BAB 5

446 11 2
                                    

Baru saja Renal memasuki lapangan indoor GOR Gadema. Dirinya begitu bersemangat latihan hari ini. Kebosanannya kemarin-kemarin menguap entah ke mana, mungkin karena seseorang, mungkin.

Renal tersenyum geli karena pikirannya sendiri, ia segera menyurutkan tarikan bibir itu, takut kalau diketahui oleh orang lain walau jaraknya cukup jauh.

Laki-laki itu kemudian mengedarkan pandangannya dan berhenti di gerombolan anak-anak Klub Kava, mencari seseorang. Ia merogoh saku jaketnya yang masih melekat di tubuhnya kemudian menggenggam benda yang hendak ia kembalikan kepada pemiliknya.

Namun, genggamannya dari saku mengendur begitu saja ketika orang yang dicari tidak ditemukan.

"Wayolo! Nyariin siapa?" Suara yang sedikit mengagetkan Renal cukup menginterupsinya dari kegiatan barusan.

Orang yang bersuara tadi merangkul pundaknya dan mendorongnya untuk berjalan ke arah gerombolan klub mereka.

"Nyariin cewek itu?" tanya Bagas.

Renal melirik temannya sekilas. "Cewek itu?"

Bagas mendelik. "Retta-Retta itu."

"Kepo."

Kemudian Renal berjalan lebih dulu untuk menutupi senyumnya yang hampir mengembang.

*

Lelah. Keadaan Renal setelah latihan hari ini. Ia mencoba berpikir positif pada awalnya. Mungkin Retta datang terlambat, mungkin ia saja yang belum melihat Retta, atau Retta memilih latihan di lapangan outdor. Yang terakhir tidak mungkin rasa-rasanya.

Sekilas ia melihat Mira akan segera beranjak pulang dari GOR. Setelah terburu-buru pamit pada teman-teman seklubnya, Renal berlari, berniat menyusul Mira.

Pada jarak delapan belas meter, Renal meneriakan nama cewek itu. Mira membalik. Senyumnya yang akan mengembang ditahan malu-malu. Tapi Renal tidak memedulikan hal itu. Yang ada dipikirannya hanya satu orang pada saat ini.

"Kenapa, Ren?" tanya Mira, masih dengan senyum, ketika Renal berhenti di hadapannya pada jarak satu meter.

Renal melirik ke sekitarnya, kelihatan gugup. "Retta, nggak latihan, ya?"

Senyum di wajah Mira meredup, sedikit. Tapi hanya sesaat.

"Oh, iya, enggak. Dia izin hari ini, ada acara atau apa gitu katanya, nggak bisa ditinggalin."

Renal menganggung-angguk paham. "Pantesan. Thanks kalau gitu."

Mira masih tersenyum, seperti awal, seolah tidak pegal. "Gue duluan, ya."

Renal kembali mengangguk, satu kali.

Setelah Mira tidak terlihat dari dalam GOR, dirinya baru beranjak. Tapi lagi-lagi seseorang mengagetkannya.

"Woy! Pasti nyariin Retta, kan?"

Renal berdecak. "Apa, sih? Kepo banget lo."

Kemudian mereka berjalan beriringan keluar GOR menuju parkiran.

"Halah, jangan sok misterius gitu. Sampe bela-belain nanya ke Mira," kata Bagas. "Padahal biasanya males ngomong sama dia," lanjutnya sambil bergumam.

Teman di sampingnya mendengar, padahal. Gumaman Bagas terlalu keras.

"Jujur aja sama gue."

Dahi laki-laki yang berjalan sambil mengenakan jaket itu mengerut. "Jujur apaan?"

Bagas membenarkan tasnya yang melorot di tangan kanannya. "Lo suka, kan, sama Retta?"

Bola mata Renal sedikit membesar, hanya sedetik, namun tidak luput dari perhatian Bagas. Melihat itu, Bagas tersenyum penuh arti. Melihat raut wajah Bagas, setelah memakai jaket dengan benar, Renal melangkahkan kakinya panjang-panjang. Lagi-lagi mendahului Bagas.

Renata ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang