16. RASA TAKUT

537 61 4
                                    


"Kamu gak salah bicara kan?" Tanya papanya membenarkan tata letak telinganya. Apakah mungkin ada sesuatu yang membuat putri kesayangannya sini menjadi seperti ini.

"Aku gak akan pernah salah bicara. Dan Dasta gak pernah seserius ini pa. Ayo dong pa. Aku mau belajar bela diri yang lebih mendalam dari ini. Menggunakan pistol, pisau atau membuat rakitan." Rengek Alda menggoyanag goyangkan lengan papanya. Membuat Lee sedikit terusik sebentar dari rengekaan anaknya.

"Itu sangat bahasa sayang. Papa memang seneng kamu mau terjun di dunia papa. Tapi kamu cewek Dasta. Dan mungkin itu lebih dari kata bahaya." Jawab papa tanpa melihat anaknya dengaan rengekan menyebalkannya.

Sudah hampir 2 jam Alda merengek tanpa henti.

"Berarti papa pilih kasih sama aku. Papa selalu ingin libatin kak Aldi yang jelas jelas menolak. Dan aku bahkan selalu minta. Dan inilah puncaknya. Kenapa jadi aku gak dibolehin si." Alda merajuk. Ia menjauh dari posisinya berdiri di ruang kerja papanya.

Ia berjalan pada sofa dan duduk dengan wajah musam. Dan Nicolas  sudah sangat memahami tabiat darah dagingnya. Selain manja dia juga keras kepala.

Tak akan ada yang bisa menghalangi keinginannya selagi dirinya dan kakaknya melarang. Alda tetap Alda.

Nicolas  menghela nafas lelah. Ia memijat keningnya yang memang tidak pening.

Ia kembali berjalan mendekat pada putrinya dan membuat putri kesayangannya mengerti.

"Dengerin papa." Ucap papa saat sudah satu duduk sejajar dengan Alda. Nicolas berusaha membelai rambut halus Alda. Hanya untuk meredakan emosi anaknya itu.

"Papa bukan pilih kasih sama kalian berdua. Papa besarin kalian itu dengan kasih sayang dan dunia papa emang selalu akan ada penerus. Dan tentu kalian berdua yang akan mengambil alih. Papa cuma berharap jika kalian berdua bisa mengurusnya dengan baik."

"Bukan papa milih kamu atau lebih menyayangi kakak kamu. Semuanya papa anggap sama. Kasih sayang, perlindungan dan rasa cinta. Sama sama papa bagi rata. Jadi tolong Dasta jangan bilang seperti iu ya. Papa merasa kalo papa kurang adil sama kalian. Maafin papa." Mata sendu yang Nicolas perlihatkan. Benarkan jika dirinya pilih kasih. Ia sudah berusaha untuk melakukan semuanya dengan adil. Namun masih ada sesuatu yang menilainya kurang adil. Ia sedikit merasa sedih karnanya.

Tak ada jawaban dari Alda. Bibirnya terkunci rapat sekalipun kata apapun itu yang papa dan kakaknya lontarkan.

Semboyan Alda cuma satu. Jangan terkecoh apapun selagi keinginan belum tercapai. Karna saat kecohan sedikit kalian kena semuanya bakal batal. Nah.

Alda membuang muka. Tak ingin mengerti dan dibuat mengerti. Percayalah tak dianggap jauh lebih sakit daripada dianggap.

"Oke oke. Papa ijinin kamu main pisau. Tapi belum untuk pistol dan merakit." Nah gitukan enak.

"Makasih papa." Alda mencium pipi papanya dengan kasih sayang dan wajah berbinar.

"Maafin Dasta. Tadi Dasta gak mau buat papa sedih. Tapi makasih papa. Papa yang terbaik." Kecupan singkat Alda pantulkan lagi pada wajah ayahnya.

Setelahnya Alda pergi berlari meninggalkan papanya yang hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya.

"Liatlah putri kecil kita Vaneta. Bahkan sikap manismu hampir semuanya melekat padanya. Dan itu yang selalu membuatku merindukanmu."

***

"DASTA HATI HATI!" Teriak lantang Aldi yang beru saja melihat Alda memainkan pisaunya yang sangat rumit dengan rakitan yang sudah di desai sangat membuat siapa saja bingun.

Dan ia melihat Alda sang adik menggunakannya hampir mengenai tubuhnya sendiri.

"Kalo kamu mau belajar pakai pisau. Kamu harus pakai desain 1 atau desain 2. Ini belum cocok buat kamu. Ini desain 5."

"Aku pengen bisa kaya kakak yang udah sampe desain 6. Kenapa aku lama banget si bisanya. Heran jadi cewek kok lemah banget."

"Hey. Jangan gitu. Aku sebagai kakak juga harus selalu melindungi kamu. Kamu adik aku. Kesayangan aku." Ucap Aldi memberi semangat pada adiknya.

Bagaimana tidak. Semua yang sudah Aldi pelajari sudah hampir semua jenis pisau bahkan senapan dan pistol desain 3 juga sudah Aldi pelajari sejak ia duduk di bangku smp. Namun ia tak akan membuat Alda melakukan hal yang sama karna hal sepele.

Oleh karena itu ia mengulang lagi dan mensejajarkan ilmunya dengan Alda. Jika itu membuat adiknya bekerja dan berlatih. Kenapa tidak.

"Kalo kakak lagi disebuah pertempuran besar dua belah kelompok mafia yang sama sama kejam. Kakak mau nyelametin aku yang memang adik kakak atau kubu musuh kakak yang kakak cintai. Maybe."

"Diem. Cuma diem yang kakak bisa." Alda berlalu pergi meninggalkan Aldi dan belajar sendiri lagi.

Dan lagi lagi ucapan Alda kembali mencambuk hati kakaknya.

***

"Ada apa?" Tanya papa pada Aldi yang tiba tiba masuk pada ruang kerjanya.

Matanya sayu. Wajahnya muram dan kusam. Ada apa dengan putranya.

"Apakah saya salah mendahului Dasta dengan pembelajaran bela diri? Dan apakah saya salah saat saya menyelamatkan seseorang yang mencintai saya dan meninggalkan adik saya."

"Aku takut pa. Aku takut. Aku takut jika kejadian itu benar benar terjadi dan aku harus kehilangan adik aku. Aku gak mau itu terjadi." Ucap Aldi lirih. Hanya Alda yang ingin Aldi selamatkan. Namun entah kenapa hati dan perasaannya sama sama berat.

Ia tidak bisa memilih antara keduanya. Keduanya sama sama berarti baginya. Ia tidak mau. Ia tidak akan melakukannya.

"Kamu kenapa. Jelasin sama papa." Nicolas memeluk jagoan kecilnya yang sekarang sedang rapuh entah karna apa.

Sebenarnya apa yang terjadi dengan putranya itu. Siapa yang mengucapkan semua itu. Siapa? Dan apa tujuan dari itu.

"Aku gak tahu pa. Entah kenapa semua ini sakit pa. Ini sakit. Aldi masih enggak ngerti tentang semua ini. Di sisi lain aku yang sebagai kakak juga menyayangi Alda. Tapi rasa Aldi sama Salsha juga ada pa. Maafin Aldi. Semua itu membuat Aldi pusing pa. Aldi gak bisa milih dari keduanya." Air mata ketakutan dan getaran dari bahunya membuat Nicolas semakin memandang khawatir.

"Aldi takut jika kejadian yang bener bener gak baik dan gak harus terjadi beneran kejadian. Aldi bingung."

Nicolas menatap nanar jagoan tangguhnya. Setidaknya hasil jerih payahnya selalu menurun. Dan begitu juga dengan alur percintaannya. Dan semoga tidak dengan ini.

Tidak dengan alur kejam yang harus merenggut Calerin yang meninggal saat pergolakan besar dan itu setelah istrinya.

Dan mereka juga sama sama tak akur. Namun saat pergolakan besar itu keduanya menjadi sangat akur dan meninggal mengenaskan dengan luka parah yang sama.

Bagian jantung dengan dua peluru menancap indah pada organ penting itu.

***

"Dibalik semua itu kamu tahu bukan. Semuanya bagi kamu memang penting dan berharga. Papa memang selalu untuk kamu memihak pada kami. Karna hanya Dasta keturunan papa yang putri satu satunya. Dan begitu juga dengan kamu."

"Tapi papa gak akan terima jika anak papa terjadi sesuatu dengan adanya kejadian tersebut. Dan harus membuat Dasta pergi. Papa yang akan menembak mati Salsha saat itu juga. Inget ini!"

"Papa tap--

"Jangan potong pembicaraan ini Aldi. Kamu disini memang keluarga dan terlebih lagi kamu adalah anak papa. Tapi keberadaan kamu disini seperti penyusup yang selalu membela musuh. Mata mata yang selalu menurut pada tuannya."

"Maafin Aldi." Lagi lagi Aldi hanya bisa menangis dengan kesedihan.

Baru pertama kalinya papanya memberikan ancaman dan membentaknya sekencang tadi.

Dan Aldi menyadari tentang kesalahannya ini.

1124_20/09/2018

AGAINST THE FATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang