5. Lima Tahun Lebih Awal

20 3 1
                                    

Dinda


Rintik hujan perlahan turun seusai aku memarkirkan mobilku di lahan parkir. Udara dingin sedikit menembus tulang tubuhku kala aku menyentuh gagang pintu rumah. 

"Assalamu'alaikum," sapaku ketika mataku menemukan sosok Ibu yang sedang membaca buku.

"Wa'alaikumsalam. Tumben baru pulang, Din," tanya Ibuku sembari memperbaiki letak kacamata yang sedikit turun dari batang hidungnya.

Aku mencium tangan Ibu lalu menjawab pertanyaannya, "Dinda habis ketemu seorang teman, Bu."

"Ketemu siapa?"

"Namanya Aru. Dia seorang Sutradara."

"Laki-laki?"

Aku menggangguk pelan. "Iya, Bu."

"Ganteng, nggak?"

"Ih... Ibu apaan sih nanya kayak gitu." Aku tertawa kecil sembari berdiri dan bersiap melangkah meninggalkan Ibu di ruang keluarga yang juga sekaligus ruang keluarga.

"Ibu kan udah lama nggak lihat kamu pergi sama laki-laki, Din. Semenjak...," ucapan Ibu tampaknya tertahan ketika menyadari raut wajahku yang berubah.

"Ibu, Dinda pamit ke kamar dulu ya."

"I-iya, Din."

Aku langsung berjalan perlahan dengan pikiranku yang sedikit mengawang. Rasa sakit itu kembali terselip nyeri di sekujur tubuhku. Sesaat wajah lelaki yang pernah mengisi hariku terlintas, membuatku kembali ingin membencinya melebihi dari apapun.


*

 Setelah membersihkan tubuh, aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas tangan yang aku gunakan hari ini.  Aku berniat mengisi daya ponselku yang berdasarkan ingatanku hanya tersisa tiga puluh persen.

[New Message from Aru]

Tolong kabari ya kalau sudah sampai rumah.

Nanti saya khawatir kalau nggak dapat kabar dari kamu. 

Pandanganku tertahan melihat notifikasi pesan masuk dari Aru. Aku menggigit bagian bawah bibir, merasa tidak enak apabila mengabaikan pesan manis dari Aru.

Ingatanku masih begitu jelas mengenai sosok 'Gengenios' yang begitu lihai mengolah deretan kata-kata yang mampu menghangatkan hati. Saat itu aku tidak mengetahui sosok dibalik Gengenios. Bahkan aku pernah berpikir bahwa penulis dari nama pena Gengenios adalah seorang perempuan.

Namun kini, sosok itu bukan sekedar wujud dunia maya yang pernah menjadi teman menulisku. Ia nyata. 

Ia ada. 

Dan kini, ia datang dengan menawarkan kehangatan yang sama. Rasa hangat seperti lima tahun yang lalu.

Aku menutup mata kuat-kuat lalu menggeleng kepala seperti seseorang yang berusaha menyadarkan diri.

Dinda... ayo sadar. Kamu yang sekarang bukan kamu yang lima tahun yang lalu.

Aku menarik napas setelah memberikan warning kepada diriku sendiri untuk tidak larut dalam rasa-rasa semu karena kenangan lima tahun yang lalu.

"Seandainya kamu datang 5 tahun lebih awal, Ru. Mungkin aku akan membalas bualan manismu. Tanpa ragu." 

Selanjutnya jariku dengan ringan menggeser notifikasi pesan itu dan mematikan ponselku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Writing BuddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang