"Gue lagi galau nih" ucap Raditya yang sedang asyik duduk di balkon kamar Mahesa.
"Kenapa sih bro?" Tanya Mahesa sambil memainkan gitarnya.
"Lo enak,cewek tinggal milih"
"Jelas dong,babang Mahesa gituloh! Siapa sih yang gak kenal gue? Cowok tertampan di SMA Nusa Pelita" jawab Mahesa dengan PeDenya.
"Huwekkkk.... Rasanya gue pengen muntah sumpah!"
"Sans ae bosqyuu"
"Alay deh lo,tapi beneran gue lagi galau. Kenapa gue mikirin tuh cewek" Ujar Raditya dengan tatapan kosongnya yang menghadap lurus kedepan.
"Kenapa? Pacar lo? Siapa sih?"
"Dia itu lucu,setiap bertemu sama dia. Rasanya gue pengen nyium dia. Tau gak sih lo?" Tanya Raditya sambil menoleh kepada sahabatnya yang bercap playboy itu.
"Sorry,gue gak tau" Ucap Mahesa dengan entengnya.
Sebuah bantal berhasil mendarat mulus di depan wajah Mahesa. Tampak Raditya tertawa puas melihat sahabatnya yang berekspresi marah karena lemparan bantalnya tadi.
"Rasain lo..hahahaha" Tawa Radit pecah. Tawa yang sampai berakibat pada perutnya. Sakit bukan main."Awas liat aja lo! Suatu saat,babang Mahesa bakal bales lo" Sumpah,nadanya menjijikan sekali.
"Najis kupret" Sela Radit.
"Tumben Rio gak kesini sih? Padahal babang kangen setengah mati ini. Beb,I miccu" Ujar Mahesa dengan wajah yang siapa saja melihatnya pengen nimpuk.
"Najis amat lo sih. Jelas Rio gak kesini. Orang dia lagi nganterin nyokapnya ke Bandara."
"Emang nyokapnya mau kemana?"
"Ke Hongkong dia. Katanya mau nyari bapaknya khong guan"
"Dasar tai cicak" Kata Mahesa.
Berbeda dengan Mahesa dan Raditya. Di sisi lain Khesya justru sedang belajar matematika di kamarnya. Matematika adalah pelajaran yang menakutkan. Semua tentang angka. Andai saja matematika tanpa angka. Waw,spektakuler. Sebenarnya matematika itu mudah. Namun sejak negara huruf menyerang,kini berubah menjadi sulit. Negara huruf dalam artian x,y,z,dll.
Berkutat dengan bolpen,pensil,penghapus,kalkulator,dan juga bukunya. Trigonometri pelajaran yang susah bukan?. Sin,cos,tan,sudut radian dari berbagai kuadran membuat kepala menjadi pusing tujuh keliling.
Khesya masih diam mencermati soalnya. Soal yang sangat membosankan ketika di tela'ah lebih dalam.
Ceklek
Pintu kamarnya terbuka. Tampak sosok perempuan yang umurnya tak jauh darinya masuk. Hilda.
"Kak,makan yuk. Udah ditungguin papa sama mama di bawah" Ajaknya.
"Bentar dek"
Khesya tak begitu mendengarkan ocehan dari adiknya itu. Yang dia tuju saat ini bisa mengerjakan soalnya dengan benar.
"Yuk" Ajak Khesya sembari berdiri dan berjalan meninggalkan Hilda yang masih berbicara sendirian di kasur kamarnya.
"Untung kakak gue. Sabar sabar" ucap Hilda lirih.
Hilda yang sedari tadi mendumel tak jelas. Membicarakan hal buruk mengenai kakaknya. Khesya.Tibanya di ruang makan Khesya menarik kursinya lalu duduk. Hilda pun melakukan hal yang sama. Seperti apa yang dilakukan Khesya. Tanpa diselingi interupsi tampak semuanya sedang memakan jamuan yang ada di atas meja. Sungguh nikmat.
"Khesya udah selesai belajarnya?" Tanya sang papa.
"Udah pa" jawabnya datar.
"Udah,sekarang kamu tidur gih. Besok sekolah kan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Vs Ice Girl
Teen FictionLebih baik memendam daripada menyuarakan. Namun,ternyata memendam sendiri lebih sakit dan membuatnya jatuh lebih dalam. Apalagi,melihatnya bahagia dengan yang lain. Suatu kebohongan besar jika aku turut berbahagia melihatmu dengan yang baru.