TDP : Mendadak jadi pahlawan

22 6 3
                                    



Four eyes for one heart

***

Sudah banyak siswa siswi SMA NO 1 yang keluar dari kelasnya masing-masing dengan rensel mereka memenuhi halaman sekolah. Kini Rain dan Kasih berjalan selisihan diantara ratusan murid yang berbondong-bondong keluar dari kelasnya.

Awalnya mereka bersama Jihan akan tetapi salah satu sahabatnya itu terpaksa harus pulang duluan bersama kembarannya karena ada urusan.

Namun saat matanya melihat gerbang yang tinggi menjulang itu terbuka lebar, Rain berhenti.

Disamping gerbang, ada segerombolan cowok yang sedang bercanda gurau dan salah satunya Bhumi. Seharusnya Rain biasa saja dan tidak separno ini toh Bhumi juga tidak akan mengenal Rain apalagi diantara ratusan siswa siswi yang lalu lalang.

"Kenapa Rai kok berhenti?" ujar Kasih heran karena sahabatnya itu berhenti mendadak.

"Eh, nggak apa-apa. Gue tadi cuma kepikiran yang mungkin ada barang yang ketinggalan di kelas."

"Ohh, ada yang ketingal?"

"Nggak ada kayaknya. Ayo."

Rain mengabaikan hal yang menarik perhatiannya itu. Ia kembali berjalan dengan menggandeng tangan kiri Kasih yang sepertinya tidak risih sama sekali.

Saat sudah melewati gerbang Rain diam-diam menghembuskan nafas lega, "lo beneran dijemput?" tanya Kasih.

"Iya,"

"Mau gue temenin nunggu?" Rain menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah langian lo udah dijemputkan sama bebeb lo?" disenggolnya Kasih sambil menunjuk kearah kekasih sahabatnya itu dengan tatapannya kemudian mengedipkan sebelah matanya.

"Apasih. Ya udah gue tinggal ya?"

"Ho-oh udah sono tuh dah ditungguin."

Kasih pun segera beranjak pergi dengan Rain berada di depan gerbang menunggu keampuhannya datang. Saat melihat arlojinya Rain merasakan jika ada seorang yang berdiri disampingnya. Rain mendongkakan ke samping dan saat itupula matanya terpaku pada mata biru itu.

Bhumi tersenyum yang mampu menarik perhatian banyak orang kemudian mengulurkan telapak tangannya yang diatasnya ada sebuah gelang perak dan Rain yakin jika itu adalah gelak miliknya.

Segera Rain melihat pergelangan tangan kiri-nya yang tampak kosong, kenapa ia jadi ceroboh seperti ini menghilangkan benda berharganya untung saja Bhumi menemukannya.

"Gue mau balikkan gelang lo," gumamnya pelan.

"Kenapa bisa ada sama lo?"

"Kemarin pagi gue nggak sengaja liat gelangnya jatoh, awalnya mau dibalikkan hari itu juga tapi kalo dipikir-pikir datang kalo langsung dibalikkan langsung,"

"Kenapa? Lo mau jual ya?"

"Nggak lah. Sayang aja kalo nggak bisa liat lama yang punyanya,"

Rain mencoba mempertahankan tapannya datar walau dalam hati entah mengapa hatinya terasa menghangat.

"Apasih," Rain mengambil gelang dari tangan Bhumi. "Makasih," lanjutnya.

Bhumi mengangguk dan memperhatikan Rain, "kenapa?" Bhumi mengedikan bahunya. "Ati ati dijalan. Awas gelang lo jatoh lagi," kemudian cowok itu pergi kembali keteman-temannya dan Rain bisa mendengar taman -temannya bersiul ria sambil menatap Rain.

***

Sore ini, Rain berjalan disekitar kompleksnya sambil menenteng kantong kresek yang berisi cemilan.

Sangat jarang Rain bisa keluar tanpa ada yang menemaninya karena sikap mama-nya yang sangat protektif. Tetapi Rain tahu sikap mama-nya yang seperti itu karena mamanya menghawatirkan dirinya akan terluka.

Rain menatap kesekitar rumah dengan pagar tinggi yang terasa asing karena ia baru sembilan hari tinggal didaerah ini.

Kadang Rain merindukan negara yang perna Rain singgah yaitu diprancis, merindukan sahabatnya Aurear sijenius biola dan juga Erlangitnya. Rain menghembuskan nafasnya pelan.

Jam sudah menunjukan pukul enam kurang, Rain mengayunkan kakinya dan hanya tinggal melewati satu gang lagi namun lagi-lagi Rain menghentikan langkahnya.

Matanya memicing untuk memperjelas penglihatannya dan saat itu pula Rain berlari kearah pohon yang mampu menutupu tubuh rampingnya.

Harusnya Rain lari. Tetapi kemana? ia hanya tahu satu jalan saja namun Rain menggelengkan kepalanya. Ia harus lari kemanapun dan menyelamatkan dirinya.

Namun baru akan melangkah, Rain membalikan tubuhnya dengan debaran yang menggila lamat-lamat Rain menarik turunkan nafasnya dengan teratur.

"PAK TOLONG DISANA ADA YANG TAWURAN!" teriak Rain.

Rain menelan salivanya. Menanti harap-harap apa yang akan terjadi selanjutnya kemudian segerombolan berpakaian hitam berlari menyelamatkan diri dan menyisakan satu orang. Dan saat itu Rain menghembuskan nafasnya lega.

Rain mendekat, memastikan jika orang yang sedang memegangi kepala itu Bhumi. Dengan pelan Rain mengguncang tubuh Bhumi.

"Bhumi," ujarnya pelan.

Bhumi mendongkakan kepalanya dan Rain meringis melihat luka lembab diwajah Bhumi yang cukup banyak. "Lo nggak apa-apa?"

Rain mengernyitkan dahinya merasa salah atas pertanyaanya yang dilontarkannya, "maksud gue lo kenapa=napa kan? sakit ya?"

Rain menyentuh pelan luka Bhumi, cowok itu memundurkan kepalanya sambil meringis.

"Maaf, lo sih segala so-sokan tawuran!"

Bhumi terkekeh, dia memperhatikan sekitarnya. Daerah ini sepi dengan rumah yang tertutup rapat oleh gerbang karena mungkin akan memasuki magrib lantas tatapannya beralih menatap Rain yang tampak cemas.

"Bentar deh, gue bersihin luka lo ya. Kalo nggak dibersihin tahutnya kena infeksi," Bhumi menganggukan kepalanya tanda setuju sedangkan Rain mengeluarkan saputangan yang berada disaku jaketnya dan dibasahi oleh air.

Bhumi meringis kesakitan saat Rain memulai membersihkan lukannya, mata birunya menatap mata coklat Rain.

Tidak pernah sekalipun Rain berkontak fisik sedekat ini dengan lawan jenisnya terkecuali papa dan Erlangit tapi nyatanya Rain melakukan dan itu semua hanya karena cowok bermata biru yang kebetulan Rain mengagumi mata itu.

"Selesai."

***

(Kasih Pelintang)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Kasih Pelintang)

Hollaaaaaa...

Jangan lupa Kritik, saran dan Vomment-nya ya hehee..

Salam manis dari KekasihRindu...

The dark PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang