2

26 10 2
                                    

Airin bekerja paruh waktu di restoran milik seorang pengusaha sukses. bapak haji Khoirul Anwar Ibrahim, di daerah Surabaya.

sudah sekitar satu tahunan Airin bekerja disini. keluarganya memang berkecukupan, namun itu bukan alasan kuat baginya untuk tidak bekerja, apa yang hendak ia makan jika ia tidak Bekerja, uang gajinya pun tidak jarang ia berikan kepada bibinya.

Airin bisa tamat SMA dengan bermodalkan beasiswa. selebihnya masalah uang saku atau tugas sekolah lainya ia dapatkan dari hasil membantu di kantin sekolah.

Bibinya selalu mengungkit-ungkit masalah uang makan dan segala macam, membuat Airin sadar, ia harus bekerja setidaknya keberadaan bukan menjadi beban bagi keluarganya.

Airin melakukannya dengan hati lapang, tak ada sedikitpun rasa benci yang ia pendam "nduk pesan eyang jangan pernah benci ayah karo bibimu yoh Mereka cuma belum tau." ucapan eyang uti sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ketika umur Airin baru tujuh tahun. selalu ia ingat sampai detik ini, meskipun ia tak sepenuhnya memahami betul maksud dari ucapan eyangnya tersebut.

Disinilah Airin Sekarang, berada di restoran tempatnya bekerja. kejadian tadi malam membuatnya benar benar tidak bisa fokus, samapai tak sengaja ia tersiram sisa kuah dari piring kotor Yang ia angkut setelah pengunjung pergi, kuah tersebut mengotori jilbab Hitam panjang yang ia kenakan dan sebagian rok hitamnya.

Ia bergegas menuju toilet untuk sedikit membersihkan noda di jilbab, baju serta rok yang ia kenakan, ia menatap dirinya didepan Cermin wastafel, sambil sesekali menyipratkan air untuk menghilangkan noda kuah, meskipun Airin tau noda itu tidak akan bersih sempurna, setidaknya tak terlalu terlihat kotor.

Semua pegawai disini memang berhijab, berhijab merupakan syarat awal untuk bekerja disini, selain itu pemilik restoran ini adalah seorang haji sekaligus ustadz yang biasanya mengisi mauidhoh di beberapa masjid.

Tadi malam, ada tamu yang Airin kira rekan kerja ayahnya, namun diluar perkiraan. Bahwa niat kedua orang tersebut adalah untuk meminangnya. lelaki yang terlihat lebih muda yang ia ketahui bernama Malik itulah yang hendak menjadikan ia sebagai iatrinya dan lelaki paruh baya itu, adalah pak irfan, ayahnya.

Malam itu, setelah ia masuk rumah. bibinya menyuruh Airin untuk segera mandi dan mengganti pakaian. dengan suara lembut dan disertai senyuman, ini benar benar bukan bibinya.

Airin tak bisa berbuat banyak, ini bukan kali pertama orang datang meminangnya, namun kali ini sang ayah mengambil keputusan sepihak untuk menerima lamaran tersebut, tanpa meminta pendapat dari airin.

Biasanya sang ayah hanya akan berbasa basi mengatakan bahwa belum bisa menerima, lalu dengan lembut menolak lamaran dengan berbagai pertimbangan dan meskipun tak memberi kesempatan bagi Airin untuk menentukan.

Airin pikir, dulu ayahnya memang mengerti Airin yang masih belum siap menikah. oleh karena itu ayahnya menolak menerima lamaran tersebut.

Tapi satu kata yang membuat Airin benar benar merasa sakit adalah ayahnya memberi alasan untuk menerima lamaran sebab Airin terlalu banyak merepotkan "Airin ini termasuk wanita sulit diatur merepotkan semoga dengan saya menerima lamaran putramu fan bisa merubah sikap nya."

Sungguh perkataan sang ayah terlalu membekas di hati Airin tapi ia mencoba meredam semuanya menyimpannya rapat-rapat rasa sakit hati dan selalu berfikir tak seharusnya ia bersikap demikian terhadap ayahnya sendiri dan satu lagi, pernikahan Airin akan dilangsungkan seminggu lagi tanpa ada resepsi dan segala macamnya, hanya akan ada akad nikah yang dilaksanakan dirumah mempelai wanita dan walimatul urusy untuk warga setempat dan keluarga dekatnya saja sesuai keputusan dari pihak mempelai pria.

Bahkan Airin sama sekali tidak mengenal pria yang akan menghalalkan nya itu,semuanya seperti sebuah permainan yang Airin lihat tak ada pancaran ketertarikan untuk benar-benar menjadikan Airin istri.

Tapi mungkin ini adalah jalan yang benar harus ia tempuh mungkin dengan menikah beban keluarganya akan sedikit ringan.

"Lho Airin ngapain atuh disini"teguran tersebut membuat Airin terlonjak kaget tersadar dari lamunan nya ternyata itu suara teh Mimin karyawan di restoran ini juga.

"Eh.. ini teh lagi bersihin jilbab sama baju nggak sengaja tadi kena tumpahan kuah" respon Airin sambil terus mencoba menghilangkan sisa noda di jilbabnya.

Teh Mimin membuka kenop pintu toilet, memang wastafel tersebut masih berada di ruangan yang terbagi menjadi beberapa bagian, dengan dua toilet dan wastafel di samping pintu keluar toilet karyawan.

"Oh..kuah kuning yah? Sulit itu buat dibersihkan." jawab teh Mimin sambil menutup pintu toilet. "eh iya Rin, teteh minta tolong, tadi ada cucian piring kotor yang belum dibilas, tinggal dikit terusin yah" teriak teh Mimin dari toilet yang  baru tertutup itu. "teteh lagi ganti pembalut dulu lanjutin yah Airin geulis."

Sambil cekikikan Airin menjawab permintaan teh Mimin "Iya teh,"ada ada saja teman kerja Airin ini, bisa bisanya menceritakan hal sensitive itu dengan lantangnya.

bekerja juga jadi rutinitas Airin yang ia sukai, sebab disini ia punya keluarga lengkap, dari mbk Tyas yang cerewet, tapi keibuan, teh Mimin yang ceplas ceplos, koki handal cak mat nama aslinya Rohmad, namun itu panggilan sayang dari karyawan di restoran ini. pak haji Ibrahim sendiri yang membuat panggilan tersebut, kak Revan, dan neng Izza, merekalah keluarga kedua airin. Airin adalah karyawan termuda, jadi ia selalu diperhatikan dari pada yang lainnya, mereka semua menganggapnya adiknya sendiri.

Assalamu'alaikum..terima kasih saya ucapkan kepada yang sudah berkenan membaca cerita tidak nyambung ini😄

Saya tidak berharap di vomment kok cuma terima kasih... meskipun cuma tidak sengaja kebaca..

Cerita nya awut awutan masih belajar nulis..😄😄dimaklumi njeh..

🥀Dari penulis awam
  "Cucik nur Hidayati"

SENYUMANMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang