Intro

832 127 34
                                    

Bagas Keano Madhava

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagas Keano Madhava

Laki-laki itu berjalan menyusuri lorong mengikuti seorang perawat di depannya yang sedang menunjukkan arah, siang hari ini cukup cerah tapi begitu masuk ke kawasan ini aura yang dikeluarkan berbeda.

Beberapa pasang mata tidak segan memperhatikan langkahnya, kadang diikuti dengan tatapan galak sampai ekspresi ketakutan yang membuatnya heran.

Perawat yang menuntun Bagas berhenti di depan sebuah ruangan, beberapa detik kemudian ia melangkah lagi mengikuti perawat tersebut.

Sebenarnya keberadaan perawat di ruangan ini tidak terlalu dibutuhkan, pasien di ruangan ini hanya duduk diam dengan sorot mata menyedihkan dan sesekali menatap ke luar jendela lalu menangis.

"Bunda?" panggilnya. "Bagas di sini."

Pasien itu menoleh kemudian tersenyum, "Ba... gas?" suara yang dikeluarkan cukup lemah.

Tatapannya berganti dari nampan di atas nakas lalu perawat yang berdiri di dekat pintu.

Perawat itu menggeleng, "Dari pagi Ibu nggak mau makan, paling cuma satu dua sendok karena dipaksa. Itu makan siangnya baru diantar dan Ibu masih nolak buat makan."

Bagas kembali menoleh ke arah ibunya, "Bunda, Bagas kangen. Bunda makan ya? Biar cepat sembuh, biar bisa ngumpul sama Bagas lagi."

Wanita itu tidak menjawab, ia meletakkan kedua tangannya di pipi anaknya tersebut. "Bagas?" tanyanya lagi.

"Iya Bunda, ini Bagas." Laki-laki itu menggenggam tangan ibunya.

Hangat, sentuhan yang selalu Bagas cari. Kini tidak dengan mudah ia bisa mendapatkannya sementara anak-anak lain bisa merasakan pelukan hangat ibunya kapan saja.

Bagas iri, Bagas mau ibunya kembali.

Ia mengambil nampan di atas nakas, "Bunda makan ya? Bagas suapin, aaaaa." Ia memberikan aba-aba agar ibunya mau membuka mulut. Tapi alih-alih menurut ibunya hanya menggeleng kemudian cairan bening keluar dari kelopak matanya.

Perawat tersebut menghampiri dan mengelus pundak ibunya.

"Didi ayo makan dulu, nanti baru kita main sama ade bayi lagi."

Prang!

Nampan yang tadi dipegang Bagas tergeletak di lantai, beserta isinya yang juga berserakan. Laki-laki itu refleks memundurkan langkahnya.

Keadaan saat ini begitu tidak terkendali, jeritan histeris disertai tangis frustasi keluar dari wanita paruh baya tersebut. Beberapa perawat serta dokter berhamburan memasuki ruangan untuk memberi penanganan. Wanita itu memberontak minta dilepaskan beberapa kali ia mengacungkan jarinya ke arah anak laki-lakinya dengan marah.

METANOIA [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang