meluncur dari celah bibirnya sembari berjalan mencari tempat berteduh di sekitar Emirates Stadium.
Kemudian keping sewarna kakaonya menangkap teras nyaman sebuah cafe untuknya berteduh sejenak dengan secangkir latte dan menyelamatkan kamera dalam pelukannya.
Sapaan kasual dengan aksen dan logat London menyambut Jaehyun ketika pintu cafe didorong.
"Silahkan, mau pesan apa?"
Keping Jaehyun menelisik barisan menu yang ada pada dinding, di tulis dengan menggunakan kapur, serta dilengkapi dengan beberapa gambar.
"Grilled cheese sandwich and latte, please..."
"Baik, ada tambahan lagi?" Jaehyun menggeleng pelan, kemudian menyodorkan kartu debitnya setelah jumlah nominal pesanannya disebutkan.
Jaehyun menerima struk pesanannya sembari mencari tempat duduk kosong di dalam cafe. Senyum di bibirnya terukir ketika melihat sebuah kursi kosong di depan pemuda bersurai cokelat madu yang tengah sibuk mengerjakan sesuatu.
"Excuse me?" Jaehyun mencoba menepuk pundak pemuda di depannya.
"Ya?" Figur dengan surai cokelat madu itu akhirnya mendongak, menaruh atensi lebih kepada Jaehyun yang kini merasa waktu di sekitarnya terhenti sejenak.
Oh, God! How can be he's so gorgeous?!—batinnya.
"Sir? Ada yang bisa saya bantu?"
Jaehyun mengerjap, kemudian merasa dirinya terlihat sangat bodoh di depan pemuda luar biasa itu.
"A-ah ya...boleh saya duduk di sini? Tempat lain penuh."
Sebuah senyuman diikuti oleh gerakan merapihkan beberapa lembar kertas dan map yang berserakan di atas meja, lagi-lagi membuat Jaehyun terperangah selama beberapa detik.
Ya Tuhan, bagaimana gerakan sesederhana itu terlihat begitu anggun di matanya?
"Silahkan..."
"Terima kasih," gumam Jaehyun, "Jeffrey Jung, kau?" Jaehyun memberanikan diri mengulurkan lengannya untuk sebuah jabat tangan sebagai simbol perkenalan.
Ia tidak boleh membuang kesempatan untuk tahu siapa nama makhluk indah di depannya.
"Taeyong Lee, tapi teman-temanku di sini memanggilku dengan nama Taylor. Terdengar aneh ya?" Kekehan halus meluncur dari celah bibir Taeyong, sedangkan Jaehyun hanya bisa tertegun.
"Oh tidak, kau tahu? Taylor Swift bahkan sangat cantik...dan kau juga."
Kening pemuda di depannya membentuk kerutan samar, kemudian menggeleng pelan saat sadar Jaehyun sedang terang-terangan menggodanya. Ia tersenyum kikuk sebelum kembali memusatkan atensinya pada tugas kuliahnya.
"Arsitek?" Jaehyun akhirnya membuka kembali pembicaraan setelah pesanannya datang dan menit-menit canggung karena sikapnya yang terlalu jujur memuji Taeyong.
"Baru calon...aku masih berjuang dengan beasiswa penuh di UCL yang tidak pernah mudah."
Jaehyun kembali mengulum senyum. Tangannya tergerak untuk memotong sandwich dan memperhatikan tangan terampil Taeyong menggores pensil di atas kertas. Diam-diam kagum akan kapasitas otak Taeyong yang mampu menuntut ilmu di UCL dengan beasiswa penuh.
"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di London? Ku pikir kau sama-sama orang Korea."
"Well, aku lahir dan besar di sana karena Ayahku merupakan warganegara Korea, tapi Mom asli London. Aku berada di London karena pekerjaanku mengharuskan aku pindah dan Mom juga harus terapi."
Anggukan singkat diberikan oleh Taeyong sebelum ia menopang dagunya dan kembali meninggalkan sketsa miliknya, "Fotografer?" ujarnya sembari menunjuk kamera milik Jaehyun yang diletakkan di atas meja.
"Ya...untuk BBC Sports. Itulah mengapa aku berada di sekitar Emirates Stadium dan harus terjebak hujan. Arsenal akan bertanding dengan Chelsea, derbi London."
"Aku hanya paham menggores sketsa dan benci olahraga, jadi aku tidak begitu paham soal sepak bola meskipun itu populer di sini." Taeyong menderaikan tawa ringan yang nyaris membuat Jaehyun lupa bernapas.
Pemuda Jung itu berusaha sebisa mungkin merekam dalam ingatannya bagaimana garis mata Taeyong membentuk garis sabit yang cantik ketika tertawa. Atau tentang bagaimana suara Taeyong terdengar seperti genta angin baginya.
"Kau terlalu banyak melamun, Sir." Jaehyun mengerjap ketika Taeyong kembali menegurnya dengan sindiran halus.
"Uhm yeah...mungkin aku sedikit gugup ketika harus mengobrol denganmu sembari menunggu hujan reda."
"Kenapa?"
Senyuman Jaehyun dengan bonus lesung pipinya kembali muncul, "Bukankah sudah ku bilang jika kau cantik?"
"Apa-apaan," gerutu pemuda Lee di depannya, "simpan saja godaanmu untuk laki-laki cantik atau wanita di luar sana."
Taeyong boleh saja menggerutu, namun gestur mengaduk mix bowl miliknya dan juga semburat manis pada wajahnya tak luput dari perhatian Jaehyun.
Cute, batinnya.
"By the way, mungkin kau butuh inspirasi soal design bangunan-bangunan di sekitar Inggris...aku bisa merekomendasikannya untukmu."
"Apakah itu semacam ajakan kencan terselubung?" Selidik Taeyong dengan mata memicing.
"Tergantung bagaimana pandanganmu," ujar Jaehyun sembari mengangkat bahu. "Yang jelas, aku bicara jujur soal memujimu cantik."
"Kalau begitu, berhentilah memujiku cantik dan akan ku pertimbangkan untuk menerima tawaranmu untuk berkeliling Inggris di akhir pekan."
Jaehyun kembali tersenyum. Kemudian mengulurkan tangannya kembali sebagai tanda janji, "Deal, katakan dimana aku bisa menjemputmu pada akhir pekan dan nomer ponselmu. Maka aku akan berhenti memujimu cantik hari ini dan mari kita lihat seberapa banyak aku bisa memujimu di akhir pekan."
***
-FIN-
***
Drabble iseng.
Ngga ada lanjutannya.Vomment?
KAMU SEDANG MEMBACA
[JaeYong-NCT] Little Wonder
ספרות חובבים[FIN] Mulanya, Jaehyun hanya ingin segelas latte enak milik Little Wonder sembari menunggu hujan reda. Tapi nyatanya, ia malah terjebak dalam obrolan menyenangkan dan wajah secantik milik Lee Taeyong.