Keesokan paginya berjalan seperti biasa. Die berangkat ke sekolah diantar Mang Ojo.
"Hati-hati ya, Non.. Jangan sampe kayak waktu itu lagi.." ucap Mang Ojo.
Die tersenyum, "Iya, Mang. Die setiap hari hati-hati kok. Cuman pas itu aja lagi gak beruntung."
Die memasuki ruang kelasnya. Sepi, hanya ada dia dan seorang murid lainnya. Die tak banyak omong langsung duduk di bangkunya dan memainkan ponselnya.
"Claudya!" sahut murid yang duduk di bangku paling pojok.
"Hemm" balas Die malas masih sibuk dengan ponselnya.
"Claudya!"
"Iya apa?" jawab Die malas.
"Lu tumben dateng pagi?" tanyanya.
Pemilik suara berat itu kini duduk di samping Die.
Die menoleh, "Emang salah?"
"Ya gak lah.. Cuman heran aja kok lu bisa gitu berangkat pagi.."
"Ya emang ngaruh buat lo?"
"Ya kan gua cuman mau ngobrol--"
"--ya tapi lo ganggu gue Ali.." potong Die yang sudah risih dengan Ali yang notabene adalah tukang modus di sekolahnya. Die tak pernah respek dengan Ali. Yang ada Die sudah ilfeel duluan melihat gaya tengilnya.
Sementara Die kembali fokus di ponselnya.
"Die!" sahut Hanna yang tengah berlari menghampiri Die.
"Apa?" tanya Die.
"Ke lapangan yuk!" ajak Hanna.
"Ngapain? Enggak ah panas, gua mau ke perpus aja.." tolak Die lalu berjalan menuju perpustakaan yang sudah tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Ayo ke lapangan aja, anak-anak udah pada nunggu lo tau.." Hanna menarik lengan Die dan memaksanya ikut.
"Eeehh.. Emang ada apaa sih?" tanya Die.
"Anak basket tanding sama SMA Garuda!" jawab Hanna antusias.
"Ooh.."
Suasana di lapangan basket saat ini sangat ramai. Yel-yel dari masing-masing suporter nyaring terdengar.
"Go go Pelita!! Go go Pelita!!" Ghina meneriakkan yel-yel kebanggaannya.
Semua orang sangat antusias dengan pertandingan yang satu ini. Ya, karena bisa dibilang tim basket SMA Pelita dan SMA Garuda adalah musuh bebuyutan tujuh turunan (?). Dari jaman baheula udah musuh banget deh pokoknya. Berbeda dengan yang lain, Die justru biasa saja tak ada raut wajah yang menggambarkan bahwa ia senang dengan apa yang ia lihat. Entah apa yang membuatnya begini.
"Die, lu kenapa sih?? Biasanya kab lu yang paling semangat? " tanya Hanna yang berada di sebelah Die.
"Lagi males aja, gak tau kenapa.. " jawab Die.
"Ghin udah dong teriaknya!! Kuping gue serasa mao pecah tau gak sih!!" kata Jessie yang tak tahan dengan nyaringnya suara Ghina.
"Ya elah, ye udah nih gue diam." kata Ghina lalu menutup mulutnya.
Priiiittt...
Pertandingan dimulai, riuh ramai semakin menjadi. Baru lima menit awal SMA Garuda sudah memasukkan bola ke dalam ring SMA Pelita.
"Yaahh.." ucap Ghina dengan menutup wajahnya.
"Eehhh... Liat deh guy's! Yang masukkin bolanya gantenggggg.." ucap Becca kemudian.
"Yang itu?? Yang nomor 88??" tanya Jessie antusias.
"Iya iya.. Ganteng ya!?!?!" jawab Becca.
"Eh iya ya ganteng huhh cuci mata nih gue. " kata Hanna tiba-tiba.
Die tak bergeming. Ia disibukkan dengan ponselnya."Die, ihh lu bukannya nonton malah sibuk sama wattpad. Liat noh anak garuda ada yang ganteng.. " kata Jessie membuat Die mematikan ponselnya dan ikut menonton pertandingan.
"Hehe, iya iya deh. Mana yang ganteng?? " tanya Die.
"Itutututuhh.. Nomor 88" sahut Becca dengan telunjuk ke arah yang maksud.
"Mana sih? " Die sibuk mengikuti arah telunjuk Becca.
"Itu masa lo gak liat sih, yang kebulean.. " Hanna kali ini angkat bicara.
"Ohh ituuu... " akhirnya Die tahu yang para sahabatnya maksud dan...
"HAHHH SUMPEH LO!!!??????!!"
Teriakan Die membuat mereka -the crazygirls- menjadi pusat perhatian sementara di tengah pertandingan.
"Ups, kelepasan.. " gumam Die.
"Lu kenapeh??" suara Ghina membuyarkan lamunan Die yang sedang duduk termangu tidak jelas.
Die menggeleng. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Hanna, Becca, Ghina, dan Jessica dibuat bingung oleh sikap Die. Karena Die tak pernah bersikap seperti ini biasanya. Ada yang tak biasa dengan Die akhir-akhir ini.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
Teen FictionDie memandang tangan Galih dengan kening yang berkerut. "Gak mau maafin gua?" Tanya Galih memastikan. Lalu menarik kembali uluran tangannya. "Iya gue maafin. Gue juga minta maaf," ucap Die. Galih tersenyum. Die membalas senyumannya. "Lu cantik juga...