6. kemarahan Dirga

14.9K 497 5
                                    

Setelah kejadian tadi pagi, sekarang sekolah SMA 2 Jakarta ramai oleh wartawan yang ingin meliput berita tentang Qiana. Adik aktor terkenal yang dianiaya oleh satpam sekolahnya. Terlalu berlebihan memang, tapi kenyataannya pemberitaannya memang begitu.

Sekarang Qiana, Revan, dan Hendra, sendang berada dikantor sekolah untuk menjelaskan kejadian tadi pagi.

Arga yang mendengar tentang kejadian yang menimpa Revan, tersenyum mengejek. Dia mulai mengompori bokapnya.

"Skors saja Qiana dan Revan, pah. Bisanya bikin ulah mulu. Apa lagi Qiana, masih anak baru aja sok-sok'an" ucap Arga, kepada Santoso, papanya. Cowok itu tersenyum miring kearah Revan.

Revan yang tidak terima atas ucapan Arga, langsung menonjok wajah Arga didepan Santoso.

Bughhh....bughhh...

Suara hantaman yang begitu keras, membuat Qiana memejamkan matanya. Dia sangat shock atas kejadian tadi, dan sekarang....

"Apa maksut lo? Dasar brengsek!!"geram Revan, dengan mata tajam, dan rahang yang mengeras.

"Sante bro, woless" sinis Arga, sambil mengusap darah segar yang menetes dari bibirnya akibat tonjokan bruntal Revan tadi.

"Arga, jangan main-main lo sama gue!!" bentak Revan, sambil mengepalkan tangannya erat. Dirinya tengah mencoba mengontrol emosinya.

Saat Revan ingin kembali menonjok wajah Arga, tiba-tiba pintu ruang guru terbuka. Lalu munculah 2 sosok pria paruh baya, dan 2 wanita paruh baya. Serta 1 lelaki remaja tampan, dengan mata seperti elang.

"Saya sudah tahu semuanya dari cctv sekolah. Jadi saya sudah tahu mana yang salah, dan mana yang benar." ucap Dirga, yang langsung masuk kedalam kantor guru tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Silahkan duduk Pak Dirga, Pak Riyan, Bu Diana, Bu Helena, Dan Mas Ken" Ucap Pak Santoso, mempersilahkan orang tua murid yang bersangkutan untuk duduk. Vera, Gesya, Raka, dan Adendra, yang sedang mengintip dibalik pintu, khawatir melihat kemarahan Dirga yang notebenya sebagai pemilik sekolah SMA 2 Jakarta.

"Bagaimananih, Sya? Kalau Qiana dan Revan diskros" tanya Vera, khawatir.

"Gak mungkin. Orang tua Qiana adalah donatur terbesar disekolah ini. Sedangkan Revan adalah anak dari pemilik sekolah ini" jawab Gesya, mencoba menenangkan Vera.

"Besar kemungkinan kalau Revan yang salah duluan, Om Dirga pasti akan menghukumnya. Karena Om Dirga selalu bersikap adil. Termasuk pada anaknya sendiri" sahut Adendra, pelan. Dia sangat khawatir dengan nasib Revan, sahabatnya.

"Shutttt....!! Diam, nanti kita ketahuan" tegur Raka, memperingati Adendra, Vera, dan Gesya, Agar mereka tidak berisik.

"Jadi Qiana ini anak bapak?" tanya Santoso, takut. Karena orang yang berada didepannya adalah orang terkaya seAsia no satu.

"Iya, dan saya tidak terima jika anak saya diperlakukan tidak adil disini" jawab Riyan, dengan mata setajam burung elang.

"Kalau sampai adik saya kenapa-kenapa, kalian semua saya tuntut" ancam Ken, sambil menarik kerah baju Hendra. Ken sudah siap melayangkan pukulannya. Tapi tiba-tiba ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang.

"Jangan kak, jangan kotori tangan kakak gara-gara aku. Hiks...hiks..." tangis Qiana pecah. Ken yang mendengar tangisan Qiana, tidak jadi memukul Hendra, dia langsung berbalik menghadap Qiana. Ken memeluk adiknya erat. Melepas rindu dengan adik satu-satunya itu.

"Mana yang sakit, dek? Bilang sama kakak" tanya Ken, sambil mengusap lembut air mata Qiana. Tangis Qiana semakin pecah.

"Tidak, tidak ada" jawab Qiana, sambil terisak didada Ken. Sampai membuat baju yang Ken pakai menjadi basah oleh air mata Qiana.

"Hendra, kemari kamu!!" suruh Dirga, dengan nada tinggi.

"Maafkan saya pak" ucap Hendra, sambil menundukkan kepalanya, dalam. Dirinya sangat menyesal.

"Apa yang kamu lakukan kepada Qiana, itu tidak bisa dimaafkan. Kamu sudah keterlaluan kepada siswi disekolah ini"bentak Dirga, tersulut emosi. Dia menatap tajam, bola mata Hendra.

"Pecat aja pah, kasian Qiana lututnya luka" saran Diana, kepada suaminya.

"Lihat anak kita, Revan. Wajahnya lebam-lebam semua" lanjut Diana, sambil menunjuk wajah Revan, putranya.

"Kamu Arga, keluar dari ruangan ini. Karena kamu tidak dibutuhkan disini" bentak Dirga, sambil menunjuk kearah pintu keluar. Arga yang merasa ada aura tidak enakpun, langsung pergi dari ruangan ini.

"Pak Santoso, saya mau anda memecat Hendra sekarang. Saya sudah tidak mau melihat wajahnya besok jika saya kesini lagi" suruh Dirga, dengan aura menyeramkan.

"Baik, pak" balas Pak Santoso, menyetujui permintaan Dirga. Tanpa berniat untuk membantahnya.

"Tunggu, ibu Helena, dan pak Riyan tidak mau memberi hukuman terhadap Hendra?" tanya Dirga, kepada kedua orang tua Qiana. Sedangkan Hendra hanya bisa menunduk pasrah. Menyesali segala perbuatannya.

"Saya ingin Hendra dimasukkan kedalam penjara. Dan saya ingin, dia dihukum seberat-beratnya" suruh Riyan, sambil menunjuk wajah Hendra.

"Aku setuju, pah."timpal Ken, setuju atas pendapat papanya.

"Bukankah itu terlalu berlebihan, pa?" tanya Helena, mama Qiana.

"Tidak!!, yang dilakukan Hendra terhadap anak kita itu sudah kelewatan batas. Dia pantas menerima semua itu" jawab Riyan, menjelaskan.

"Tidak usah berlebihan Pa, aku tidak apa-apa" Qiana yang sedari tadi terdiam, akhirnya angkat bicara.

"Tuh, anak kita aja bijak dalam menyelesaikan masalah. Bukan seperti papa dan kakaknya" sindir Helena, secara terang-terangan.

"Tapi, dek. Dia itu udah..." Ken menatap wajah manis adiknya. Dia ragu untuk menyelesaikan perkataannya.

"Suttttt....., kakakkan dulu pernah bilang, jangan membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan pula. Tapi balaslah dengan kebaikan" ucap Qiana, mencium pipi Ken.

"Aduh, adek kakak udah besar ya?" puji Ken, sambil mengacak-acak rambut Qiana.

"Ishhh...,kakak. Makanya jangan sibuk syuting terus " sindir Qiana, sambil memanyunkan bibirnya.

"Aduh, nyindirnih ceritanya? iya deh maaf " ucap Ken, sambil memeluk Qiana erat.

"Ahem..., Ahem...., ini gimana? Hendra jadi dihukum atau tidak?" tanya Dirga, tersenyum melihat keakraban adik, kakak, didepannya.

"Saya serahkan kepada anak saya" jawab Riyan, sambil melirik Qiana.

"Gak usah dipecat, om. Jangan dimasukkan kedalam penjara juga. Kasihan" jawab Qiana, sambil menatap Revan. Sedangkan orang yang ditatap malah memasang wajah dingin tanpa ekspresi.

"Tapi nak..." ucap Dirga, menggantung.

"Kasihan anak istrinya om. Jika Pak Hendra dipenjara dan dipecat menjadi satpam, nanti anak dan istrinya makan apa?" tanya Qiana, kepada Dirga.

"Itu urusan dia, bukan urusan lo" sahut Revan, dingin.

"Tapikan Rev..." ucap Qiana, sambil menundukkan kepalanya.

"Terserah lo, jadi orang jangan terlalu baik " setelah Revan berkata seperti itu, dia langsung pergi dari ruang kantor guru.

Setelah Revan pergi, Hendra mendekat kearah Qiana.

"Terimakasih Mbak Qiana, mbak sudah berbaik hati kepada saya. Saya minta maaf atas perlakuan kasar saya terhadap mbak Qiana tadi" ucap Hendra, hendak mencium kaki Qiana. Tapi tidak jadi, karena Qiana memegang pundak Hendra, dan menyuruhnya untuk berdiri.

"Sama-sama, pak. Bapak boleh melanjutkan tugas bapak untuk menjaga gerbang sekolah" setelah Qiana berkata begitu, Hendra langsung keluar dari ruang guru, tentunya setelah sebelumnya dia meminta izin kepada Riyan, Ken, Dirga, Helena, Diana, Dan Santoso.

"Ini permasalahannya sudah selesaikan, pak? Jadi saya tidak usah memecat Hendra?" tanya Pak Santoso, kepada Dirga.

"Sudah, dan anda tidak perlu memecat Hendra." jawab Dirga, kepada Santoso.

"Saya, dan istri saya, pulang dulu" pamit Dirga sambil menjaba tangan Santoso ,Riyan, Helena, Dan Ken.

"Saya dan keluarga juga ingin pulang. Kita barengan aja pulangnya" ucap Riyan, kepada Dirga. Dan dijawab Dirga dengan anggukan kepala.

"Mari pak, kami permisi" ucap Helena, yang dibalas anggukan oleh Santoso.

Saat mereka sudah berada diparkiran sekolah, mereka langsung diserbu oleh wartawan yang sedang menunggu mereka sedari tadi untuk meliput berita tentang Qiana.

"Gimana keadaan mbak Qiana, mas Ken?"

"Apa satpam sekolah ini akan dihukum berat?"

"Gimana kronologi penganiayaan adik anda?"

"Apa tanggapan anda soal kejadian tadi Mas Ken?"

Begitulah pertanyaan-pertanyaan wartawan yang sedang mencoba mewawancarai Ken. Tapi diabaikan oleh Ken.

"kakak pulang dulu, Qi. Selamat belajar adik kesayangan kakak"ucap Ken, kepada Qiana. Sambil mencium kening Qiana.

"Iya, hati-hati dijalan Kak, Ma, Pa, Tante, Dan Om" pesan Qiana, sambil melambaikan tangannya. Saat mobil Dirga, Riyan, Dan Ken mulai keluar dari gerbang sekolah.

RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang