1. Lembaran Kisah Fiksi

87 11 7
                                    

Aru

"Mas Aru! Ayo dong!" Riska menarik kemeja saya sampai kusut. Memaksa saya agar tidak malas untuk melangkah masuk ke sebuah ruangan yang ramai oleh orang-orang.

Hari ini Riska membawa saya ke acara workshop menulis yang diadakan oleh seorang penulis novel asal Indonesia.

"Iya, iya," jawab saya sembari menepis tangan Riska dari lengan saya. Tentunya dengan kesopanan.

"Mas harus ketemu Mbak Dinda deh. Tulisan dia itu bagus-bagus. Siapa tahu kalau Mas Aru diskusi dengannya, akan tercipta ide cerita menarik untuk film kamu, Mas." Lengan Riska langsung bergelayut manis di lengan tangan saya sendiri. Berlanjut dengan ia mengarahkan saya untuk duduk di deretan bangku paling belakang.

Berusaha bersikap menghargai Riska, saya mengukir senyum tipis di wajah.

Riska sendiri merupakan asisten sutradara kepercayaan saya. Kami sudah saling mengenal sejak di bangku kuliah ketika dirinya bergabung dengan komunitas film pendek PETRIKOR yang dibangun oleh saya dan beberapa rekan seangkatan.

*

Dinda

"Mbak Dinda sudah siap?"

Aku menoleh ke suara perempuan yang sedang berdiri di bingkai pintu ruang istirahat. Suara tersebut ternyata milik Desi sang pembawa acara workshop yang hari ini diselenggarakan olehku.

"Sudah kok," jawabku seraya berjalan ke arahnya, "sudah mau mulai?"

"Iya, Mbak. Peserta workshop sudah berkumpul di auditorium."

Aku mengecek jam di pergelangan tanganku. Waktu telah memperlihatkan pukul sepuluh pagi.

"Yaudah langsung dimulai aja yuk!" ajakku sambil menutup pintu dan melangkah menuju auditorium.

Puluhan pasang mata langsung mengintai aku dan Desi yang berjalan ke atas panggung kecil. Terdengar pula tepuk tangan yang menyambut. Aku pun tersenyum lembut, berupaya tetap rendah hati di depan orang-orang yang mungkin suatu hari nanti aku akan mengagumi mereka melalui tulisannya.

Seperti biasa, acara workshop diawali dengan ice breaking yang dipandu oleh Desi. Kemudian dilanjutkan sesi presentasi yang dijelaskan oleh diriku sendiri.

Kini tibalah sesi tanya jawab yang sudah dinanti oleh banyak orang.

Aku juga menantikannya sih.

Menurutku pribadi, sesi tanya jawab adalah sesi penuh tantangan. Karena akan ada banyak pertanyaan yang tak terduga. Sering kali juga, sesi tersebut justru menjadi ruang untuk saling bertukar pikiran secara dua arah.

"Halo, Mbak. Aku Shella mau kepo sedikit nih. Ada nggak tulisan Mbak Dinda yang paling berkesan namun tidak pernah di-publish atau dibahas ke orang banyak? Terima kasih."

Tuh 'kan benar? Selalu ada pertanyaan di luar ekspektasiku sendiri.

"Halo, Shella. Terima kasih sudah bertanya. Mengenai hal itu, tentu ada dong," ujarku disertai ketawa kecil menahan malu.

Sejenak, ingatanku terbawa ke masa lalu di mana aku bertemu seorang penulis yang menemani malam-malamku dalam lingkar imajinasi yang tak terbatas. Sebagai penulis, kami tidak mengetahui informasi satu lain. Hanya portal forum menulis itulah yang menjadi jembatan atas bertemunya ide tulisan fiksi dari dua orang manusia.

A Writing BuddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang