Airin menghela nafas panjang, kini ia sedang berada di kamar milik niken yang digunakan untuk kamar pengantin, jangan tanyakan mengapa ia tidak dikamarnya sendiri, kamar Airin Hanya bekas gudang barang bekas yang sempit,mungkin jika Airin tetap berada di kamarnya ayah dan bibinya merasa malu.
niken memberi tahu bahwa ijab Qabul sudah dilaksanakan beberapa menit yang lalu, disambung dengan walimatul urusy yang mengundang warga setempat, ia sangat cantik dengan balutan ghamis putih brukat dan jilbab pasminah putih tulang,aura kecantikan terpancar dari wajahnya walau hanya dengan make up natural yang Niken poles tadi.
Airin memejamkan matanya mencoba meyakinkan dirinya bahwa kini ia sudah menjadi seorang istri dengan berbagai kewajiban, apakah dibenarkan jika Airin merasa takut akan pernikahan ini yang seharusnya pernikahan adalah fitrah manusia untuk berpasangan pasangan yang memutus mata rantai perzinahan dan menyempurnakan separuh agama.
Perkataan Niken dan bibi di dapur tadi pagi sebelum akad dilaksanakan membuat Airin sedikit gelisah, bagaimana tidak Niken dengan nada sinisnya mengatakan "eh..calon pengantin, selamat menempuh penderitaan yang baru..kalau gue jadi loe eh.. gue kan bukan loe yah..kata Niken dengan senyum sinisnya.Decitan pintu terbuka membuat Airin terlonjak kaget dengan cepat ia membuka mata,sungguh seorang yang tepat berada didepannya ini suminya?
Lelaki jangkung dengan setelan jas, jika didefinisikan dari sudut pandang perempuan seperti Airin lelaki tersebut memiliki wajah nyaris sempurna dengan hidung mancung, rahang tegas, bibir tipis dan alis tebalnya sungguh guratan sempurna.
Airin tak berani lagi mendongakkan kepalanya, ia benar-benar malu, tak pernah sekalipun ia satu ruangan yang sama dengan lawan jenis, suara langkah kaki yang semakin mendekat membuat Airin menahan nafas, ia bingung harus bersikap seperti apa.
Langkah kaki itu berhenti tepat didepan Airin, sampai beberapa saat tak ada yang saling menegur atau sekedar menyapa, Airin berinisiatif untuk menyalimi, ia menengadahkan tangan hendak mengambil tangan lelaki yang kini sudah menjadi imamnya tersebut namun tak ada respon, tangan Airin Hanya melayang di udara.
Sampai suatu deheman membuat tangan yang melayang di udara tersebut secara refleks diturunkan oleh Airin.
"Tanda tangan surat" dan hanya kalimat itu yang Airin dengar dari laki-laki yang resmi menjadi suami nya saat ini, sembari menyodorkan surat menyurat pernikahan, Airin mengambilnya dengan tetap menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Apa ini sebuah kewajaran, Airin benar-benar tidak tahu, apakah seorang yang baru menikah memang seperti ini?, Sepertinya tidak, Airin pernah mendengar cerita dari mbk Tyas dan kak herman ketika awal mereka memulai bahtera rumah tangga, mereka bahagia dengan cara mereka sendiri.
Setelah menandatangani surat tersebut keadaan kembali sunyi, tak ada yang memulai untuk saling mengenal, jagankan mengenal bertatap muka saja Airin tak berani.
"Berkemaslah, setelah ini kamu ikut saya tinggal dirumah saya"
Kali ini Airin mencoba mendongakkan kepalanya kembali menghadap sang pria yang tak lebih satu jam yang lalu sudah sah menjadi suaminya itu, tapi yang Airin dapatkan hanya wajah datar dan sama sekali tak memandang ke arah Airin.
Airin mencoba menyunggingkan senyumnya, bagaimanapun pria dihadapannya ini adalah suaminya tak pantas bila Airin menampakan raut sedih nan kecewanya.
"Iyah kak" hanya itu yang bisa Airin katakan tak lebih dan tak kurang.
"Ehem.. sebelumnya saya meminta maaf, saya belum bisa menerima mu sebagai istri saya, jadi bersikaplah sewajarnya dan bersikap seperti orang lain atau lebih tepatnya bersikaplah seperti orang asing yang disatukan dalam satu atap"
Airin tersenyum kecut, menundukkan kembali kepalanya, Airin merasakan ini jauh lebih sakit daripada sekedar tendangan ataupun jambakan dari bibinya entahlah Airin tidak bisa mendeskripsikan sakitnya itu seperti apa tak berbentuk namun benar-benar sangat terasa.
.
.
.
.
.Rumah desain minimalis dengan dua lantai dan taman kecil didepannya serta garasi mobil sebelah di kiri membuat Airin berdecak kagum, modern tapi tidak terlihat berlebihan.
Yah Airin berada di rumah suaminya sekarang, tak apa kan memanggilnya seperti itu, meskipun suaminya menganggapnya orang asing namun, bukan alasan kuat untuk Airin tak berbakti kepada lelaki yang menjabat tangan ayahnya itu, Malik Azhar Basyir, Airin tau nama itu tidak sengaja membaca surat pernikahan yang ia tandatangani tadi, miris sekali bukan? mengetahui nama penyempurnaan separuh agamanya dikala sudah menikah dan secara tidak sengaja pula.
Airin menenteng sebuah tas besar yang berisi pakaiannya, setelah turun dari mobil, malik-suaminya tak kunjung turun, ia duduk di kursi belakang dan dalam perjalanan pun tak ada perbincangan sepatah katapun, Malik kembali melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah, lagi-lagi Airin memang merasa tidak diterima, pertanyaan muncul dibenak airin, jika tidak bisa menerimanya lalu kenapa menikahinya?.
Didepan pintu berdiri seorang perempuan paruh baya memakai daster dan celemek, bisa Airin tebak itu adalah asisten rumah tangga dirumah ini, Airin berjalan menghampirinya.
" Assalamu'alaikum non, saya pembantu rumah tangga disini, nama saya itun, bisa panggil saja bik itun"
Dengan senyum indahnya Airin berkata"waalaikumsalam salam bik nama saya Airin, salam kenal bik itun"
"Ayo non segera masuk, angin malam tidak baik untuk kesehatan"
Lagi-lagi Airin tersenyum, mengikuti langkah kaki asisten rumah tangga itu,rumah dengan desain interior klasik tidak terlalu lebar namun tetap terlihat mewah, itulah yang Airin simpulkan dari rumah suaminya? Atau sekarang sudah menjadi rumahnya juga.
Airin sampai dirumah ini setelah sholat isya tadi, berpamitan kepada bibi, ayah dan niken serta tetangga yang masih ada dirumahnya setelah walimatul urusy.
"Non Airin kamarnya diatas, dilantai dua non, sudah bibi bersihkan, mari non saya antar ke atas".
"Eh..bi itun tidak perlu repot-repot saya bisa keatas sendiri, kamarnya sebelah mana yah bi?" Airin bertanya dengan senyum yang tak pernah pudar.
Bi itun pun yang melihat senyum Airin tak kuasa untuk ikut tersenyum pula." Diatas ada tiga, kamarnya non berada di pojok kanan sendiri itu kamarnya non, senyumnya manis sekali, pantas tuan Malik tertarik dengan non, jika anak bibi laki-laki sudah saya ambil mantu non Sebelum keduluan tuan Malik".
Airin lagi-lagi tersenyum menanggapi wanita paruh baya itu, tapi benarkah suaminya tertarik dengan dirinya? Entahlah bahkan memikirkannya sudah membuat kepala Airin sedikit pusing.
"Anaknya bibi tidak ada yang laki-laki?" Tanya Airin.
"Anak bibi tiga tiganya perempuan non sudah berkeluarga semuanya, saya tinggal sama suami dan satu cucu saya, oh iya non bibi setelah ini harus pulang biasanya bibi bekerja dari jam 7 sampai sore saja non, tapi tadi ayahnya tuan malik menyuruh saya untuk menyambut non dirumah ini, kalau lapar bibi sudah siapkan makanan"
"Oh, seperti itu, kalau gitu saya keatas dulu yah bi dan panggil Airin saja bi, lebih sejuk dengarnya"
" Ehm.. tapi tidak enak non"
"Jika bibi keberatan panggil saya nak Airin saja, Ok bik"
"Ehmm..iyh non eh nak airin" ralat bi itun.
Assalamu'alaikum..saya kembali, maaf yah lama updatenya, semoga tetap mau membaca cerita yang sangat tidak nyambung ini. Tapi dahulukan baca Qur'an yah dan jangan sampai tinggalkan Istiqomah kalian dalam kegiatan sehari-hari hanya karena baca cerita ini okay?.
Dari penulis awam
_cuciknurhidayati😘

KAMU SEDANG MEMBACA
SENYUMANMU
Spiritual"saya hanya ingin kesabaran menjadi pelindung terbebasnya saya dari mengerikan nya api neraka." Airin.. perempuan muda usianya belum genap 19 tahun, namun penderitaan yang ia alami membuat hari harinya seakan berjalan amat lambat jambakan,tendangan...