18. PENOLAKAN

523 54 15
                                    

Setelah Aldi sedikit merenung diacara makan malam yang awalnya sunyi berubah romatis yang berakhir tragis. Aldi hanya bisa pulang dengan keadaan diam. Bungkam.

Ia mengendarai mobilnya seperti biasa setelah membayar acara makannya. Bukan masalah sepele dan dengan harganya. Harga mahal dengan desain seperti itu sudah menjadi hal biasa. Dan Aldi hanya membayar dengan menganggukan kepala semuanya sudah langsung beres.

Dengan langkah cepat, tatapan datar dan gaya cool seperti biasa. Aldi memasuki mobil dengan santai.

Banyak ocehan tak jelas yang sama sekali tak terindahkan olehnya. Namun Aldi masih tetap keren dengan langkah tegasnya.

Dengan langkah 2 detik lanjutan 3 detik Aldi telah meluncur kencang dengan kecepatan penuh sebagai pembuka jalannya. Bukan adanya supir ataupun pengawal. Aldi menyetir sendiri pertanda jika dia bukan cowok manja. Camkan!

Tak perlu menghabiskan banyak waktu lama di perjalanan Aldi telah sampai pada halaman rumahnya. Dengan sambutan laki laki yang selalu menggunakan stel hitam dan menunggu Aldi keluar. Aldi langsung melemparkan kunci mobil itu pada pengawal tadi.

"Sudah selesai kencannya?" Tanya Dasta kembali memandang kakaknya tak suka. Hubunganya sangat terlihat jika Aldi dan Dasta sama sama memiliki sisi kehitaman dibagian bajunya.

"Hm." Aldi kembali berlalu meninggalkan kebersamaan papa dengan adiknya itu. Aldi hanya berlalu menuju kamarnya. Namun sebuah suara menghentikannya.

"Ditolak. Kakakmu habis ditolak." Apakah batin dari seorang Nicolas benar benar sudah menyatu dengan anaknya?

Bahkan tubuh Aldi menegang seketika ditempat dimana dia berdiri. Dan Dasta? Tentu saja dia yang paling kencang dengan imbuhan tertawa remeh.

"Dia memang bodoh pa. Memihak yang lain dan meninggalkan keluarga. Gimana mama disana saat ngeliat kakak membela anak dari orang yang telah membunuh dirinya." Dasta menerawang jauh. Bukankah itu sangat menyenangkan?

"Cukup Dasta. Sekarang kamu sangat keterlaluan." Ternyata disini bukan Nicolaslah yang membentak. Dia hanya tersenyum melihat pertengkaran dari kedua anaknya.

Bukankah ini yang menyenangkan. Melihat pertengkaran dari kedua anaknya yang sudah tumbuh dewasa.

Bahkan Nicolas masih sempat berfikir jika baru beberapa bulanlan Vaneta meninggalkannya.

Namun? Lihatlah sekarang anaknya sudah sama sama memiliki sifat dari dirinya dan Vaneta.

Dasta sebagai Vaneta. Dan Aldi sebagai dirinya.

"Bukankah itu kenyataan. Mau seberapa besar kakak mengelak. Kenyataannya tetap satu. Kakak gak jauh beda sama penghianat." Dasta menekan kata penghianat. Sunggu kenapa adik manjanya bisa sampai senakal ini.

Nicolas hanya bisa tertawa kencang. Ini sebuah kesenangan tersendiri baginya. Bagi hidupnya.

"Sudah sudah. Aldi Dasta sekarang kalian duduk di sini. Papa mau bicara." Ucap Nicolas sudah sangat paham dengan iris mata Aldi yang sudah sangat terlihat memerah karna marah. Ia masih sedikit tak yakin dengan putranya jika dia bisa menjaga emosinya jika sudah seperti ini.

Dengan menghela nafas berat Aldi kembali menetralkan gemuruh dihatinya. Ia berjalan malas menuju tempat duduk di dekat papanya.

"Ada apa?" Tanya Aldi sudah sangat terdengar jutek. Wajahnya sudah sangat tak enak dipandang. Dan mungkin setelah ini. Wajahnya akan terlihat marah lagi. Nicolas yakin itu.

Belum sempat Dasta berbicara Nicolas sudah lebih dulu memotongnya.

"Jangan bicara lagi Dasta. Sudah cukup kamu membuat kakakmu marah. Sekarang giliran papa yang bicara sama kakakmu." Peringat Nicolas bersikap tegas pada anaknya. Dan Dasta hanya bisa mendengus sebal. Ia kembali menjauhkan duduknya sedikit lebih jauh. Dan Nicolah hanya bisa menggelengkan kepalanya.

AGAINST THE FATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang