• Cap 3 ~ Keajaiban

37 3 1
                                    

Aku tak mampu menahan marah kala suara hiruk pikuk dari luar mengganggu tidur pulasku yang indah. Mimpiku semalam benar-benar membuatku larut sampai aku lupa bahwa hari ini adalah hari istimewa yg paling kunantikan.

Teriakan membahana diluar terdengar lebih keras, teriakan yang seakan memanggilku untuk bangkit dari tempat tidurku, melanjutkan aktivitas seperti biasa. Tak peduli pada kicauan burung yang menyambut pagi penuh keributan ini, aku berjalan perlahan ke kamar mandi sambil menebak apa yang sebenarnya terjadi diluar. Belum selesai aku menebak,  tiba-tiba aku dikejutkan dengan dobrakan keras dari luar serta seperempat kepala yang nongol di pintu kamar, kepala perempuan cerewet yang kusebut sahabat karib senasib. Kanya terbahak melihat ekspresi kagetku, tak lupa ia menyempatkan untuk mengabadikan muka nistaku itu.

"Walah mukamu ucul bat deh Lin, kamu tumben cepat bangun. Aku ganggu ya? hehe."

Tak peduli pada cengiran begonya, aku tetap melanjutkan aktivitasku yang sempat tertunda. Berjalan kekamar mandi.

"Lin aku jangan di cuekin dong. Aku udah datang pagi-pagi gini buat kasih kamu kejutan. Masa dikacangin? sakit tau."

Aku mendengus, bingung antara ingin marah atau bahagia dengan kedatangannya.

"Ya makasih ya, udah itu aja."

Kanya dengan sigap melemparku dengan bantal.

"Dih sok jadi es batu aja bangga kamu. Kalo ngomong tu jangan disingkat-singkat. Panjangin. Gitu."

"Lagi ga niat, makasih."

"Dasar upil kadal ga tau terima kasih."

Kali ini Kanya merenggut, kesal karena tindakannya kusikapi seperti candaan. Ah tapi Kanya kan emang hobi becanda, masa dibencandain sedikit langsung ngambek gitu? Haha.

"Yaudah deh iya, tapi kan hari ini kamu mau Study Tour ke Negeri Jiran ya? kok sempet aja datang kesini?"

"Halah itu makanya aku disebut teman potensial. Demi kamu, aku rela bangun pagi biar bisa rayain hari lahir kamu sebelum pergi Study Tour. Aku temen yang paling mengerti. Iyakan Lin? hehe."

Aku terkekeh pelan. Tau saja dia kalau aku paling tidak bisa menolak ucapannya kalau ia memang yang paling mengerti aku sampai saat ini.

"Lah syukur banget deh, hari ini buk amarah gada dirumah. Abisnya kalau ada dia, mana bisa aku masuk nyelonong gini ke kamar kamu. Haha."

Kanya melangkah santai menuju meja rias, tatapannya terkunci pada setumpuk kado yang ada di atas meja. Bola matanya melirikku penasaran.

"Wih, ini kado dari siapa aja Lin? kok banyak amat?"

Aku menoleh ke belakang, menfokuskan mataku pada setumpuk kado yang tidak ada yang sana sebelumnya. Mataku dan Kanya beradu tatap. Aku menggeleng karena aku juga tidak tau siapa yang memberikan kado itu. Kanya berdiri, lantas mengambil beberapa dari tumpukan itu dan memberikannya kepadaku.

"Entah siapa yang ngasih, biarin aja jadi misteri. Toh yang penting kamu akhirnya dapat kado juga dari orang lain selain aku. "  Kanya menepuk-nepuk bahuku sambil cekikikan. Tak pernah paham dengan sikap anehnya yang entah bagaimana malah membuatku makin betah berteman dengannya.

Tak berselang lama, ponselku berbunyi. Awalnya kupikir itu dari mama, namun ternyata yang kutemukan adalah beberapa pesan singkat beruntun dari nomor asing. Pesan singkat yang mengisyaratkan bahwa paketku telah datang.

Mungkin, paket itu punya Mama, atau kak Fabian.

Aku dan Kanya melenggang keluar kamar dan turun dengan sigap. Pengantar paket sudah berteriak dari luar, tak sabar menunggu kami segera menghampirinya.

Kanya mendesah, ia mengomel karena merasa kejutan yang ia berikan tidak sebanding dengan yang kudapatkan sekarang. Kejutan yang aku bahkan tidak tau datangnya darimana.

"Kamu udah punya pacar ya Lin? pasti kado setumpuk tadi dari pacarmu kan? kamu berani main belakang dari Mamamu ya? idih ngeri deh, kalo aku lapor Mama kamu gimana ni Lin?"

Mataku melotot "Lapor apasi? kamu kalo lapor yang ga berfaedah ke Mama aku, besoknya aku udah Almarhum. Mati. Meninggal. Dan kamu gabakal punya teman buat di bully lagi."

"Pamali ngomong kaya gitu Lin, didengar sama tuhan ntar kamu mati betulan loh!!"

"Ya makanya jangan ngefitnah yg ga jelas. Bikin pusing tau." Aku mengatupkan kedua telapak tangan ketelinga.

Kanya diam. Dia berdalih bahwa sepertinya ini saatnya ia pergi agar suasana hatiku tidak rusak. Aku sangat tau, dia cuman terlalu takut untuk bilang padaku bahwa ini sudah saatnya ia berangkat untuk Study Tour. Dia memayunkan bibir, tak tega meninggalkan aku. Aku memeluknya erat,  saat melihat mobil jemputannya datang, aku melepaskan pelukan dan berlari masuk kedalam rumah. Sambil sesegukan, Kanya melambaikan tangan, berulang kali. Seakan kami akan berpisah dalam waktu yang lama.


















*











Ini pertama kalinya aku mendapatkan hadiah sebanyak ini, ada empat kado cantik dan satu paket misterius yang ternyata ditujukan untukku. Jelas sekali namaku yang tertera disana. Dimitrian Alina.

Sudut-sudut bibirku terangkat membentuk senyum bahagia kala satu persatu hadiah itu kubuka. Spontan aku mengguman terimakasih entah pada siapa yang telah memberikanku semua ini. Gerimis mengguyur diluar, padahal seingatku cuaca tadi sangat cerah sampai rasanya aku ingin meledak karena tak tahan. Hadiah yang kuterima ini adalah yang paling kuinginkan saat ini, aku sempat tercengang tidak percaya, karena semua hadiahnya bukanlah barang murah. Aku harus banting tulang menabung sepanjang tahun untuk bisa mendapatkannya sekaligus. Tapi lihatlah, keberuntungan datang tanpa kuduga, setelah aku merana tak berhenti sejak kemarin.

Terakhir, aku membuka paket misterius yang isinya membuat senyumanku manisku menghilang.

Apa-apaan ini?

Catatan kecil yang sering kubeli dipinggir toko, serta kartu ucapan lusuh dengan sampul love berwarna biru didepannya.

"Malas banget si ngurusin beginian, tapi penasaran juga." Aku mencodongkan badan agar bisa melihatnya lebih dekat.

Barangkali, barang-barang ini dari penganggum rahasiaku yang fanatik. Aw, membayangkannya membuat aku berhalu bahwa mungkin saja kartu ucapan itu berisikan pernyataan cinta nan romantis. Aku cengar cengir tidak jelas, kegirangan.

Namun apa yang kutemukan dalam kartu ucapan itu membuat aku mendesah tak percaya.

"Jika kamu punya kesempatan untuk dilahirkan kembali, kamu mau jadi apa?"

Hancur sudah imajinasi cintaku yang romantis. Yang kutemukan hanyalah kartu ucapan konyol yang membuatku tepok jidat. Ga jadi deh jantung ini berdebar karena ditembak pake kartu ucapan.

Aku melengos pergi meninggalkan kartu ucapan itu. Tadinya aku tidak ingin peduli. Tapi aku tak tau, intinya kartu konyol itu menarikku kembali beberapa langkah setelah aku pergi meninggalkannya. Akal sehatku membuyar. Ini cuman bercandaan bukan?

Aku tertawa, lalu membawa kartu konyol itu bersamaku kelantai atas. Pikiranku berputar, masih ragu untuk mencobanya. Namun, rasa ingintauku lebih tajam dari apapun itu. Aku mengatupkan kedua tangan, berdoa sambil menatap kartu ucapan itu.

"Aku tidak tau ini hanya becandaan semata atau apa, tapi yang kuinginkan diusiaku yang kedua puluh tahun ini, aku ingin dilahirkan kembali, sebagai seorang violinist. Aku tidak akan pernah menyesali pilihanku, meski aku tak tau apa pilihan ini tepat untukku. Intinya, biarkan aku terlahir kembali dan menjadi seorang violinist. Aku mohon."

Terakhir kali yang kuingat setelah itu adalah, aku memejamkan mataku. Lama sekali rasanya, sampai aku tak mampu untuk melihat apapun. Tak ada cahaya. Gelap. Jika saat ini aku sedang tidur, aku hanya ingin segera terbangun. Kumohon, siapapun, bangunkan aku.


















































Alina castnya yang bagus kira2 siapa ya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kemukus ---- Dream Came True (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang