9. MTQ

36 3 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ 

"Pertemuan bukanlah suatu kebetulan, namun ada makna lebih dari sekedar bertemu."

"Jangan tegang yah. Berikan yang terbaik diwaktu yang singkat nanti." Nasihat Kak Tia menyadarkanku dari lamunan.
Kinaya tersenyum tulus, mengangguk, "Iya kak." Kembali Kinaya melihat jendela pesawat yang memperlihatkan indahnya alam cipta sang Ilahi.

Hari ini keberangkatan Kinaya tepat pukul 07.00 wib take off menuju Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengikuti karantina MTQ dengan ditemani kak Tia. Abi dan Ummi akhir-akhir ini memang sangat sibuk jadi Kinaya hanya ditemani kak Tia.

"Oh iya, kak Tia sudah ada calonkah?" Kinaya memulai percakapan setelah lama saling diam.
"Hahaha." Ciri khas kak Tia selalu memulai dengan tawanya yang anggun. "Sudah sayang, doakan saja ya semoga Allah mempermudah kami." Kata kak Tia.

"Alhamdulillah Kinaya senang dengarnya kak." Kinaya memeluk erat kak Tia.

"Alhamdulillah sayang."

"Tapi kenapa kakak ngga kasih tau Abi?" Kinaya melepas pelukannya.

"Secepatnya kakak kasih tau nak." Senyum simpul kak Tia selalu saja membuat Kinaya nyaman.

"Oh begitu kak." Kinaya menganggung takdzim.

Waktu tak terasa berjalan, akhirnya Kinaya dan Kak Tia tengah berada di Bandara Internasional Kuala Lumpur.Cukup jauh menuju lokasi karantina MTQ.

"Suasana disini ngga jauh berbeda dengan Indonesia." Kinaya memulai percakapan saat mereka tengah berada di mobil.

"Iya Kin. Yang membedakan hanyalah bahasanya." Sambil tertawa kak Tia menjawab.

"Malaysia terlalu kecil kalau dibandingkan dengan Indonesia, tapi Malaysia hampir jadi negara maju. Aku terlalu prihatin dengan negara kita yang kaya akan ragam hewani dan hayati. Coba saja dalam lima taun ini bisa maksimal dari segi perekonomian. Bukan sepenuhnya salah pemerintah, masyarakat juga ikut andil atas keadaan saat ini. Tapi... kurasa ada jalan untuk bisa membayar hutang-hutang negara terlebih dahulu. Barulah segala aspek diolah." Sambil menatap luar dari kaca mobil Kinaya memberikan argumennya.

"Pemerintah terlalu idealis dalam membawa negara. Selalu menutup kekurangan bukan mengobati. Begitulah adanya." Lagi-lagi kak Tia memberikan senyum hangatnya.

"Kinaya lapar ngga? Dari tadi kita belum makan loh." Kak Tia mengingatkan.

"Iya kak, saking asiknya menikmati perjalanan sampai lupa makan. Tapi Kinaya belum lapar kak." Kinaya terseyum sangat manis.

"Kamu itu mengingatkan kakak dengan Ummi kakak." Mata kak Tia berkaca-kaca. "Kalau dalam perjalanan kakak selalu mengingatkan Ummi makan, tapi beliau tidak mau, belum lapar katanya." Tanpa sadar kak Tia menitikkan air mata semakin deras. Kinaya mencoba menghibur kak Tia, mengelus punggung tangannya, menguatkannya kembali. Hingga tepat pukul 13.00 waktu setempat kami tiba di lokasi karantina.

💎💎💎

Setelah menyimpan barang di karantina Kinaya dan Kak Tia pergi ke tempat makan tak jauh dari karantina.

"Kinaya mau makan apa sayang?" tanya kak Tia sambil menyodorkan daftar menu makanan.

"Hmm." jawab Kinaya sambil memilah dan memilih daftar menu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Imamku TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang