3. Rencana Perjodohan

79 8 0
                                    

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

"Aku udah tahu dari pertama kamu bersikap aneh sama aku. Setelah saat itu aku selalu nunggu kamu buat cerita tapi sampai sekarang pun kamu nggak cerita. Kamu nggak percaya aku?" Ucapannya meluap-luap tanpa memandang wajah Kinaya yang baru saja datang dari ruang guru.

"Maafkan aku Kay, bukan maksudku menyembunyikannya tapi aku benar-benar tidak mengerti semua itu." Jelas Kinaya dengan lembut mengerti arah pembicaraan Kayla, "Kamu marah sama aku? inget loh ini bulan ramadhan." Dengan jahilnya Kinaya mencolek dagu Kayla sambil mendudukkan dirinya di kursi dekat Kayla.

Yang ditanya bukannya menjawab malah menatap intens Kinaya sambil mengerucutkan bibirnya, "Mana bisa aku marah sama kamu Kin, aku kayak gini karena aku sayang sahabatku. Kamu punya aku, aku punya kamu. Berbagilah kalau kamu sedih bahkan senang." Bebernya dengan wajah sendunya sampai-sampai Kinaya terenyuh hatinya.

"Masya Allah Kay sungguh aku terharu." Hampir saja bulir putih di pelipis mata Kinaya meluncur namun dengan sigap Kayla menepisnya.

Kinaya sendiri tidak mengerti dengan perasaannya selama tujuh hari ini. Ya. Sudah tujuh hari pesantren ramadhan dilaksanakan. Semilir angin di bawah pohon yang kini mereka tempati membuat suasana semakin terasa seperti teka-teki.

"Jangan nangis Kin. Kamu orang terkuat yang aku kenal masa kamu cengeng gara-gara aku. Kin persahabatan itu bagai mata dan tangan yang dengan sigap menghapus air matanya kala sedih. Bagai jari tangan dan permukaan kulit yang selalu mengobati saat terluka." Kayla mengulum senyum sambil memegang lengan Kinaya.

"Tumben kamu puitis biasanya sekenanya kayak ngelempar buah mangga pake batu." Kini posisi mereka berhadapan. Kinaya tak bisa menahan tawanya hingga ia memperlihatkan deretan giginya yang rapih tanpa mengeluarkan suara yang keras.

"Dasar receh Kin. Suasana udah syahdu gini masih aja lawak, ga lucu tau." Dibalas dengan kekehan Kinaya dan keduanya tertawa.

Perasaan bagaikan teka-teki. Kala logika belum mencapai titik temu. Keduanya saling menyetarakan agar tercipta sebuah pelabuhan yang nyata.

Sama halnya Kinaya yang sama sekali tidak mengerti akan perasaannya saat ini. Kinaya selalu diliputi rasa gundah saat itulah perannya seorang muslim terealisasikan. Selama tujuh malam ini Kinaya tak pernah lepas memanjatkan doa disepertiga malamnya agar diberi petunjuk kenapa hatinya seperti ini. Ustad kondang yang tak lain adalah ustad Maul selalu menyeruak dalam benaknya. Rasa kagum akan kesalehannya membuat Kinaya memberanikan diri bercerita pada sang Ummi.

"Ummi.." lirihnya pada sang Ummi.

Kamar adalah tempat paling mengerti akan segala perasaannya.

"Iya sayang." Ummi menatap Kinaya penuh kasih sambil menggenggam punggung tangan Kinaya.

"Apa yang membuat Ummi dan Abi menikah?" Pertanyaan Kinaya sontak membuat Ummi Maryam kaget.

"Cinta karena Allah. Karena cinta yang didasarkan karena Allah dan menjalin ikatan halal akan membawa seseorang pada keridhoan Allah." Kinaya mengangguk faham mendengar penuturan sang Ummi.

"Apa putri Ummi sedang jatuh cinta?" Sungguh peka Ummi Maryam. Kinaya malah menggelengkan kepalanya.

"Entah Ummi. Kinaya tidak mengerti." Kinaya menenggelamkan wajahnya di bahu sang Ummi. Air matanya mencelos dengan sombongnya mengalir.

Kinaya yang dikenal tegas, berwibawa namun lembut mirip seperti Abinya kini tengah merasakan hal yang sama sekali tidak Kinaya mengerti. Selama tujuh belas tahun ia bernafas dan akan menginjak kelas XII Kinaya sangat berbeda dengan remaja zaman sekarang yang tahunya pacaran.

Imamku TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang