Udara subuh hari ini terasa sedikit lebih dingin dari biasanya, apalagi rumah kakek dan nenek Naya ini ditumbuhi berbagai jenis pepohonan yang rindang, membuat pagi ini terasa lebih dingin. Naya memang tinggal di Yogya bersama kakung dan yangtinya yang memang berasal dari Yogya. Sebenarnya panggilan untuk Jamal dan Rini adalah eyang kakung dan eyang putri, tapi cucu-cucunya sering menyingkat panggilan itu menjadi kakung dan yangti saja. Meski memiliki darah Arab, tapi keluarga ayah Naya tetap menjunjung tinggi adat istiadat suku Jawa, termasuk dalam hal sopan-santun, sampai bahasa sehari-hari.
Naya benar-benar ingin merapatkan tubuhnya dengan selimut kembali jika tidak ingat ia hanya memiliki satu nyawa yang tidak bisa menentang titah yangtinya. Rini memang terkenal galak di mata anak maupun menantunya, beda dengan Jamal yang begitu penyabar dan tidak pernah marah, bahkan menaikkan nada bicaranya. Hingga membuat cucu-cucu mereka pun lebih senang merapat kepada Jamal daripada Rini, termasuk Naya. Namun, berkat kedisplinan yangtinya, Naya kini bisa melakukan pekerjaan rumah dengan baik, bahkan pintar memasak.
"Mbak, yangti sama kakung udah ke pasar?" tanya Naya pada Inah, asisten rumah tangga di rumah ini. "Sepi banget perasaan."
"Udah dari tadi kok, Mbak," jawab Inah sambil kembali memotong sayuran. "Katanya yangti mau beli ikan, jadi kan ke Depok dulu."
"Perasaan kemarin baru beli ikan deh." gumam Naya yang kini sudah membantu Inah mengupas bawang. "Yangti tuh ya.. bener-bener deh."
Inah hanya terkekeh mendengar gerutuan Naya, merekapun melanjutkan perbincangan ringan mereka sambil memasak sarapan untuk orang-orang rumah, kegiatan yang biasa mereka lakukan. Dengan ada Inah, sebenarnya bisa membuat Naya kembali tidur karena ia tidak perlu membantu, dengan kata lain Inah memasak sendiri pun bisa. Namun, lagi-lagi karena yangtinya yang galak, membuat Naya mau tidak mau membantu. Jiwa pemalas Naya benar-benar sudah dibunuh yangtinya satu tahun yang lalu.
Setelah beberapa saat berkutat di dapur, Naya dan Inah pun akhirnya selesai membuat sarapan sederhana seperti oseng-oseng ikan asin, telur dadar, tempe goreng, dan pecel. Tepat saat Naya menghidangkan masakan di meja makan, kakung dan yangti Naya datang dengan membawa beberapa kantong belanjaan.
"Nduk, kamu punya pacar ya?"
Naya mengerutkan keningnya heran ketika mendengar nama . "Punya pacar gimana, Kung?"
"Ada yang naruh bunga mawar di atas kotak pos," jawab Rini sambil memberikan bunga mawar yang ia dan suaminya maksud. "Ada surat juga, tulisannya sih buat kamu."
Naya menatap setangkai bunga mawar merah dan sebuah amplop merah kecil yang sekarang ada di tangannya, memang benar di amplop itu tertulis jika surat itu tertuju untuknya, tapi ... dari siapa?
"Kalau hubungan kalian serius, kenapa harus sembunyi-sembunyi?" celetuk Jamal yang membuat Naya mengalihkan pandangannya dari bunga itu dan menatap Jamal. "Kenalin aja dulu ke kakung sama yangti, ajak main ke sini."
"Siapa yang punya pacar sih, Kung? Aku bahkan enggak tahu siapa yang ngirim." elak Naya.
"Ya udah, karena kamu udah dikasih, itu berarti sekarang tugasmu buat ngerawat bunga itu," sahut Rini bijak. "Taruh di vas bunga, kasih air sedikit, dirawat baik-baik, ya meskipun nanti layu, seenggaknya kamu udah ngerawat dia."
Naya mengangguk, ia segera mengambil vas bunga yang ada di rak penyimpanan. Setelah mengisi vas itu dengan air, Naya segera memasukkan setangkai bunga mawar itu ke dalam vas. Naya menatap bunga itu dan menghela napas pelan, ia kemudian menatap amplop yang belum ia buka itu. Karena penasaran, Naya akhirnya membuka amplop itu dan membaca pesan yang ada di dalamnya.
***
Dari: Saya
Untuk: Kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Sugarman
RomanceSaat Zafran kembali setelah menyelesaikan pendidikannya, dia bertemu kembali dengan cinta pertamanya Naya. Saat Zafran mulai memberanikan diri untuk mendekati wanita pujaannya, laki-laki lain justru sudah siap melamar gadis impiannya itu. *** Pada a...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir