TDP : Hujan dan Bumi

33 8 1
                                    


Karena tuhan menciptakan Hujan mau tidak mau Bumi harus menerimanya agar kelestarian Bumi tetap terjaga begitupula denganmu, aku akan menerimamu agar kelestarian kehidupanku tetap ada.

***

Rain menatap Kenia dengan sorot mata tajamnya seolah Kenia adalah santapan yang harus ia telan hidup hidup, mata kucingnya mendelik sinis.

Jalanan yang dilaluinya mendadak turun hujan sehingga keduanya meneduh didepan sebuah toko buku yang masih tutup, jalanan pada pagi hari ini masih sepi apalagi ditambah turun hujan. Seharusnya Rain tidak harus mendengarkan omongan Kenia yang memaksanya berangkat menggunakan bus. Katanya biar mandiri.

Mandiri apaan! Mandiri kok ngajak ngajak, mandirimah mandiri aja sendiri sana!

Mungkin juga seharusnya Rain memaksanya agar tidak berangkat naik bus apalagi sekarang ia masih berstatus murid pindahan kan nggak elit kalau terlambat, lagipula toh dia diberikan fasilitas lengkap oleh orang tuannya buat apa dikasih tapi tidak digunakan buang buang saja.

"Ini semua gara gara lo!" ujar Rain dengan ketus, ia menarik jaket kulitnya merapat karena dinginnya angin hujan dipagi hari apalagi sekarang mereka didepan toko yang langsung berhadapan dengan jalanan yang masih sepi dan hujan deras yang belum ada tanda tanda untuk berhenti.

Rain tidak suka hujan, bukan benci. Hanya tidak suka karena baginya hujan akan membuatnya sakit dan Rain tidak suka sakit, baginya jika sakit itu akan meninggalkan momen momen hal yang menyenangkan karena itu Rain harus menikmati waktu, agar momen yang dibuatnya akan menjadi kenangan.

"Ko salahin gue, salahin hujan kenapa tiba tiba turun," jawab Kenia dengan santai sambil memainkan benda pipih itu.

"Ko jadi salahin hujan, itu salah lo kenapa harus berangkat pake bus lagian ada mobil yang bisa dipake."

Kenia ngedikan bahunya, "kan tadi gue bilang biar mandiri,"

"Lo? mandiri? Gak akan bisa lagipula gak yakin gue lo bisa mandiri."

Kenia mengangkat sebelah alisnya kemudian tertawa meremehkan, "tadi dirumah gue bilang 'biar Rain mandiri' bukan gue."

Rain mengerutkan alisnya kemudian mendengus, kenapa ia jadi bodoh seperti ini karena kekesalannya yang mendominasi ia jadi tidak fokus dengan kalimat yang Kenia ucapkan,

Kemudian Kenia melangkahkan kakinya ketika sebuah taksi berhenti didepan mereka Rain melotot, "jadi anak yang mandiri ya sayang," ucap Kenia dengan nada sok manis yang membuat Rain jijik ingin muntah.

"Mau kemana lo?" tunding Rain,

"Mau sekolah lah sayang dan wait kita beda sekolah mending lo tunggu bus sampai datang oke."

"Sialan."

Hanya kata itu yang akan dikatakan Rain jika saja ia tidak ingat sopan santun, juga atas pertimbangan jika Kenia akan mengadu kepada orang tuannya karena ia berkata kasar.

Orang itu pasti melebih lebihkan membuat Rain muak!

Saat mobil taksi itu melaju ia menendang kakinya keudara kosong, Rain kesal san Rain sangat sangat muak.

Ingin rasanya Rain berteriak ketika bus yang ditunggu tunggunya datang, dengan sekuat tenaga Rain berlari menerobos hujan kearah halte bus dan Rain menghela nafas leganya ketika ia sudah terduduk disalah satu kursi bus ini.

***

Rain langsung mundur melihat gerbang yang tinggi menjulang itu tertutup rapat ditambah gembok yang terpajang dikedua sisi pagar tinggi itu ketika justru punggungnya menabrak seseorang, kemudian ia berbalik lalu melebarkan mata kucingnya.

Rain tercengang beberapa saat melihat manusia yang dihadapannya tengah berdiri seorang cowok bermata biru laut.

Rein terpesona dengan mata itu. Mata terang biru laut membuat Rain terperangah tanpa sadar.

Ya tuhan.

Walaupun penampilnnya justru hampir mirip preman dengan rambut acak acakan tapi membuatnya menambah pesona cowok itu dan pakaian yang tidak tertata rapi tapi juga membuatnya malah terlihat keren.

Astaga astaga!

"Kenapa masih berdiri disini?"

Karena bukan saatnya mengagumi ia tersadar dari lamunannya tapi tetap saja ia kembali terpesona akan suara lembut nan dalam keluar dari mulut cowok itu.

"Lo denger gue kan?"

"Hah," Rain berdehem yang terasa tenggorokannya kering, "iya."

Cowok bermata biru laut itu hendak membuka mulutnya ketika suara tegas nan berat mendahuluinya, secara otomatis Rain dan cowok itu berbalik melihat asal suara itu.

"Kalian kenapa masih berdiri disini?" pertanyaan yang sama seperti yang dilontarkan cowok bermata biru itu.

Suara itu berasal dari salah satu guru disekolahnya, yang Rain tahu dia adalah guru BK/BP dengan postur tubuh gempalnya yang terkenal luar biasa galaknya, bernama ibu Santi.

Rain meneguk ludahnya dengan susah payah, "Gi-gimana ini?"

"Gimana kalo kita kabur aja?"

"Lo gila? Dia udah liat muka kita giamana kalo neror terus."

Bisa dilihat cowok itu menggaruk kepalanya yang diyakin itu tidak gatal sama sekali, "Lagian dia udah sering liat muka gue." Itu adalah kata kata terakhir sebelum guru itu tepat dihadapan mereka sebelumnya gerbang tinggi menjulang itu terbuka oleh satpam dengan berdecak pinggang dan tidak lupa mata bulatnya seolah ingin melonjat keluar.

Jika dalam film yang Rain tonton, kepala guru itu pasti akan mengeluarkan tanduk merah dan api yang keluar dari hidungnya dengan tongkat kayu yang siap untuk memukul, Rain bergidik ngeri membayangkan jika itu terjadi.    

***

Salam kenal dari KekasihRindu...

The dark PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang