3 : The Bracelet

377 70 13
                                    

"Kamu kayaknya suka banget ya berdiam di kamar mandi?"

"Yee enak aja, Bapak kira saya jin?"

Pak Ahmad menggeleng keheranan dengan jawaban muridnya satu ini. Matanya beralih ke siswa perempuan yang sedang memegang kain roknya kuat-kuat. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Sumpah deh, selama Karina bersekolah baru kali ini dia dipanggil ke ruangan BK, berbeda dengan siswa laki-laki di sebelahnya yang malah kelewat santai.

"Bapak tanya sekali lagi, kalian berdua ngapain di dalam kamar mandi?"

Karina menelan ludahnya, memang sih tidak ada hal yang terjadi di antara mereka berdua di dalam kamar mandi saat itu. Tapi, kenapa rasanya sulit sekali bicara?

"Nggak ngapa-ngapain, Pak. Suwer deh!" Bagas mengangkat dua jarinya membentuk lambang peace.

"Terus kenapa kamu masuk kamar mandi perempuan, Bagas? Kamu udah ganti kelamin?"

"Yee enak aja, saya bukan pengikut Lucinta Luna kok, Pak. Dibilang saya tuh cuma ngumpet karena dikejar Pak Suroso, eh kebetulan ada dia di dalem. Dan dia juga belom ngapa-ngapain kok. Saya nggak liat apa-apa, Pak. Sumpah!" jelas Bagas menceritakan yang sebenarnya.

Karina menarik napas panjang kemudian menghembuskannya, "Iya, Pak. Bagas cuma panik waktu dikejar Pak Suroso makanya langsung masuk kamar mandi perempuan dan kebetulan ada saya di situ."

"Akhirnya kamu ngomong juga, kalo gini kan Bapak jadi percaya," ucap Pak Ahmad lega.

"Lah, emang penjelasan dari saya nggak meyakinkan, Pak?" tanya Bagas heran.

"Engga," jawab Pak Ahmad singkat. "Yaudah, kalian silahkan istirahat."

Keduanya bangkit dari kursi, mengucapkan salam, dan berjalan ke arah pintu.

"Eh sebentar, Gas. Ngomong-ngomong kenapa kamu bisa dikejar Pak Suroso? Pasti ada masalah kan? Hayooo, sini duduk lagi."

Bagas menyentakkan kepala sambil berujar 'anjir' dengan suara pelan baru kemudian memutar langkah dan duduk kembali di hadapan Pak Ahmad.

m e t a n o i a

Di jam istirahat seperti ini sudah dipastikan tempat yang paling ramai dikunjungi adalah kantin. Semua siswa berbondong-bondong datang menyerbu jajanan yang ditawarkan tiap penjual. Mulai dari nasi goreng, nasi uduk, nasi ayam, mie ayam, bakso, siomay kuah, batagor, ketoprak, dan berbagai jenis makanan ringan.

Ditambah hadirnya sepasang kekasih di salah satu meja kantin membuat banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, tak sedikit pandangan iri serta cemburu yang mereka terima.

"Hmm enak banget ya yang pacaran, makan siangnya dibikinin langsung dari yang tersayang," cibir Devan sambil mengunyah cimol pedasnya.

Gibran tidak memperdulikan, dia masih fokus makan sambil sesekali minta disuapi oleh sang pacar. Rara pun menurut, senang melihat kekasihnya menyukai salad sayur yang dia buat dengan buru-buru tadi pagi.

"Ca, lo nggak mau nyuapin gue juga apa?" kata Devan.

"Sini sayang," sendok penuh sambal sudah Rhesa siapkan di tangan kanannya.

"Lo mau bikin gue mati?!"

"Ah lemah lo, katanya cowok!" ucap Rhesa kemudian menaruh sambalnya tadi ke mangkuk berisi mie ayam pesanannya.

"Btw, Kak. Lo nggak makan? Dari tadi nyuapin si curut mulu. Nanti sakit loh, bentar lagi kan UN."

"Heh! Nggak usah sok perhatian lo, kampret!" Gibran mengambil botol minumnya, bersiap memukul kepala Devan.

METANOIA [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang