bagian dua : "kejadian tak terduga" part satu

15 0 0
                                    


sabtu, 26 oktober

ibu terlihat sangat sibuk dengan urusannya. telpon mendadak datang dari kantor ayah, yang mengharuskan beliau untuk segera berangkat menuju Jogja. katanya sih ada urusan penting yang harus di selesaikan. aku tidak terlalu mengerti dengan urusan perkantoran.

"bu, ayah disana berapa hari,yak?"tanyaku, berdiri di depan pintu kamar orangtuaku.

"5 hari..kenapa? kamu bakalan rindu,yak?"rayu ibu, aku tersenyum lalu menghampirinya dan memeluknya dari belakang.

"ia..ibu tau,kan? kalau aku tuh, sayaaaang banget sama kalian berdua, ga ada sedikitpun waktuku untuk tidak merindukan kalian berdua" ucapku sedikit berbisik.

"ia, ibu tau,kok. kami juga begitu sama kamu..udah sana, siap-siap ke sekolah..udah jam 6,loh" pintahnya, aku pun segera melepaskan pelukanku

"ok..anakmu yang cantik ini akan melaksanakan segala perintah yang ibu berikan" ujarku dengan lantang, ibu terkekeh kecil. aku pun meninggalkannya.

waktu telah menunjukkan pukul 12.30. sudah masuk pada jam istirahat kedua. sholat zuhur sudah kami laksanakan secara berjamaah.

aku duduk di depan mushola, menunggu Farah dan juga Sasa yang entah kemana, terakhir kali aku melihat mereka masih berada di dalam.

aku duduk sambil mengamati setiap siswa-siswi yang lalu lalang di depanku. dari kejauhan,aku melihat kak Akmal sedang berlari kencang, terlihat sangat terburu-buru, ada apa dengannya? oh, mungkin ada sesuatu yang terjadi dengan kak Riana.

"eh, Rin. kamu di panggil samaa Bu Esti..katanya kamu harus cepat ke ruangannya..ada apa? kamu punya masalah?" ujar Sasa yang tiba-tiba saja muncul dari arah belakang. aku menggeleng keras. "ok,deh. aku pergi dulu,yak. assalamualaikum" ucapku lalu berjalan dengan langkah pendek namun cepat.

***

dengan langkah panjang, aku berlari menuju kelas. air mata mulai mengalir di pipiku. semua orang yang melihatku berlarian menunjukkan wajah yang kebingungan ápa yang terjadi dengan anak ini?'

aku tidak perduli.

segera aku menarik tasku dengan cepat, tanpa memperdulikan beberapa teman kelasku yang bertanya. mereka pasti khawatir melihatku dalam ke adaan menangis seperti ini.

dengan nafas yang tak karuan, aku berdiri di depan pintu gerbang sekolah. menunggu taksi yang lewat. sudah hampir 4 menit, namun tasi yang lewat tak kunjung ada. air mataku semakin deras mengalir. memikirkan keadaan ayah.

aku menengok ke arah kanan jalan, tak ada taksi di sana..hanya ada mobil yang tak asing di penglihatanku. itu mobil ibu.

***

tak sampai tiga jam, kami pun sampai di Jogja. dengan seraga SMA yang masih melekat rapi di tubuhku.

di bandara, aku melihat sosok kak Akmal, entah itu hanya khayalanku atau memang dia benar ada. saat ini, bukan itu yang harus ku pikirkan.

"Rin, jangan menangis di depan ayahmu..kamu tau,kan? ayah itu ga suka liat anaknya nangis" pintah ibu, aku hanya bisa mengangguk. mulutku seakan di jahit.

kami duduk di depan ruangan operasi, ibu terlihat sangat khawatir. sedari tadi ia tidak duduk, hanya berjalan kesana dan kemari, ia terus menggigit jarinya. sementara air mataku terus mengalir bersama lantunan dzikir yang keluar dari mulutku.

aku tak khawatir lagi untuk menangis, sebab ayah tak juga melihat keadaanku seperti ini,ayah tak sadarkan diri.

dari kejauhan, terlihat seorang ibu yang di belakangnya di ikuti oleh seorang remaja, mungkin itu anaknya. aku tidak terlalu melihat wajah mereka, sebab air mata ini menyamarkan pandanganku. aku menundukkan kepalaku.

"bu, bagaimana keadaan ayah Catrien?" tanya ibu itu yang suaranya terdengar sampai ke telingaku. tak ada jawaban dari ibu.

"ayahnya Akmal? apa beliau baik-baik saja?" tanya ibu, sontak mataku membulat mendengar nama yang tak asing di telingaku, apa itu Akmal yang ku kenal?

"alhamdulillah..ayah baik-baik saja, tante" jawab seorang lai-laki.

aku sangat kenal dengan suara itu, suara yang setiap kali berdiri di depan semua siswa untuk menyampaikan berbagai informasi mengenai kegiatan yang di lakukan osis.

aku mengangkat wajahku, memastikan dia adalah Akmal yang aku kenal.

benar, itu dia. Akmal yang ku kenal. dengan seragam yang juga masih menempel di badannya, ia terlihat sangat tegar. aku malu memperlihatkan keadaanku saat ini.

untuk pertamakalinya, aku bisa berhadapan langsung dengannya. melihatnya dari dekat.

aku bertanya-tanya, apa yang sedang Tuhan rencanakan untukku. sehingga aku harus bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini.


CatrienWhere stories live. Discover now