Bulan purnama penuh.
Pemuda bersurai raven mendongak, menatap bulatan keemasan yang tergantung dilangit malam.
Sepasang sayap keperakan pemuda itu berkibar tertiup angin. Tidak ada lagi yang harus disembunyikan. Tidak ada lagi yang harus ditakutkan.
Langkah-langkah panjang pemuda berkulit pualam membawanya kembali menuju ke tengah-tengah kastil. Tempat perjamuan selalu diadakan ratusan tahun lalu.
Festival bulan purnama.
Sasuke membuka pintu dengan kedua tangannya perlahan. Dia tahu ini sia-sia, dia hanya seorang diri. Satu-satunya yang tersisa dari kaumnya yang dibinasakan dalam tragedi ratusan tahun lalu.
Tidak akan ada siapapun disana, tentu saja...
"Kau terlambat, Sasuke."
Pemuda itu berkedip pelan.
"Yoo, Sasuke! Jamuannya sudah dimulai sejak tadi."
Dia sedang bermimpi?
"Apa yang kau tunggu? Ayo kemari, Otouto."
.
.
.
Naruto menepis pelukan Sakura. Pemuda itu menatap wajah-wajah asing penduduk desa Suna satu-persatu.
"Tenanglah Naruto, kau aman sekarang." Bisik Sakura. Tubuh Naruto yang gemetar hebat disalah artikan sebagai rasa takut.
Naruto justru terhuyung semakin mundur tatkala menyadari, jika bukan bangsa peri yang jahat.
Manusia adalah makhluk yang sangat kejam.
Manusia selalu mengingkari keberadaan makhluk lainnya yang lebih baik dari diri mereka yang dipenuhi rasa dengki, iri hati, kebencian.
Manusialah yang jahat.
"Naruto, kau akan baik-baik saja."
Naruto berbalik, menatap nanar senjata yang dibawa penduduk. Tragedi itu akan terulang. Suara Gaara terdengar samar-samar ditelinganya kini.
"Kau tidak boleh melakukan itu, Gaara!"
.
.
.
Sasuke tersenyum pahit. Siluet kakaknya berdiri diujung meja, bersisian dengan seorang gadis bersurai pirang beriris abu-abu yang tampak tersenyum bahagia.
"Purnama hampir mencapai puncaknya, Sasuke. Ayo, berpesta!"
Dan tanpa peduli dari mana asalnya, suara musik kini terdengar di seantero kastil. Para peri menari mengelilinginya.
Sasuke meneguk anggur ditangannya dalam diam. Lagi-lagi pikirannya tertuju pada pemuda bersurai pirang yang kini entah berada dimana. Berjalan pelan kembali ke aula utama, dimana sebuah lukisan besar berada. Manik gelapnya tertegun. Sudah ratusan ribu kali ia memandang lukisan yang sama, hanya saja kali ini ada sesuatu yang berbeda. Apakah karena Naruko sudah terlahir kembali? Apakah karena ia bertemu Naruko dalam wujud Naruto? Atau karena hal lain? Pemuda itu, Naruto, semakin memikirkannya Sasuke semakin gelisah. Apa dia baik-baik saja? Apa dia benar-benar melupakan Sasuke? Apa dia benar-benar pergi?
Tidak, tidak. Sasuke tahu pasti dimana pemuda itu berada, bersama si rambut merah ditempat yang aman, jauh dari dirinya, jauh dari bahaya. Pemuda itu tersenyum tipis. Setidaknya siapapun yang mengawasinya dari atas sana sudah memberinya kesempatan untuk bertemu Naruko sekali lagi. Ah, salah, bukan Naruko tapi Naruto.

KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Wings
Fanfiction#TAMAT# Perlahan-lahan Naruto menyadari arti dari mimpi-mimpi yang selama ini dialaminya. Tentang seorang gadis asing yang menghantui hari-harinya yang tenang, tentang seorang pemuda yang wajahnya tak pernah bisa ia ingat.